Bertahan Tinggal di Denpasar, Korban PHK Ini Pilih Buka Angkringan

Konten Media Partner
12 Desember 2020 11:33 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Prasetyo Galih di warung angkringan miliknya - IST
zoom-in-whitePerbesar
Prasetyo Galih di warung angkringan miliknya - IST
ADVERTISEMENT
DENPASAR - Gara-gara pandemi, Prasetyo Galih harus mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Enggan pulang kampung, mantan pekerja gudang di kawasan Bandara Ngurah Rai, ini pun nekat buka warung angkringan di Denpasar.
ADVERTISEMENT
Ia menamainya 'Woko Tradisional Kopi & Kucingan Bakar' bertempatdi Jl Ratna, Denpasar, tepatnya di seberang gedung PHDI Bali. Ia membangunnya dengan modal uang pesangon yang tersisa, dan dibantu kawannya, Muhamad Sahroni.
Berbagai menu makanan atau minuman yang dijual, harganya sangat miring. Sangat ramah untuk dompet mahasiswa. "Memang sasaranya mahasiswa sih," kata pemuda asal Lumajang itu.
Mulai dari lima ribu rupiah, berbagai aneka minuman, ataupun nasi bakar Woko sudah dapat dinikmati. Sementara itu, kopi tradisional yang ia jual didatangkan langsung dari kampung halamannya, Lumajang. "Kopi robusta langsung dibawakan dari Lumajang, harganya untuk secangkir murah, cuma Rp. 3 ribu rupiah," ungkapnya.
Barangkali terdengar idealis, namun Galih memiliki keyakinan untuk menghadirkan menu yang biasa dijual di cafe maupun tempat 'tongkrongan beken' ke angkringan sederhana miliknya, di samping jalan. "Ya saya ingin saja menghadirkan menu-menu yang dijual di cafe ada di angkringan saya," katanya.
ADVERTISEMENT
Misalnya menu, leci squash ataupun milk leci di outlet pinggir jalan atau cafe bisa mencapai 15 ribu rupiah, tapi di Woko cuma 5 ribu saja.
Suasana di warung Angkringan 'Woko Tradisional Kopi & Kucingan Bakar' - WIB
Lalu, nasi bakar, pada umumnya dijual 10 ribu rupiah di angkringan lain. Tapi disana dijual dengan harga 5 ribu. Ada juga Rainbow, milk anggur dan Orange squash, biasanya dijual Rp 20 ribu di cafe.
Galih bercerita, pada awal Woko di buka, ia kurang memiliki jaringan atau komunitas. "Biasanya kalau orang buat tempat ngopi kadang ia memiliki komunitas untuk membantu promosi, komunitasnya diundang supaya kelihatan tempatnya ramai. Tapi saya tidak punya, pas seminggu dua minggu buka rasanya ngeri-ngeri sedap, intinya tetep yakin aja dulu," ujarnya Sabtu (12/11/20). "Setelah dibuka sejak 41 hari yang lalu, dan alhamdullilah sudah mulai ada perkembangan," ungkap Galih.
ADVERTISEMENT
Ia berharap, usaha yang kini ia geluti itu tak hanya sebagai 'pelarian' akibat pandemi COVID-19. "Usaha inj ingin saya fokuskan, sewaktunmasih tinggal di kampung dulu saya pernah bua warung, nah sekarang saya mulai lagi di Bali, semoga kedepannya bisa terus berkembang," ungkapnya.
Angkringan Woko buka mulai jam 6 sore hingga 1 dini hari, jika bingung mencari tempat ngopi atau makan malam yang murah, barang kali Woko bisa jadi solusi. (Kanalbali/WIB)