Ini PR di sektor perekonomian untuk presiden dan wapres terpilih

Konten Media Partner
18 April 2019 14:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
JAKARTA, kabarbisnis.com: Pasangan calon presiden dan calon wakil presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'aruf Amin untuk sementara dinilai unggul dari hasil hitung cepat pada Pemilu 2019 ini. Jika nantinya, hasil perhitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sesuai dengan hasil hitung cepat, maka tugas besar sudah menanti presiden dan wakil presiden mendatang.
ADVERTISEMENT
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, setidaknya ada tiga pekerjaan rumah (PR) utama di bidang perekonomian yang mesti menjadi prioritas Jokowi-Amin untuk jangka pendek.
Pertama, soal perpajakan. Pemerintah mesti mengungkit rasio pajak lebih tinggi untuk menambah penerimaan negara. Tahun lalu, rasio pajak memang naik sedikit dari sebelumnya menjadi 11,5%.
“Tapi, pencapaian tax ratio tersebut juga masih jauh dari target dalam RPJMN 2015-2019 sebesar 15,2%. Itu juga tercermin dari shortfall pajak yang masih terjadi,” kata Eko.
Hal kedua yang dinilai urgent oleh Indef adalah perbaikan neraca transaksi berjalan yang masih terus mencatatkan defisit. Tahun ini, laju impor memang mulai terlihat menurun. Namun Eko mengatakan, upaya itu harus terus berlanjut secara konsisten, terutama impor barang konsumsi.
ADVERTISEMENT
Sebab sebelumnya, Ekonom Senior Indef Nawir Messi, menilai, porsi impor barang konsumsi yang berkisar 9% dalam tiga tahun terakhir menunjukkan industri dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri diakibatkan dengan semakin bergesernya struktur ekonomi ke arah jasa.
Ketiga, yang tak kalah penting, Eko menuturkan, pemerintah mesti mampu menjaga sekaligus meningkatkan daya beli masyarakat. Sebab, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sangat ditopang oleh konsumsi rumah tangga.
Menurut Eko, tren inflasi saat ini terbilang sangat rendah. Maret lalu, inflasi secara tahunan tercatat 2,48% year-on-year (yoy). "Tapi, inflasi rendah itu tidak cukup mengangkat daya beli yang masih stagnan di kisaran 5%. Sangat mungkin inflasi rendah saat ini disertai dengan penurunan daya beli,” ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Apalagi, gelontoran dana bantuan sosial tak mungkin terus mekar seperti tahun ini ke depannya. Lantas, diperlukan strategi lain untuk mempertahankan daya beli dan konsumsi domestik.