Agus Martayasa, Melawan Disabilitas Lewat Lukisan

Konten Media Partner
4 Oktober 2019 14:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Agus Martayasa (kanan) bersama sang ayah Ketut Sudana (kanalbali/KR13)
zoom-in-whitePerbesar
Agus Martayasa (kanan) bersama sang ayah Ketut Sudana (kanalbali/KR13)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
DENPASAR, Kanalbali - Keterbatasan bukan alasan terpuruk dalam kesedihan. Di usia yang menginjak 21 tahun, Agus Martayasa yang lumpuh kakinya dan tak bisa bicara telah banyak menghasilkan karya lukisan.
ADVERTISEMENT
Kini olah kreatifnya dipamerkan di Taman Budaya, Denpasar. Ayahnya, Ketut Sudana menjelaskan, bakat yang dimiliki putranya dimiliki sejak dari kecil. "Ya saya sangat bersyukur, karena di keluarga kita tidak ada yang menjadi pelukis. Bahkan saya hanya tukang tempel batu," ujarnya, Sabtu (4/10)
Kemampuan Agus mulai dilirik banyak pihak setalah sang anak tamat SMP. "Sejak tahun 2014 itu baru benar-benar ditekuni, hasilnya seperti ini," ujarnya sembari menunjukkan lukisan karya Agus.
Tema lukisan tak jauh dari adat dan budaya Bali dan yang paling dipampang dalam festival kesenian Bali untuk disabilitas hari ini adalah lukisan para Dewa dalam ajaran hindu. "Saya juga tidak tahu, kebanyakan hasil lukisannya lebih kapada lukisan para dewa-dewa. Mungkin dengan melukis seperti itu, perasaan dia bisa lebih nyaman dan tenang," Ungkap Sudana
ADVERTISEMENT
Selama ini sang anak tidak masuk dalam yayasan disabilitas. Tapi diakuinya, bahwa banyak pihak sudah membantu memberikan jalan agar karya anaknya bisa diikutkan dalam pameran ataupun festival. "Dia juga tak aktif di komunitas , anak saya ini hanya belajar melukis sama teman-temannya saja," Ungkap.
Selain dituangkan dalam sebuah kanvas atau kertas, lukisan Agus juga sudah tertuang dalam sebuah kaos. Namun baju/kaos yang ada karya lukisan agus tidak dijual secara komersil di pasaran. "Belum dijual dipasar, hanya saja kalau ada yang mesan baru kita buatkan," jelasnya.
Untuk persoalan harga, Sudana mengaku tidak berani mematok harga, baginya penagalaman dan pertemanan sang anak masih jauh lebih penting daripada mematok harga sebuah karya. "Belum matok harga kita, sukarela dulu. Kalau bajunya, ini biasanya orang orang beli dengan harga 100 ribu," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Dia juga mengapresiasi langkah yang diambil oleh pemerintah provinsi untuk mengadakan ajang festival kesenian Bali (FKB) bagi disabilitas. Dirinya juga berharap, ajang ajang seperti itu bisa terus diagendakan setiap tahun untuk memberi pesan bahwa para disabilitas juga memiliki kemampuan khususnya di dunia seni. (kanalbali/KR13)