Kelumpuhan Tak Halangi Kadek Windari untuk Berkarya lewat Lukisan

Konten Media Partner
16 Mei 2018 11:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kelumpuhan Tak Halangi Kadek Windari untuk Berkarya lewat Lukisan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
KADEK Windari saat sedang berkarya di rumahnya (kanalbali/GAN)
SINGARAJA, kanalbali.com -- Kadek Windari dari Dusun Yehanakan, Desa Banjarasem, Seririt, Singaraja sudah menyandang disabilitas sejak usianya masih kecil. Tapi kondisi itu tak menghalanginya untuk terus berkarya dan berekspresi melalui seni rupa.
ADVERTISEMENT
“Saya mulai mengalami hal ini (kelumpuhan-red) saat usia 6 tahun dan hingga kini saya tidak bisa berjalan begitupun dengan kakak saya,” ucap Kadek Winda saat dikunjungi kerumahnya. Rabu (15/5)
Perempuan yang akrab disapa Winda itu menuturkan jika keluarganya sempat membawanya ke rumah sakit untuk mengetahui penyebab kelumpuhan tersebut, namun sudah beberapa rumah sakit ia datangi tak satu pun yang mengetahui penyebab dari kelumpuhan itu.
“Dokter spesialis pun seakan menyerah karena tidak menemukan jenis penyakit yang menyerang tubuh kami,” ucapnya.
Kondisi tersebut pun berimbas pada pendidikan, Winda dan kakaknya Agus Setiawan, harus memendam jauh keinginannya untuk mengenyam pendidikan di bangku sekolah. Melihat hal demikian tak lantas membuat putus asa, dari tangan kasih sayang sang ibulah mereka mulai belajar.
ADVERTISEMENT
“Kondisi ekonomi juga menjadi alasan saat itu ibu kami tidak mampu membelikan peralatan tulis, lalu kami belajar diatas tanah. Berhitung, belajar menulis hingga membaca kami lakukan diatas tanah dengan bantuan lidi untuk alat menulis,” kenangnya.
Kelumpuhan Tak Halangi Kadek Windari untuk Berkarya lewat Lukisan (1)
zoom-in-whitePerbesar
SALAH-satu sketsa karya Kadek Windari (kanalbali/GAN)
Di tahun 2002, Winda bersama keluarganya pindah ke kampung halaman sang ibu (Dusun Yehanakan-red) untuk menjalani kehidupan barunya. “Usia saya sekitar 12 tahun pindah ke kampung halaman Ibu di Singaraja mengingat Ibu saya ikut ayah ke Gianyar,” ucap perempuan kelahiran Gianyar, 9 Desember 1990 ini.
Saat berada di Singaraja, Winda beserta saudaranya tak lantas bisa sukses seperti saat ini, banyak proses yang ia lalui bersama sang kakak. Bahkan semangatnya untuk menjalani hidup ia dapatkan dari kebiasaannya membaca buku Mahatma Gandhi yang mengajarkannya untuk hidup lebih kuat, semakin tabah dan terus berjuang.
ADVERTISEMENT
“Buku ini banyak mengajarkan saya tentang kehidupan,” tandasnya.
Perempuan yang mengaku vegetarian ini sadar bahwa setiap orang terlahir dengan kekurangan dan kelebihan masing-masing. “Hidup itu tidak mudah tak peduli kita itu siapa, tapi saat kita mampu menjalani kehidupan ini dengan penuh keiklasan maka semua akan lebih menyenangkan,” ungkapnya.
Selama menjalani proses dan bangkit dari keterpurukan, Winda menyadari jika ia memiliki sebuah potensi besar yang ia bisa kembangkan yakni dengan melukis. “Awalnya saya melukis di atas kertas, melukis Dewi Kwan In atau Sang Budha yang saya temukan di kertas label dupa,” ucapnya.
Lalu pada tahun 2015 ia baru memulai menggunakan kanvas sebagai media untuk melukisnya itu pun dia diperkenalkan media kanvas dari seorang dermawan. “Sebenarnya melukis ini saya lakukan untuk melupakan rasa jenuh seharian berada di rumah,” kisahnya.
ADVERTISEMENT
Winda melukis di atas kanvas berukuran paling besar 60x90 sentimeter sebab jika lebih dari itu dirinya tidak sanggup untuk menggapainya. “Lukisan saya harganya kisaran Rp 1-2 juta dengan pertimbangan kerumitan dan warna untuk menentukan harga,” ucapnya.
Siapa yang menyangka, hasil karya Winda yang lebih banyak mengangkat tema tradisional Bali itu sudah terbang ke berbagai negara di dunia seperti Amerika, Australia, Asia bahkan hingga ke Eropa. “Kalau di Indonesia sendiri cukup banyak yang membelinya,” ucapnya.
Tidak hanya menjual, ternyata anak kedua dari tiga bersaudara ini juga cukup aktif dalam kegiatan sosial seperti ikut lelang dalam kegiatan charity bersama Yayasan Peduli Kanker. “Jadi dalam proses lelang itu uang yang diperoleh akan disumbangkan ke Yayasan Kangker atau ke acara charity yang saya ikuti,” paparnya.
ADVERTISEMENT
Ketika ditanya alasannya kenapa dia cukup semangat dalam mengikuti kegiatan amal, Winda menjawabnya dengan cukup lugas di mana kekurangan bukanlah sebuah halangan untuk membatasi diri saling berbagi. “Bahagia adalah saat kita bisa berbagi cinta kasih kepada sesama,” ungkapnya.
Dia juga menambahkan jika memiliki rezeki harus di bagi untuk keluarga dan juga sesama. “Ini juga bagian dari menjalani kehidupan dan berbahagialah selalu,” ungkapnya.
Dalam sebulan Winda mampu menyelesaikan lukisan antara dua hingga lima lukisan. “Lukisan ini prosesnya sih tergantung tingkat kerumitannya tapi paling lama saya kerjakan dua minggu,” katanya lagi.
Ditanya perihal proses melukis, apakah mengikuti mood, Winda dengan tegas menjawab tidak. “Kalau mengikuti mood, besok kita makan apa,” ungkapnya sembari tersenyum dan mengaku jika ia melukis hingga 12 jam per harinya.Winda juga mengaku saat ini tengah mempersiapkan diri untuk pameran bersama di tahun 2019. (kanalbali/GAN)
ADVERTISEMENT