Uber Sebut Aturan Baru Tarif dan Kuota Hambat Manfaat Ridesharing

5 Juli 2017 13:23 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi logo Uber (Foto: Toby Melville/Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi logo Uber (Foto: Toby Melville/Reuters)
ADVERTISEMENT
Mulai berlakunya Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 pada 1 Juli 2017 terkait angkutan sewa khusus yang mengatur layanan sejenis GrabCar, UberX, dan Go-Car, ternyata tidak begitu saja diterima dengan lapang dada oleh pelaku bisnisnya. Uber, salah satu platform transportasi online yang beroperasi di Indonesia, menyatakan keberatannya dengan ditetapkannya aturan tersebut. Melalui situs resminya, Uber Indonesia meminta pemerintah untuk mempertimbangkan ulang aturan itu. Uber dengan tegas meminta Kemenhub mempertimbangkan ulang soal kuota dan tarif yang dianggap bertentangan dengan prinsip koperasi dan ini juga disebut membatasi akses warga terhadap layanan transportasi yang terjangkau dan nyaman. Perusahaan asal San Francisco, California, AS, itu juga memprotes pengalihan kepemilikan kendaraan alias balik nama STNK ke badan hukum, dan stiker di kendaraan, yang disebut tidak memiliki manfaat langsung bagi keselamatan dan kenyamanan. "Ridesharing telah diatur sejak tahun 2016 (dengan Permenhub 32/2016 dan revisinya: Permenhub 26/2017) dan kami mengapresiasi langkah pemerintah untuk menetapkan panduan dan aturan untuk model bisnis yang baru ini. Namun, revisi aturan tersebut justru beresiko menghambat berbagai manfaat yang dihadirkan ridesharing kepada para penumpang, mitra pengemudi dan kota-kota kita," tulis Uber Indonesia. Sementara untuk persyaratan akses data secara real time pun, ditentang oleh Uber, yang mereka anggap sebagai informasi bisnis sensitif serta dapat melanggar hak privasi pengguna individu aplikasi Uber.
ADVERTISEMENT
Kementerian Perhubungan, bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika, memang punya rencana meminta akses dashboard terkait data pengemudi dari layanan sejenis Uber, lalu mereka juga hendak memantau jumlah kendaraan yang beroperasi. Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya mengatakan jika tiga pelaku taksi online di Indonesia, Go-Jek, Grab, dan Uber, telah setuju dengan penetapan aturan yang diberlakukan pemerintah. Tapi, nyatanya Uber tampak tidak sehati dengan pernyataan Budi Karya. "Pertemuan dengan operator (transportasi online-red) tidak cuma sekali tapi berkali-kali. Pada dasarnya masing-masing sudah setuju. Kita pikirkan berbagai hal ini karena untuk kepentingan banyak orang. Yang kita lindungi adalah konsumen dan sopir," ujar Budi Karya dalam jumpa pers di kantor Kemenhub, Jakarta, Senin (3/7).
Menhub Budi Karya Sumadi (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menhub Budi Karya Sumadi (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Dalam Permenhub No 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek, Kemenhub berupaya mengatur soal kuota, tarif batas bawah dan atas, mengakses data layanan aplikasi transportasi online, sampai dengan meminta balik nama STNK. Kemenhub mengklaim pemberlakukan tarif batas bawah dan atas untuk layanan sejenis UberX, dilakukan untuk memberi keadilan antara dua jenis moda transportasi, baik konvensional maupun layanan mobil panggilan berbasis aplikasi, demi menciptakan persaingan yang sehat dan dipertahankan untuk jangka waktu panjang. Uber Indonesia menyatakan layanan ride-sharing yang digagas oleh mereka, menurut data dari AlphaBeta, bisa membuat penumpang berhemat 65 persen dari sisi biaya dan 38 persen dari waktu perjalanan, dibandingkan saat menggunakan kendaraan pribadi. Layanan ini telah membuat 6 persen penumpang telah berhenti menyetir kendaraan pribadi dan 62 persen kini mengurangi frekuensi menyetir kendaraan pribadi setelah menggunakan Uber. Ride-sharing disebut Uber juga telah membantu orang mendapatkan uang lebih. Masih menurut data AlphaBeta, 43 persen dari mitra pengemudi bukan berasal dari angkatan kerja sebelum bermitra dengan Uber dan 28 persen di antaranya pengangguran.
ADVERTISEMENT