Uni Eropa Akan Batasi Harga Gas Rusia Usai Putin Ancam Potong Pasokan Energi

Kabar Bisnis
Segala informasi soal bisnis, mulai rumor pasar hingga kabar terbaru dunia bisnis.
Konten dari Pengguna
8 September 2022 12:03 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Bisnis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pipa di fasilitas pendaratan pipa gas 'Nord Stream 1' digambarkan di Lubmin, Jerman, 8 Maret 2022. Foto: Hannibal Hanschke/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Pipa di fasilitas pendaratan pipa gas 'Nord Stream 1' digambarkan di Lubmin, Jerman, 8 Maret 2022. Foto: Hannibal Hanschke/REUTERS
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Uni Eropa mengusulkan pembatasan harga gas Rusia setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengancam akan memotong semua pasokan energi. Hal itu turut meningkatkan risiko penjatahan di beberapa negara terkaya dunia di musim dingin tersebut.
ADVERTISEMENT
Sementara, harga gas Eropa terus meningkat yang menambah tagihan yang harus dibayar oleh pemerintah. Uni Eropa pun terus berupaya untuk menjaga pasokan energi.
Eropa menuduh Rusia membatasi pasokan energi sebagai pembalasan atas sanksi Barat yang dijatuhkan pada Moskow atas invasinya ke Ukraina. Rusia menyalahkan sanksi tersebut karena yang menyebabkan masalah pasokan gas adalah kerusakan saluran pipa gas.
Di tengah ketegangan Eropa dan Rusia ini, Putin mengatakan kontrak dapat dibatalkan jika terjadi pembatasan harga dan memperingatkan Barat bahwa langkah tersebut dapat berisiko tinggi.
Namun Uni Eropa berencana untuk terus maju dengan pembatasan harga terhadap gas Rusia dan juga batas atas harga yang dibayarkan untuk listrik dari generator yang tidak menggunakan gas. Untuk mengatasi hal ini para Menteri Energi Uni Eropa akan mengadakan pertemuan darurat pada hari Jumat.
ADVERTISEMENT
"Kami akan mengusulkan batas harga untuk gas Rusia. Kami harus memotong pendapatan Rusia yang digunakan Putin untuk membiayai perang mengerikan di Ukraina ini," kata Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, sebagaimana yang dikutip dari Reuters, Kamis (8/9).