2 PRT Korban Penyiraman Air Panas Dapat Tawaran Melanjutkan Kuliah

Konten Media Partner
18 September 2019 15:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Santi Yuni Astuti (ujung kiri) bersama Nyoman Sudiantara, Eka Febriyanti dan Paskalis Prasetya (LPSK) - kanalbali/IST
zoom-in-whitePerbesar
Santi Yuni Astuti (ujung kiri) bersama Nyoman Sudiantara, Eka Febriyanti dan Paskalis Prasetya (LPSK) - kanalbali/IST
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
DENPASAR,kanalbali - Masih ingat kasus penyiraman air panas dan penganiayaan pada 2 pembantu rumah tangga di Gianyar pada Mei 2019 silam? Kasus itu kini sudah bergulir di PN Gianyar. Adapun 2 orang korban, Eka Febriyanti dan Santi Yuni Astuti, berada di rumah aman dengan difasilitasi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
ADVERTISEMENT
Perkembangan terbaru, dua korban itu mendapat tawaran untuk melanjutkan kuliah dari pengacara senior Nyoman Sudiantara. “Sejak awal saya terharu mendengar kisah mereka tapi baru bisa komunikasi sekarang melalui LPSK,” kata Sudiantara, Rabu (18/9) di Denpasar.
Pada Selasa (17/9), tokoh yang akrab disapa Ponglik ini sempat bertemu keduanya untuk mengkomunikasikan maksudnya tersebut. “Alasannya, semata-mata karena kemanusiaan, juga agar jangan sampai ada pemikiran bahwa seperti itu sikap orang Bali terhadap orang luar,” sebutnya.
Dia mengaku, memiliki keyakinan, bahwa bila bisa memberi orang kebaikan atau hal positif dengan iklan, maka itulah sejujurnya bekal yang dibawa nanti saat pergi dari dunia fana ini.
Dijelaskannya, tawaran untuk menjalani kuliah itu bersifat terbuka dimana keduanya juga boleh memilih untuk bekerja sesuai dengan ketrampilannya. Yang paling penting, kata dia, keduanya bisa melepaskan diri dari trauma dan rasa takut dari ancaman-ancaman yang sempat diterima sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Menanggapi tawaran itu, Eka menyatakan sangat berterima kasih. “Ini sungguh tidak kami duga sebelumnya,” katanya. Dia dan adik tirinya Yuni menyebut, masih ingin kuliah dan kalau bisa sambil bekerja. Tapi meminta waktu untuk meminta ijin kepada orang tua terlebih dahulu.
Sementara itu pihak LPSK yang diwakili petugas biro Pemenuhan Hak Saksi dan Korban, Paskalis Prasetya menyebut, adanya tawaran semacam itu merupakan hal yang sangat diharapkan lembaganya. “Sebab ini bagian dari tanggungjawab masyarakat yang juga diatur dalam UU untuk memenuhi hak rehabilitasi dari korban,” ujarnya.
Selama ini, hak tersebut diupayakan LPSK untuk dipenuhi oleh pemerintah melalui instansi yang terkait. Tetapi umumnya prosesnya menjadi lebih rumit karena adanya prosedur adminstrasi dan birokrasi. Bila bantuan itu bisa terwujud, , menurutnya, juga adalah yang pertama terjadi di Indonesia dan bisa menjadi model untuk dikembangkan dalam berbagai kasus. (*)
ADVERTISEMENT