Uni Eropa Incar Perusahaan Bahan Bakar Fosil untuk Bantu Atasi Krisis Energi

Kabar Bisnis
Segala informasi soal bisnis, mulai rumor pasar hingga kabar terbaru dunia bisnis.
Konten dari Pengguna
13 September 2022 9:27 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Bisnis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Seorang pria berdiri di luar pabrik gas alam cair (LNG) di Korsakov, Pulau Sakhalin, Rusia pada 17 Februari 2009. Foto: Natalia Kolesnikova/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pria berdiri di luar pabrik gas alam cair (LNG) di Korsakov, Pulau Sakhalin, Rusia pada 17 Februari 2009. Foto: Natalia Kolesnikova/AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Dampak besar yang ditimbulkan dari tagihan energi yang tinggi membuat Uni Eropa mengincar perusahaan energi fosil untuk membantu mengatasi krisis energi di rumah tangga dan juga industri di Eropa. Rancangan rencana Uni Eropa pada Senin (12/9) ini diambil sebagai biaya atas perang energi antara Barat dengan Rusia.
ADVERTISEMENT
Harga energi dan gas di Eropa melambung tinggi akibat pemangkasan pasokan gas dari Moskow ke Eropa sebagai tanggapan atas sanksi yang dikenakan oleh Barat kepada Rusia.
Rancangan proposal Komisi Eropa ini akan melihat 27 negara Uni Eropa memperkenalkan 'kontribusi solidaritas' untuk industri bahan bakar fosil.
Menurut rancangan tersebut, perusahaan minyak, gas, batu bara, dan penyulingan harus memberikan kontribusi keuangan berdasarkan laba surplus kena pajak yang dibuat pada tahun fiskal 2022.
"Keuntungan itu tidak sesuai dengan keuntungan reguler apa pun yang akan atau dapat diharapkan diperoleh entitas ini dalam keadaan normal," jelas isi dari rancangan rencana Uni Eropa, dikutip dari Reuters, Selasa (13/9).
Saat Komisi Eropa menyusun serangkaian tindakan Uni Eropa yang baru, Norwegia memperingatkan terhadap pembatasan harga gas.
ADVERTISEMENT
Diketahui Norwegia telah menjadi pemasok gas terbesar blok itu setelah Rusia mengurangi ekspor setelah perang Ukraina, memberinya rekor pendapatan dari industri perminyakan karena harga melonjak.
"Harga maksimum tidak akan menyelesaikan masalah mendasar, yaitu bahwa ada terlalu sedikit gas di Eropa," kata Perdana Menteri Norwegia Jonas Gahr Stoere setelah panggilan telepon dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen.