Konten dari Pengguna
Kesehatan Mental Perempuan: Potret Sunyi dalam “The Yellow Wallpaper”
22 Juni 2025 20:09 WIB
·
waktu baca 2 menitKiriman Pengguna
Kesehatan Mental Perempuan: Potret Sunyi dalam “The Yellow Wallpaper”
Cerita ini menggambarkan bagaimana kesehatan mental perempuan sering diabaikan oleh sistem patriarki, dan menunjukkan bahaya membungkam suara mereka demi "istirahat."Kamalia Rosidah

Tulisan dari Kamalia Rosidah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Simbolisme Tekanan Sosial dan Kesehatan Mental Perempuan dalam “The Yellow Wallpaper”
ADVERTISEMENT
The Yellow Wallpaper karya Charlotte Perkins Gilman adalah cerita pendek yang tampaknya sederhana, namun menyimpan makna mendalam tentang kesehatan mental perempuan. Melalui narasi personal yang menggugah, cerita ini menyuarakan penderitaan batin yang kerap tak terlihat oleh dunia luar.
ADVERTISEMENT
Dari sudut pandang psikologis, kisah ini menunjukkan bagaimana penderita gangguan mental bisa menjadi korban dari lingkungan yang tidak memahami kondisi mereka. Tokoh utama—seorang perempuan yang baru saja melahirkan—didiagnosis mengalami nervous depression atau kelelahan saraf. Namun alih-alih mendapat dukungan psikologis, ia justru dikurung oleh suaminya sendiri yang juga seorang dokter. Ia dilarang menulis, berpikir, atau melakukan kegiatan apa pun yang dianggap “menguras tenaga.” Inilah bentuk dari rest cure, metode pengobatan populer pada abad ke-19, yang kini terbukti justru memperburuk kondisi mental banyak perempuan.
Dalam perspektif psikologi modern, sangat jelas bahwa karakter utama mengalami depresi pasca-melahirkan. Sayangnya, isolasi dan penyangkalan dari orang terdekat hanya memperparah keadaannya. Ia mulai mengalami halusinasi dan melihat sosok perempuan lain yang terperangkap di balik pola dinding kamar. Sosok ini menjadi simbol dari dirinya sendiri—terjebak dalam sistem sosial yang menekan dan membungkam. Identifikasi dirinya dengan perempuan di balik wallpaper mencerminkan pikiran yang mulai retak akibat kesepian dan kurangnya empati.
ADVERTISEMENT
Yang menjadikan cerita ini begitu kuat adalah kenyataan bahwa suara sang tokoh perempuan terus-menerus diabaikan. Bahkan suaminya, yang seharusnya menjadi pendukung utama, justru meremehkan kondisinya. Hal ini masih sering terjadi hingga sekarang: penderita gangguan mental dianggap berlebihan, tidak dipercaya, bahkan diminta untuk “berpikir positif saja.” Padahal, kesehatan mental perempuan—dan semua orang—tidak bisa dipulihkan dengan pengabaian dan kesunyian, melainkan dengan pemahaman, pengakuan, dan dukungan yang sehat.
Cerita ini juga memperlihatkan bagaimana metode pengobatan yang keliru dalam sejarah medis bisa berdampak fatal, terutama bagi perempuan. Rest cure menjadi simbol nyata dari sistem yang lebih fokus mengendalikan perempuan daripada menyembuhkan mereka.
The Yellow Wallpaper adalah pengingat tajam bahwa tekanan mental bukan sesuatu yang bisa disembuhkan dengan diam. Mendengarkan, memahami, dan menciptakan ruang aman untuk berekspresi adalah langkah penting dalam perjalanan penyembuhan. Di era sekarang, ketika kesadaran akan kesehatan mental semakin meningkat, karya ini tetap relevan—sebagai suara yang terus menyuarakan apa yang dulu dipaksa untuk diam.
ADVERTISEMENT