LBH APIK Bali Desak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Disahkan

Konten Media Partner
18 Februari 2019 17:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
I Gusti Agung Putri (2 dari kiri) bersama aktivis dan politisi perempuan membacakan deklarasi meminta Penhapusan Kekerasan Seksual (kanalbali/IST)
zoom-in-whitePerbesar
I Gusti Agung Putri (2 dari kiri) bersama aktivis dan politisi perempuan membacakan deklarasi meminta Penhapusan Kekerasan Seksual (kanalbali/IST)
ADVERTISEMENT
DENPASAR, kanalbali.com - LBH APIK Bali mengundang para aktivis hingga politisi perempuan untuk berkumpul dan berdiskusi sebagai upaya mendesak pemerintah mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
ADVERTISEMENT
Anggota DPR RI, I Gusti Agung Putri Astrid, yang hadir dalam acara tersebut mendukung sepenuhnya upaya-upaya untuk mendesakkan pengesahan RUU PKS.
“Situasinya sudah sangat mendesak. Apalagi bila dikaitkan dengan masalah perdagangan perempuan dan anak serta kasus pedofilia,” ujar Astrid pada Senin, (18/2).
Anggota Komisi VIII DPR ini membantah tudingan bahwa RUU tersebut bertujuan memberi perlindungan pada pelaku perzinahan dan perilaku LGBT.
“Urusannya tak sampai kesitu. Ini benar-benar hanya untuk melakukan pencegahan dan memberi perlindungan pada korban,” tegasnya.
Menurut Astrid, selama ini belum ada sistem yang terintegrasi ketika kekerasan terjadi pada perempuan sehingga bila terjadi kasus serupa, tidak jelas pula siapa yang bertanggungjawab melakukan penanganan dan bagaimana soal anggarannya.
Astrid melanjutkan, RUU PKS ini diperlukan terutama di Bali, karena Bali sebagai tempat pariwisata kemungkinan besar terjadi perdagangan manusia dan harus dicegah juga diantisipasi.
ADVERTISEMENT
“Pariwisata Bali harus kita usahakan tidak tercemari oleh kekerasan seksual. Kalaupun ada kasus harus bisa segera diselesaikan, siapapun korbannya,” tegasnya.
Sekretaris LBH APIK, Luh Anggreni, menegaskan RUU ini diperlukan untuk menunjukkan keseriusan negara dalam menangani kekerasan terhadap perempuan.
“Jadi hak korban untuk mendapatkan rehabilitasi hingga ganti rugi mendapat perhatian. Sebab kekerasan itu menimbulkan trauma yang berkepanjangan,” pungkas Luh Anggreni.
Saat ini RUU tersebut telah menjadi prioritas DPR, namun menjelang pengesahan ada pihak-pihak yang menebar isu seolah-olah RUU ini adalah hasil perjuangan para feminis yang ingin melegalkan seks bebas.
“Kami dari daerah-daerah ingin mendapatkan dukungan masyarakat,” tegasnya.
Di akhir diskusi semua peserta menandatangani deklarasi untuk mendukung upaya penghapusan kekerasan Seksual. (kanalbali/RFH)
ADVERTISEMENT