25 November Memperingati Hari Guru

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
Konten dari Pengguna
23 November 2022 12:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kalender. Foto: NaMong Productions/Shutterstock.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kalender. Foto: NaMong Productions/Shutterstock.
ADVERTISEMENT
Dalam kalender Gregorian, tanggal 25 November adalah hari ke-329. Pada tanggal ini terjadi serangkaian peristiwa penting di dalam negeri. Berikut ini beberapa peristiwa penting di Indonesia dan dunia pada tanggal 25 November.
ADVERTISEMENT

Tanggal 25 November Diperingati sebagai Hari Guru atau Hari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)

Hari Guru adalah hari untuk menunjukkan penghargaan kepada guru, dan diperingati di berbagai tanggal berbeda di seluruh dunia. Di beberapa negara, hari guru adalah hari libur sekolah.

Serentetan Peristiwa 25 November

Kelahiran Albertus Soegijapranata

Mgr. Albertus Soegijapranata, S.J. (Ejaan Yang Disempurnakan: Albertus Sugiyapranata), lebih dikenal dengan nama lahirnya Soegija, adalah Vikaris Apostolik Semarang, kemudian menjadi Uskup Agung.
Ia adalah uskup pribumi Indonesia pertama dan paling dikenal karena sikapnya yang pro-nasionalis, sering digambarkan sebagai "100% Katolik, 100% Indonesia". Soegija lahir di Surakarta, Hindia Belanda, dari keluarga seorang abdi dalem dan istrinya. Ketika Soegija masih kecil, keluarga Muslim tersebut merantau ke Yogyakarta.
ADVERTISEMENT
Pr. Frans van Lith Soegija meminta kepada Soegija karena dia dianggap sebagai anak yang cerdas pada tahun 1909 untuk bergabung dengan Kolese Xaverius, sebuah sekolah Yesuit di Muntilan. Soegija menjadi tertarik pada Katolik dan dibaptis pada 24 Desember 1910.
Soegija perlu dua tahun di seminari sebelum berangkat ke Belanda pada tahun 1919 setelah lulus dari Xaverius pada tahun 1915 dan menjadi guru di sana selama satu tahun. Dia menghabiskan dua tahun menjalani masa pendidikan calon biarawan dengan Serikat Yesus di Grave, dan dia juga menyelesaikan juniorate pada tahun 1923.
Dia dikirim kembali ke Muntilan sebagai guru setelah tiga tahun belajar Filsafat di Kolese Berchmann di Oudenbosch; dia dua tahun bekerja sebagai guru. Ia kembali ke Belanda pada tahun 1928 untuk belajar teologi di Maastricht, dan ditahbiskan pada tanggal 15 Agustus 1931. Soegija menambahkan kata "pranata" di belakang namanya setelah itu.
ADVERTISEMENT
Soegijapranata dikirim kembali ke Hindia Belanda pada tahun 1933 untuk menjadi pastor. Soegijapranata memulai keimanannya sebagai vikaris paroki untuk Pr. van Driessche di Paroki Kidul Loji, Yogyakarta, diberikan paroki sendiri setelah gereja St. Yoseph di Bintaran dibuka pada tahun 1934.
Dia berusaha untuk meningkatkan rasa ke-Katolikan di masyarakat Katolik dan perlunya hubungan keluarga Katolik yang kuat. Soegijapranata dikonsekrasikan sebagai vikaris apostolik dari Vikariat Apostolik Semarang pada tahun 1940. Meski jumlah umat Katolik bertambah setelah ia dikonsekrasikan, Soegijapranata harus menghadapi berbagai tantangan.
Pada awal tahun 1942, Jepang menduduki Hindia Belanda, dan selama waktu itu banyak gereja diambil alih dan banyak pastor ditangkap atau dibunuh. Soegijapranata berhasil lolos dari tragedi ini dan menghabiskan periode pendudukan mendampingi umat Katolik di vikariatnya sendiri. Semarang bergejolak setelah Presiden Soekarno mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Soegijapranata membantu menyelesaikan pertempuran Lima Hari dan menuntut pemerintah pusat mengirimkan seseorang dari pemerintah untuk menangani kerusuhan di Semarang. Meskipun permintaan ini ditanggapi, Semarang menjadi lebih rusuh, dan Soegijapranata pada tahun 1947 pindah ke Yogyakarta.
Selama revolusi nasional, Soegijapranata berusaha mengangkat nama Indonesia di dunia dan meyakinkan umat Katolik untuk memperjuangkan negaranya. Soegijapranata Kembali ke Semarang setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia.
Dia banyak menulis tentang komunisme dan berusaha untuk meningkatkan otoritas Katolik pada periode pasca-revolusi, serta menjadi perantara beberapa partai politik. Ketika Tahta Suci menetapkan enam provinsi gerejawi di wilayah Indonesia pada tanggal 3 Januari 1961, ia diangkat menjadi uskup agung. Soegijapranata menghadiri sesi pertama dari Konsili Vatikan II.
Ia meninggal pada tahun 1963 di Steyl, Belanda, dan jenazahnya diterbangkan kembali ke Indonesia. Ia dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Giri Tunggal Semarang. Soegijapranata dihormati oleh orang Indonesia, baik pemeluk Katolik maupun bukan.
ADVERTISEMENT
Berbagai biografinya telah ditulis oleh berbagai penulis, dan sebuah film biopik fiksi berjudul Soegija karya Garin Nugroho, diluncurkan pada tahun 2012. Universitas Katolik Soegijapranata adalah nama universitas di Semarang yang dinamakan untuk Soegijapranata.

Meninggalnya Ida Kusumah

Nyi Raden Siti Endeh Ida Hendarsih Atmadi Koesoemo (31 Agustus 1939 – 25 November 2010) adalah seorang aktris berkebangsaan Indonesia.