Mengantisipasi Risiko Bencana Secara Partisipatif di Teluk Kolono

Kamaruddin Azis
Blogger di www.denun.id. Cinta pesisir dan laut Indonesia.
Konten dari Pengguna
26 Februari 2018 22:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kamaruddin Azis tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Memetakan risiko kebencanaan bersama warga di Teluk Kolono (foto: DFW Indonesia)
ADVERTISEMENT
Pengorganisasian merupakan hal mendasar dalam meningkatkan daya tahan masyarakat dari ancaman bencana alam. Dengan pengorganisasian, masyarakat akan dapat membaca gejala dan sejatinya akan mampu mengantisapi perubahan-perubahan eksternal maupun internalnya.
Salah satu isu yang perlu diantisipasi oleh masyarakat adalah perubahan iklim dan kebencanaan. Respon dan tanggap cepat sangat diperlukan manakala terjadi situasi emergency terutama dalam menghadapi dan meminimalisir resiko bencana.
Substansi fasilitasi
Program USAID-APIK atas kerjasama dengan DFW-Indonesia memandang pula bahwa peran masyarakat merupakan hal fundamental terkait antisipasi kebencanaan ini. Oleh sebab itu, telah difasilitasi pembentukan dan meningkatkan kapasitas siaga bencana di Desa Awonio dan Desa Rumba-Rumba, Kecamatan Kolono, Kabupaten Konawe Selatan.
Laode Hardiani, fasilitator DFW di Desa Awonio mengatakan bahwa tujuan dari fasilitasi ini adalah untuk memberikan wawasan dan keterampilan tentang aspek-aspek kebencanaan pada kelompok dan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Selain itu, hal ini bertujuan untuk memperkenalkan konsep bencana, fenomena perubahan iklim, konsep dasar tangguh bencana, peran dan tugas anggota kelompok serta ikut serta dalam menyusun prosedur tanggap darurat (PROTAP).
Menurut Hardiani, karakteristik wilayah desa Awonio dan desa Rumba-Rumba sangat rentan dengan bencana hidro-meteorologi seperti banjir, kekeringan, angin puting beliung, serta ancaman bencana biologi seperti penyakit tanaman. Inilah yang menjadi alasan mengapa kegiatan ini penting diberikan kepada anggota KSB dan masyarakat desa Awonio dan desa Rumba-Rumba.
Selain Laode Hardiani yang bertugas di Awonio, terdapat pula Miswa yang memfasilitasi Desa Rumba-Rumba. Keduanya berhasil memfasilitasi pembentukan KSB yang merupakan inisiatif masyarakat yang peduli dan terpanggil menjalankan tugas kemanusiaan.
“Proses pembentukan KSB desa Awonio dilakukan secara partisipatif dan musyawarah mufakat dan kekeluargaan” kata Laode Hardiani.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, menurut Kepala Desa Awonio, Arifin, mengatakan bahwa keberadaan kelompok tersebut sangat penting terutama dalam memastikan kemampuan teknis anggota kelompok jika terjadi bencana di desa.
“Ini proses yang sangat penting dan keberadaan KSB akan sangat membantu pemerintah desa nanti jika terjadi bencana” imbuh Arifin.
Arifin berharap kelompok yang telah terbentuk tersebut akan terus aktif meningkatkan kapasitas SDM dan kelembagaan agar betul-betul berguna jika terjadi bencana.
Berbagi informasi tentang risiko bencana (foto: DFW Indonesia)
Dalam kesempatan yang sama, Ketua KSB Awonio Jaya, Beddu Amin mengatakan bahwa semua anggota kelompok berkomitmen untuk terus memantau perkembangan fenomena perubahan iklim yang terjadi serta potensi bencana yang kemungkinan terjadi di desa Awonio.
ADVERTISEMENT
“Walaupun dianggap sebagai wilayah yang stabil dari ancaman bencana, kami akan tetap siaga dan meningkatkan kewaspadaan terhadap situasi dan kejadian bencana” kata Beddu Amin.
Beddu Amin sangat mengapresiasi kegiatan ini karena untuk pertama kalinya kelompok siaga bencana diberikan wawasan, keterampilan serta teknik-teknik tindakan pertama melakukan pertolongan dan evakuasi jika terjadi bencana.
“Kegiatan ini memberi wawasan baru bagi kami anggota kelompok dan ini pasti bermanfaat di masa yang akan datang,” katanya.
Dia juga memberikan gambaran dampak dari perubahan iklim yg dirasakan masyarakat desa Awunio. Akibat dari perubahan iklim selain memberikan ancaman bencana banjir, juga berdampak pada munculnya berbagai penyakit pada tanaman, tidak terkecuali pada tanaman perkebunan seperti penyakit busuk buah pada tanaman jambu mete dan kakao.
ADVERTISEMENT
Pada tahun ini harapan masyarakat desa Awonio untuk memetik buah jambu mete dengan jumlah banyak akhirnya pupus karena ratusan hektar tanaman unggulan mengalami gagal panen karena hujan yang mengguyur. Bunga jambu mete menjadi rusak serta gagal mengeluarkan buah. Para petani hanya bisa pasrah.
“Kami tidak tahu mau berbuat apa lagi sebab itu merupakan mata pencaharian kami,” keluh Beddu. Gagal panen yang dialami petani jambu mete dalam beberapa tahun belakangan ini mengakibatkan kerugian hingga puluhan juta.
Beddu yang kini berusia 50 tahun, menceritakan bahwa sekitar 30 tahun yang lalu, dia menghabiskan waktu bekerja di kebun serta merasakan bagaimana ‘nikmatnya’ menjadi petani.
Dulu hasil panen sangat melimpah dan menopang kehidupan keluarganya, namun akhir-akhir ini hasil panen perkebunan jauh menurun. Bahkan komoditi kakao yang dulu menjadi salah satu komoditi unggulan masyarakat desa Awonio. Punah akibat serangan hama sehingga tanaman kakao banyak yang mati.
ADVERTISEMENT
Dari pengalaman ini itulah, Beddu termotivasi untuk bergabung menjadi anggota Kelompok Siaga Bencana di desa Awonio.
Awonio sesungguhnya sangat potensil dari sisi sumber daya alam. Desa ini adalah salah satu dari 10 desa yang ada di sekitar kawasan Teluk Kolono. Berpenduduk sebesar 526 jiwa atau sekitar 142 KK. Memiliki potensi sumberdaya pertanian seperti kopra, jambu mete, kakao dan merica.
Menurut Hardiani, keberadaan kelompok siaga bencana ini diharapkan akan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana dan perubahan iklim dengan cara yang terukur dan mempertimbangkan situasi desa, kesadaran kolektif warga hingga keterbukaan pada kerjasama dengan pihak lain seperti unit kerja Pemerintah Daerah seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
DFW-Indonesia sebagai organisasi perkumpulan yang telah banyak melakukan upaya pendampingan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil memandang bahwa bahwa apa yang dilakukan di kedua desa tersebut sebagai manifestasi tanggung jawab sosial dan lingkungan dalam mengelola keragaman sumber daya sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap risiko bencana.
ADVERTISEMENT
“Fasilitasi di kedua desa ini menjadi komitmen DFW untuk menjadi bagian dari pengelolaan sumber daya alam serta terus aktif dalam melakukan advokasi, baik regulasi dan kebijakan kelautan di tingkat kabupaten, provinsi maupun nasional,” tambah Hardiani.
Bagi DFW, hadirnya USAID-APIK adalah peluang besar untuk membantu sekaligus mendorong peran serta para pihak dalam mengantisipasi perubahan iklim dan ketangguhan di 3 wilayah yaitu Jawa Timur, Sulawesi Tenggara dan Maluku.
Bagi Hardiani, penguatan yang dilakukan di kedua desa ini setidaknya telah membuktikan bahwa pemahaman masyarakat untuk paham risiko dan selalu tanggap bencana telah meningkat dan dengan pendekatan kelompok siaga bencana mereka akan bisa bekerja sama dan mengalokasikan sumber daya dalam mengantisipasi kebencanaan.
“Jadi tidak lagi menjadi pasif atau bergantung pada pihak luar,” pungkas Hardiani.
ADVERTISEMENT