news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Mantan Kepala BNPT Sebut Pendekatan Militer Tak Tepat Bungkam Terorisme

Konten Media Partner
31 Oktober 2020 12:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irjen Pol (Purn) Ansyaad Mbai dalam Webinar bertajuk 'Pelibatan TNI dalam Kontra Terorisme' yang diselenggarakan oleh MARAPI dan Program Studi Hubungan Internasional UNUD, Sabtu (31/10) - ACH
zoom-in-whitePerbesar
Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irjen Pol (Purn) Ansyaad Mbai dalam Webinar bertajuk 'Pelibatan TNI dalam Kontra Terorisme' yang diselenggarakan oleh MARAPI dan Program Studi Hubungan Internasional UNUD, Sabtu (31/10) - ACH
ADVERTISEMENT
DENPASAR - Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irjen Pol (Purn) Ansyaad Mbai mengatakan, membungkam kelompok terorisme tak bisa dilakukan dengan cara pendekatan militer. Menurutnya, kelompok teroris hanya bisa dihentikan dengan pendekatan penegakkan hukum lewat sistem peradilan pidana.
ADVERTISEMENT
"Tidak ada kelompok teroris yang dapat dihentikan dengan kekuatan militer, jadi pendekatan yang dipakai harus dengan pendekatan hukum," kata Ansyaad, dalam Webinar bertajuk 'Pelibatan TNI dalam Kontra Terorisme' yang diselenggarakan oleh MARAPI dan Program Studi Hubungan Internasional UNUD, Sabtu (31/10).
Ansyaad menuturkan, pelibatan TNI dalam penanganan kelompok terorisme yang kemudian termaktup dalam Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) terkait melibatkan TNI dalam kontra terorisme di Indonesia, merupakan hal yang harus dipertanyakan. Sebab, bagi dia, pelibatan TNI itu bisa saja keluarga dari amanat UU No. 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Aksi terorisme peledakan bom Bali setiap tahun masih diperingati di monumen bom Bali, Legian, Kuta- IST

Perpres Penangananan Teroris dalam Koridor UU

"Rencana Perpres pelibatan TNI mengatasi terorisme merupakan turunan dari amanat UU No 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Jadi Perpes ini tidak boleh keluar dari koridor UU No 5, tidak boleh keluar dari criminal justice system," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Ia juga mengatakan, bahwa wajar ada banyak masyarakat yang bereaksi dengan adanya Rancangan Peraturan Presiden (Perpres) terkait melibatkan TNI dalam kontra terorisme di Indonesia, pasalnya, ada sejumlah klausul dalam draf Perpres itu yang tak sejalan dengan UU No. 5 Tahun 2018.
"Seperti ada beberapa pasal atau ayat disana yang tidak sesuai lagi dengan UU no. 5 tahun 2018. Misalnya ada penangkalan, penangkalan itu tidak dikenal dalam UU No. 5 Tahun 2018, dan disana tidak dijelaskan secara jelas, dan itu yang dikhawatirkan," ujarnya.
Kekhawatiran lain yang dirasakan oleh sebagian masyarakat, lanjut Ansyaad, adalah berkaca pada pengalaman negara ini dalam penanganan aksi terorisme di Indonesia yang resiko pelanggaran HAM nya cukup tinggi. Resiko itu, bisa saja terjadi jika aparat salah dalam bertindak.
ADVERTISEMENT
"Jadi pada prinsipnya pendekatan yang dipilih oleh semua negara, adalah pendekatan hukum dengan catatan, militer tetap penting, tapi dia adalah kekutan terakhir, yang apabila cirimal justice sysytem ini tidak berfungsi dengan baik karena mereka (teroris) memilik satu kekuatan dan menguasa satu wilayah," ujarnya.
"Jadi penggunaan kekuatan milter itu harus berdasarkan keputusan otoritas sipil oleh pejabat yang dipilh oleh rakyat, ini sangat prinsip dan tidak boleh di lewati," tuturnya. (Kanalbali/ACH)