Menimbang Ulang Nama Ibu Kota Kabupaten Bangli: Dari Wijayapura ke Amertapura

Konten Media Partner
15 Mei 2021 11:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bale Kulkul Kabupaten Bangli, Bali - Website Pemkab Bangli
zoom-in-whitePerbesar
Bale Kulkul Kabupaten Bangli, Bali - Website Pemkab Bangli
ADVERTISEMENT
BANGLI - Sembilan komunitas pemuda di Kabupaten Bangli yang menghimpun diri dalam Forum Pemuda Bangli turut menyikapi wacana penggantian nama ibukota Bangli. Yakni, melalui diskusi bertema “Mencari Nama Ibukota Bangli” di Sekretariat Sanggar Jarakbank Bangli, Jalan Mohamad Hatta, Bangli.
ADVERTISEMENT
“Karena kami ada dan merasa memiliki Bangli yang 10 Mei 2021 ini merayakan HUT ke-817, maka kami merasa perlu hadir dan menggelar forum bersama," kata Ketua DPK Peradah Indonesia Bangli, IK Eriadi Ariana (Jero Penyarikan Duuran Batur) seperti dalam rilisnya, Sabtu (15/5/2021).
Organisasi/komunitas yang terhimpun dalam Forum Pemuda Bangli adalah DPK Peradah Indonesia Bangli, Sanggar Jarakbank Bangli, Bangli Sastra Komala, Komunitas Belajar Umah Bata, Lingkar Studi Batur, Sanggar Siap Selem, PC KMHDI Bangli, Bangli MetalHeads, dan Lingga Waskita Sejahtera.
Dalam diskusi muncul sejumlah usulan calon nama ibukota Bangli. Perwakilan Bangli Sastra Komala, IGA Darma Putra, membuka perbincangan dengan mengawali pada urgensi penggantian nama ibukota.
Menurutnya, pemerintah atau pihak-pihak yang pertama kali mengusulkan pergantian nama ibukota ini harus menjelaskan secara detail kepada masyarakat alasan penggantian nama ibukota kabupaten satu-satunya yang tak memiliki laut ini.
ADVERTISEMENT
Namun, jika wacana penggantian ibukota itu memang dirasa perlu, pihaknya pun mengusulkan nama Wijayapura yang berarti “kota kemenangan”. Pihaknya berpijak pada setidaknya enam alasan dalam proses pemunculan nama itu, mulai dari dasar yuridis Permendagri No.30/2012 yang berulang kali menegaskan pentingnnya aspek masyarakat dalam perumusan nama ibukota, keberadaan motto “Bangli Bhukti Mukti Bhakti”.
“Nama ini juga memperhatikan keberadaan maskot ‘pucuk bang’ Bangli yang dalam lontar dasanama disebut karawira, dan Wijaya dalam usulan ini juga berarti menang. Selain itu juga terkait dengan nama pasaran Wijayapura atau kajeng yang tertuang dalam prasasti Bali Kuno yang menerangkan Kota Bangli saat ini,” jelas akademisi UHN IGB Sugriwa ini.
Lebih jauh, Wijayapura juga berelasi dengan tata letak pasar yang berada di “ titik tengah” suatu daerah, sehingga dapat melihat bagaimana kondisi perekonomian masyarakat setempat. “Filosofi pasar juga menjadi symbol tempat mengukur kesejahteraan mental, finansial, maupun spiritual,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Perwakilan DPK Peradah Indonesia Bangli, Putu Eka Guna Yasa, mengemukan dua usulan nama, yakni Ranupura dan Amertapura. Nama-nama tersebut muncul dengan berpijak pada tiga landasan berpikir, yakni secara filosofis, ekologis, dan historis.
Danau batur, salah-satu ikon Kabupaten Bangli, Bali - IST
Akademisi Universitas Udayana ini menjelaskan bahwa jika berbicara Bangli, salah satu cirinya yang telah diakui dunia adalah Danau Batur. Dari pijakan filsafat atau katatwan, Gunung Batur dalam Kakawin Purwaning Gunung Agung misalnya disebut sebagai Giri Apuy, di mana di bawahnya terdapat maha amreta (amerta), yakni air suci kehidupan yang sangat utama, yang tiada lain adalah Danau Batur.
“Penyebutan Danau Batur sebagai maha amreta ini penting dilihat, karena meski Bali memiliki empat danau, yang disebutkan sebagai maha amreta adalah Danau Batur. Itu pun kemudian didukung dari aspek ekologis dan historis Bangli yang secara keseluruhan sangat erat dengan unsur air yang menyusui Bali,” paparnya seraya diamini perwakilan PC KMHDI Bangli, Ni Luh Noviani.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, nama Lingga Amerta Pura juga dirasa pantas menjadi nama ibukota Bangli. Pengusulnya, Lingga Waskita Sejahtera yang diwakili I Ketut Sudiarta, menilai usulan tersebut sejalan dengan dengan keberadaan Gunung dan Danau Batur yang merupakan lingga dan yoni Bali. “Lingga Amerta Pura bisa menjadi referensi. Lingga identik dengan Siwa yang mempunyai energi. Amreta tidak bisa lepas dari taksu di mana Bangli telah diketahui sebagai hulunya Bali,” katanya.
Sementara itu, perwakilan Lingkar Studi Batur, Putu Oka Suyasa, lebih menekankan pada aspek yuridis sebagaimana dalam Permendagri No 30 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pemberian Nama Daerah, Pemberian Nama Ibukota, Perubahan Nama Daerah, Perubahan Nama Ibukota, dan Pemindahan Ibukota. Dalam Pasal 2 mislanya dihelaskan prinsip-prinspip penamaan rupabumi yang meliputi penggunaan abjad romawi, satu unsur rupabumi satu nama, penggunaan nama lokal/daerah, hingga paling banyak disusun oleh tiga kata.
ADVERTISEMENT
“Demikian juga pada Pasal 3 Ayat 2 dijelaskan bahwa pengajuan nama ibukota harus memperhatikan faktor sejarah, budaya, adat-istiadat, dan/atau adanya nama yang sama. Jika melihat hal itu, usulan-usulan yang telah muncul hingga saat ini telah masuk ke dalam ranah yuridis,” katanya.
Prinsip-prinsip itu pun dinilai penting dilihat dalam perumusan, meski nantinya pengesahannya juga akan melalui mekanisme di eksekutif dan legislatif. “Sebelum disahkan nantinya wajib ada naskah akademik. Hal inilah yang perlu diperhatikan bersama, dan semoga rumusan yang telah dipaparkan hari ini dapat dipertimbangkan,” katanya.
Pada forum tersebut juga hadir perwakilan dari Puri Agung Bangli. Mereka menjelaskan dua dari tiga usulan nama yang pertama kali dimunculkan yakni, Sukhapura (berdasar jejak sejarah Bali Kuno) dan Arumpura (berdasarkan babad yang ada di Puri Agung Bangli). (kanalbali/RSL)
ADVERTISEMENT