Mengenal Tumpek Kandang, Tradisi Bali Menghormati Binatang

Konten Media Partner
9 Oktober 2019 16:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mengenal Tumpek Kandang, Tradisi Bali Menghormati Binatang
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
DENPASAR, kanalbali - Saniscara Kliwon Uye yang jatuh pada tanggal 12 oktober 2019 akan jadi saat Tumpek Kandang sebagai hari perayaan bagi binatang-binatang piaraan.
ADVERTISEMENT
“Sebenarnya ini adalah penghormatan terhadap keberagaman hayati dan wujud kasih sayang pada seluruh penghuni alam,” kata Ni Made Ayu Gemuh Rasa Astiti, pengajar di Prody Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa, Rabu (9/10).
Untuk bebantenan atau sesaji selamatan bagi binatang tersebut berbeda-beda menurut golongan binatang-binatang itu antara lain untuk sapi, kerbau, gajah, kuda, dan yang semacamnya dibuatkan bebanten: tumpeng tetebasan, panyeneng, sesayut dan canang raka. Kemudian, untuk selamatan bagi babi dan sejenisnya diperlukan tumpeng-canang raka, penyeneng, ketipat dan belayag.
Selanjutnya, bebanten sebangsa unggas seperti ayam, itik, burung, angsa dan lain-lainnya dibuatkan bebanten berupa bermacam-macam ketupat sesuai dengan nama atau unggas itu dilengkapi dengan penyeneng, tetebus dan kembang payas.
ADVERTISEMENT
“Di sanggah atau merajan dilakukan pemujaan, pengastawa Sang Rare Angon yaitu dewanya ternak dengan persembahan berupa suci, peras, daksina, penyeneng, canang lenga wangi, burat wangi dan pesucian,” jelasnya.
Melalui ritual ini, menurutnya, umat diharapkan mampu mengembangkan sektor peternakan untuk memperkuat sendi-sendi perekonomian. Dia membantah, bila disebut perayaan ini adalah prosesi ritual untuk menyembah hewan.
Tumpek Kandang merupakan perayaan keagamaan untuk memuja Siwa Pasupati, Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang telah menciptakan satwa. Dalam prosesi ritual itu umat memohon agar ternak peliharaannya diberkati kerahayuan dan memberi manfaat secara ekonomi.
“Tetapi, khusus hewan-hewan yang lain, terutama satwa langka, umat mesti melestarikannya seperti penyu hijau, burung jalak Bali, menjangan, kera dan sebagainya. Hewan-hewan langka tersebut mesti dijaga agar tidak sampai mengalami kepunahan,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Untuk menjaga kepunahan satwa langka, di Bali dikaitkan dengan mitologi. Hewan-hewan tertentu dikatakan sebagai duwe Ida Batara (milik Tuhan), seperti sapi putih duwe, bojog (kera) duwe, lelawah (kelelawar) duwe, lelipi (ular) duwe dan sebagainya.
Lewat mitologi seperti itu, kata dia, sesungguhnya umat diajak untuk menajaga dan melestarikan satwa lewat konsep religi. Mitologi seperti itu sepertinya jauh lebih kuat daripada seruan atau ajakan untuk melestarikan satwa langka.
Ni Made Ayu Gemuh Rasa Astiti, pengajar di Prody Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa (kanalbali/IS)
“Dalam konsep Hindu tidak ada satu benda pun yang tanpa kekuatan Tuhan. Ada jiwatman di dalamnya. Oleh karena itu, konsep pengembangan kasih sayang kepada semua makhluk ciptaan Tuhan mesti terus dilakukan. Melalui perayaan Tumpek Kandang, umat hendaknya mengembangkan ternak dengan baik untuk kepentingan hidup dan menjaga dan melestarikan satwa langka agar tidak sampai punah,” paparnya. (kanalbali/IST)
ADVERTISEMENT