Belajar Cinta Lingkungan lewat Dongeng di Festival Tepi Sawah, Bali

Konten Media Partner
8 Juli 2019 5:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Made Taro saat mendongeng di Festival Tepi Sawah, Minggu (7/7) - kanalbali/IST
zoom-in-whitePerbesar
Made Taro saat mendongeng di Festival Tepi Sawah, Minggu (7/7) - kanalbali/IST
ADVERTISEMENT
PEJENG, kanalbali.com - Nama Made Taro sudah kondang sebagai penutur cerita-cerita rakyat Bali. Kakek, atau yang dalam bahasa Bali disebut pekak, kelahiran tahun 1939 itu menjadi 'magnet' Festival Tepi Sawah hari kedua, Minggu (7/7).
ADVERTISEMENT
Made Taro berhasil meraih perhatian puluhan anak yang datang untuk mendengarkannya berdongeng. Selain itu, ada juga turis yang ikut menikmati ia menggunakan tiga bahasa, yakni bahasa Indonesia, Bali, dan Inggris.
Kisah-kisah jenaka dia kombinasikan dengan permainan anak-anak, seperti dalam cerita 'Dadong Dauh' yang terinspirasi dari lagu rakyat Bali. Syair lagunya berkisah tentang kerepotan seorang nenek menghadapi keusilan anak-anak.
Made Taro tak lupa menyisipkan pesan untuk menjaga lingkungan hidup dalam nyanyiannya, salah satunya yang terkandung dalam lirik lagu 'Burung Camar'. Lagu itu dia jadikan sebagai sumber cerita. Made Taro mengganti sepenggal liriknya menjadi, "Kurangi, gunakan kembali, dan daur ulang".
Tentu itu menjadi pesan dan pengingat agar manusia selalu mencintai lingkungan hidupnya dengan mengurangi dan mendaur ulang sampah.
Anak-anak bergembira bersama Pekak Taro di Festival Tepi Sawah (kanalbali/IST)
Pesan untuk mendaur ulang itu langsung dipraktikkan dalam sesi workshop bersama Arum Christina. Sebanyak 80 anak yang dibagi ke dalam beberapa sesi diajak untuk melukis botol plastik bekas menggunakan cat akrilik water-based yang aman.
ADVERTISEMENT
Botol-botol bekas yang sudah dikreasikan itu dapat dipakai untuk pot tanaman atau kotak pensil. Melalui kegiatan ini, Arum ingin mengajarkan kepada mereka untuk mengurangi sampah plastik dan memanfaatkan sampah sebagai barang yang bisa digunakan kembali.
“Festival ini menjadi momen untuk menyebarkan pesan agar orang aware kenapa kita mesti membuat art dari botol bekas agar bisa dipakai lagi,” kata Arum, Minggu (7/7).
Kegiatan itu dilanjutkan dengan mengajak anak-anak menggambar pahlawan super atau superhero yang dibimbing oleh Gustra Adnyana dari Little Talks, sebuah kafe dan perpustakaan yang ada di Campuhan, Ubud.
“Kita memang fokus dalam pengembangan imajinasi karena kita tahu anak-anak Indonesia, kan, banyak sekali yang tidak pernah membaca, kadang hanya tahu dari TV,” ujar Gustra.
Workshop memainkan kendang bersama Made Ciat (kanalbali/IST)
Gustra mengungkapkan banyak anak-anak yang membuat superhero yang memiliki karakter untuk menyelamatkan sawah. Menurut dia, hal itu terkait dengan anak-anak Bali yang memang hidup sangat dekat dengan sawah, sehingga mereka memiliki imajinasi bahwa sawah merupakan rumah mereka.
ADVERTISEMENT
Tetapi, kata dia, imajinasi anak-anak itu tetap mendapat pengaruh dari tontonan televisi. Hal itu bisa dilihat dari kekuatan yang dimiliki superhero yang mereka buat, yakni angin, api, dan air.
“Namun hal ini cukup bagus. Harapan saya, lewat sesi ini bisa tercipta buku anak sendiri dari Indonesia dan ide-ide mereka bisa dibawa ke lingkungan sehari-hari,” kata Gustra. (kanalbali/RLS)