Doktrin “Peace Through Strength” Trump di Balik Pertemuan Bersejarah Dengan Kim Jong Un

AmerEurope
Menyajikan berita-berita Amerika yang tidak sampai ... atau sengaja tidak disampaikan ... ke telinga Anda
Konten dari Pengguna
13 Juni 2018 11:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari AmerEurope tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Doktrin “Peace Through Strength” Trump di Balik Pertemuan Bersejarah Dengan Kim Jong Un
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Pertemuan bersejarah antara Presiden AS dan Pemimpin Korea Utara baru saja terjadi di Singapore. Kebanyakan pengamat, politikus dan anggota Kongres Amerika Serikat tidak pernah membayangkan apa yang baru saja terjadi. Strategi apa yang dipakai Presiden Trump untuk membawa Chairman Kim Jong Un ke meja perundingan?
ADVERTISEMENT
Doktrin pemerintahan Trump berbeda secara menyolok dengan doktrin pemerintahan sebelumnya dalam urusan luar negeri, khususnya ketika berhubungan dengan ancaman senjata nuklir. Trump menganut doktrin “Peace Through Strength”, yang beliau adopsi dari pemerintahan Reagan.
Reagan, dengan doktrin tersebut, berhasil “menjinakkan” Uni Soviet yang komunis, yang pada waktu itu dipimpin Mikhail Gorbachev. Bukan itu saja, tembok Berlin yang memisahkan Jerman Barat dan Jerman Timur akhirnya runtuh.
Trump dan Reagan mendasari “Peace Through Strength” dengan peningkatan kekuatan militer yang luar biasa. Trump dalam pidatonya berkali-kali mengatakan bahwa beliau akan membangun kembali militer AS, yang kekuatannya diperlemah di masa Obama.
“Kita akan membangun militer kita dan menjadikannya sebagai militer yang disegani. Namun, kita juga berharap kita TIDAK akan pernah memakai kekuatan militer kita tersebut,” demikian pernyataan Trump dalam berbagai kesempatan.
ADVERTISEMENT
Trump dan Reagan dikenal suka melempar retorika keras ketika menghadapi lawan. Reagan menyebut Uni Soviet sebagai “Evil Empire”. Beberapa bulan lalu, Trump dengan gayanya yang “unik” melempar ungkapan-ungkapan “keras” terhadap Kim Jong Un seperti “Little Rocket Man”, “Fire and Fury”.
“Jika Korea Utara menyerang salah satu wilayah AS atau sekutu AS, mereka akan mengalami balasan dengan kekuatan besar yang tak pernah disaksikan dunia sebelumnya. Dan Kim akan menyesal. Menyesal dengan cepat,” demikian salah satu pernyataan Trump menanggapi uji-coba nuklir Korea Utara.
Kedua presiden AS tersebut sama-sama dikritik keras oleh media AS dan dianggap akan memulai Perang Dunia Ketiga. Namun, kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Media AS, yang tidak pernah belajar dari keberhasilan Reagan, habis-habisan menghujat Trump dengan kebijakan “Peace Through Strength”-nya.
ADVERTISEMENT
Trump dan Reagan, dengan kejelian melihat kekuatan dan kelemahan lawan, juga tidak segan-segan membatalkan atau menarik diri dari meja perundingan jika pihak lawan memperlihatkan gelagat tidak baik.
Trump pernah membatalkan secara sepihak pertemuan dengan Kim beberapa waktu lalu setelah pejabat-pejabat Korea Utara melontarkan kritikan keras terhadap latihan militer bersama AS-Korsel (sebelumnya Korea Utara telah menyatakan tidak berkeberatan dengan latihan tersebut) dan menghina Wapres Mike Pence.
Korea Utara, pada hari yang sama, akhirnya meminta agar pertemuan tersebut tetap diadakan. Bahkan Kim mengutus wakilnya ke Gedung Putih sambil membawa surat untuk Trump.
Trump dengan “Peace Through Strength”-nya akhirnya berhasil membawa Kim Jong Un ke meja perundingan. Perdamaian di Semenanjung Korea, yang beberapa bulan lalu terlihat suram, dimungkinkan untuk terjadi. Pertemuan-pertemuan lanjutan antar kedua negara akan diadakan untuk membicarakan proses denuklirisasi total Korea Utara. Semoga sukses!
ADVERTISEMENT
Twitter @AmerEurope