Menolak Tumbang

Johanes Hutabarat
Reporter Kumparan
Konten dari Pengguna
4 Januari 2017 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Johanes Hutabarat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Syamsudin (72) ingat, di tepian Kampung Pasar Ikan Aquarium yang menghadap ke laut tersebut dulu berdiri sebuah pohon beringin.
ADVERTISEMENT
“Uuh, tinggi, ada sekitar 20 meter lebih, gede,” kata Syamsudin.
Syamsudin ingat ada seorang warga yang ingin menumbangkan pohon tersebut. Warga yang merupakan pemukim baru tersebut merasa keamanan rumahnya dan warga lain terancam jika suatu saat pohon beringin tersebut tumbang. Pasalnya, akar-akar pohon beringin tersebut tampak tidak sudah tidak kuat mencengkeram tanah.
Namun, Syamsudin yang merupakan salah satu warga senior di kampung Pasar Ikan Aquarium, Jakarta Utara tersebut memiliki firasat. Ia tidak ingin pemukim baru tersebut menumbangkan pohon beringin.
Lantas, Syamsudin mengancam. “Kalau Bapak rubuhin ini nanti, lihat, nanti pasti hancur semua rumah ini,” kata Syamsudin. “
Suatu waktu, sang pohon secara misterius tumbang.
ADVERTISEMENT
“Malam Jumat, pas jam satu malam, sudah rubuh sendiri,” kata Syamsudin. Uniknya, pohon yang tumbang tidak merusak rumah di sekitarnya.
Kehidupan Berubah
Kejadian tersebut terjadi sekitar sepuluh tahun yang lalu. Telah banyak yang berubah di kehidupan masyarakat Pasar Ikan Aquarium setelah pohon beringin tersebut tumbang.
Misalnya, beberapa warga yang dulu melaut, kini tidak lagi melaut. Ada pula yang dulu punya perahu, kini perahunya terpaksa dijual.
Dakhuri (44) misalnya, warga Kampung Pasar Ikan Aquarium lainnya, terpaksa menjual perahunya. “Butuh uang, buat pulang kampung,” kata Dakhuri.
Kini, Dakhuri mencari penghidupan dengan cara lain, seperti menjadi supir truk atau juga “bisnis” berdagang kayu bekas.
ADVERTISEMENT
Beda dengan Dakhuri, penduduk lainnya, yakni Amir kini sudah tidak lagi melaut mencari ikan. Amir lebih sering ikut mengerjakan pekerjaan kasar atau menjaga warung.
Dulu, Amir bekerja sebagai nelayan. Namun, menyusutnya jumlah tangkapan ikut menyurutkan semangat Amir melalut.
“Dapat ikan juga sudah jarang,” kata Amir. Tidak hanya menangkap ikan, Amir juga bisa mengantar orang dengan bayaran lima ribu sampai 200 ribu rupiah per orang menggunakan perahu motor.
Tidak hanya persoalan mata pencaharian yang berganti, ada perubahan besar lain yang turut menerpa warga Pasar Ikan Aquarium.
Rumah yang mereka tinggali selama puluhan tahun kini lenyap. Kini yang berdiri tinggal rumah non-permanen yang terbuat dari bedeng atau tenda.
ADVERTISEMENT
Rumah-rumah tersebut dibongkar dengan alasan berdiri di tanah negara. Lantas, Pemerintah Provinisi DKI Jakarta memusnahkan ratusan rumah tersebut.
Amir yang tinggal di Kampung Pasar Ikan Aquarium selama sekitar 20 tahun, mengingat bahwa ia pernah memiliki sebuah rumah bertingkat. Rumah tersebut digunakan Amir untuk dikontrakan dan membuka warung.
Kini, rumah tersebut tinggal puing-puing. Tempat tinggal Amir pun sudah berubah menjadi bedeng yang dibangunnya sendiri beberapa meter dari rumah permanen yang ditinggalinya dulu.
“Tinggal nggak tentu, pikiran juga nggak tenang lah,” kata Amir.
Teman Amir, yakni Syamsudin yang menuturkan kisah pohon beringin tadi pun turut merasakan kepedihan kehilangan rumah.
“Saya paling apes benar, saya digusur begini, ada berapa hari itu, ada setengah bulan habis meninggal istri saya,” ingat Syamsudin.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, seminggu setelah penggusuran, bagang atau perahu penagkap ikan milik Syamsudin yang dikelola anaknya tenggelam.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sendiri telah menyediakan rumah susun sewa (rusunawa) bagi warga yang terkena penggusuran. Bahkan, sebagian warga bersedia direlokasi.
Namun,Syamsudin yang tinggal di Kampung Pasar Ikan Aquarium sejak tahun 1979 tidak mau pindah.
Syamsudin dan warga yang bertahan melihat justru kerugian bila pindah ke rusunawa, karena mereka harus membayar uang sewa. Selain itu tempat tinggal di rusunawa letaknya jauh dari sekolah bagi anak mereka dan tempat kerja.
Syamsudin dan sebagaian warga Kampung Pasar Ikan Aquarium pernah dipaksa pindah, layaknya pohon beringin yang yang dipaksa dirubuhkan.
ADVERTISEMENT
Namun, Syamsudin dan warga lainnya memilih tetap bertahan.
Mereka menolak "tumbang".(*)
*) Kini Dakhuri pulang ke kampung halamannya di Tegal, Jawa Tengah.
1483537580443_0uj081483538050514_lzbv4