Bulan depan, RI-Australia teken perjanjian dagang

Konten Media Partner
15 Februari 2019 16:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
JAKARTA, kabarbisnis.com: Setelah memakan proses yang cukup lama, Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan akan menandatangani Kemitraan Ekonomi Komprehensif dengan Australia atau Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) pada Maret 2019 mendatang.
ADVERTISEMENT
Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita menuturkan, penandatanganan IA-CEPA akan dilakukan pada Maret 2019. Kata dia, penandatanganan Kemitraan Ekonomi Komprehensif dengan Australia itu akan dilakukan bersamaan dengan bisnis forum pada tahun ini.
"Penandatanganan IA-CEPA di bulan Maret ya, sekalian kita adakan forum bisnis," jelasnya di Gedung Kemendag, Jakarta Pusat, Kamis (14/2/2019).
Seperti diketahui, sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Perdana Menteri Scott Morrison, pada Agustus 2018, telah melakukan finalisasi kesepakatan IA-CEPA. Kedua pemimpin juga berkomitmen akan meneken perjanjian itu pada akhir tahun 2018.
Namun, ketika Australia pada Oktober 2018 berencana untuk memindahkan kedutaannya di Israel ke Yerusalem, dan kemudian --pada Desember 2018-- mengakui Yerusalem Barat sebagai ibu kota Negeri Bintang David, muncul kekhawatiran bahwa penandatangan IA-CEPA akan terganggu. Terlebih, mengingat Indonesia adalah salah satu negara yang berkomitmen memperjuangkan hak Palestina atas status Yerusalem.
ADVERTISEMENT
Adapun dengan kerja sama IA-CEPA ini, Indonesia akan memperoleh beberapa manfaat penting dari kerja sama dagang tersebut. Dalam hal perdagangan barang, ekspor Indonesia akan meningkat ke Australia karena Australia telah memberikan komitmen untuk mengeliminasi bea masuk impor untuk seluruh pos tarifnya menjadi 0 persen.
Beberapa produk Indonesia yang berpotensi untuk ditingkatkan ekspornya antara lain produk otomotif (khususnya mobil listrik dan hibrid), kayu dan turunannya termasuk furnitur, tekstil dan produk tekstil, ban, alat komunikasi, obat-obatan, permesinan, dan peralatan elektronik.
Sementara itu, untuk sektor industri atau manufaktur, Indonesia dapat mengakses bahan baku dasar atau penolong produksi yang lebih murah dan berkualitas untuk kemudian diekspor ke negara ketiga.