Menjaga Napas Seni Ukir Bali lewat Literasi

Konten Media Partner
15 Juni 2019 11:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wayan Mudana, salah-satu maesto seni ukir Bali dan karyanya (kanalbali/RFH)
zoom-in-whitePerbesar
Wayan Mudana, salah-satu maesto seni ukir Bali dan karyanya (kanalbali/RFH)
ADVERTISEMENT
Di usia 62 tahun, harapan Wayan Mudana membuncah. Yakni, agar seni ukir Bali bisa bangkit lagi dan kembali pada zaman keemasan di era tahun 80-an. Saat itu, karya-karya seniman seangkatannya menghiasi rumah-rumah besar hingga istana negara.
ADVERTISEMENT
Para turis pun menjadi kolektor karya mereka hingga patung kayu dari Bali melanglang buana. Ini bahkan berpengaruh pada gaya patung yang semula hanya terinspirasi dari cerita-cerita wayang, kemudian menjadi medium ekspresi dengan figur-figur serta objek yang digali dari kehidupan di lingkungannya.
Kini, kata dia, untuk menjual patung besar sudah susah sekali. Terakhir, ia menjual kepada tamu dari Amerika tahun lalu dengan harga Rp 150 juta.
“Sekarang untuk kehidupan sehari-hari, saya buka warung kecil,” ujarnya, Jumat (14/6). Ia mematung hanya untuk menghibur hati dan menjaga kelenturan tangannya.
Patung Garuda Wisnu Kencana, salah-satu karya yang populer dibuat oleh seniman ukir Bali (kanalbali/RFH)
Nah, secercah cahaya muncul dengan adanya peluncuran buku bertajuk Menelusuri Warisan Seni Ukir Kayu Bali di ARMA Museum, Ubud, Bali. Buku ini mendokumentasikan perjalanan seni ukir Bali dari gaya fungsional tradisional yang menghiasi berbagai peralatan upacara agama hingga kemudian menjadi ekspresi seni yang bisa dinikmati oleh siapa saja, khususnya para turis.
ADVERTISEMENT
Dalam buku karya penulis Italia, Cesar Biasini Selvaggi, itu juga terdapat profil para maestro seni ukir Bali dan bagaimana mereka mewujudkan karyanya. “Ini menjadi dokumentasi yang penting bagi kita untuk pewarisan kebudayaan Bali,” kata AA Rai dari ARMA Museum.
Bagi dia, seni ukir Bali sendiri tak akan pernah benar-benar mati karena atmosfer berkesenian sebenarnya sudah menjadi bagian hidup orang Bali. Sebagaimana seni tari dan seni rupa, seni ukir juga telah menyatu dalam kehidupan sehari-hari baik untuk ritual keagamaan hingga cara membangun rumah.
Niko Safavi saat menyerahkan buku kepada generasi baru pengukir Bali bersama AA Rai (ujung kanan) - kanalbali/RFH.
Atmosfer itu yang tak akan pernah bisa dihilangkan. “Kalau kemudian ada pariwisata yang membuat segala macam kesenian itu dimodifikasi dan dinikmati banyak orang, maka itu adalah bonus dari kebudayaan,” ujarnya. Hal itu dimungkinkan karena interaksi kebudayaan Bali yang sudah cukup lama dengan orang asing sejak era kolonial.
ADVERTISEMENT
Niko Safavi dari Movilex Indonesia yang mensponsori penerbitan itu menyebut, buku itu adalah sebuah penghargaan atas dedikasi para seniman yang sudah turun temurun melakukan pelestarian. Selama ini, Movilex telah memberikan dukungan melalui produk khusus yang didedikasikan untuk memberikan perlindungan pada kayu yang menjadi bahan dasar pembuatan patung. (kanalbali/RFH)