Nasib Pembuat Garam di Denpasar, Bertahan dalam Keterbatasan

Konten Media Partner
17 Oktober 2018 15:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Nasib Pembuat Garam di Denpasar, Bertahan dalam Keterbatasan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
DENPASAR, kanalbali.com - Kemajuan terus menderu di Kota Denpasar. Tapi sisa-sisa masa lalu sebagain masih mencoba bertahan dalam keterbatasannya. Salah-satunya adalah produksi garam tradisional di sekitar Suwung, Denpasar.
ADVERTISEMENT
Ketika kanalbali.com mengunjungi salah-satu tempat ini, terlihat duua pekerja bernama Haris dan Siswanto sedang ayik melakukan pekerjaaannya. Siswanto mengaduk-aduk air garam yang direbus menggunakan sekop kecil di sebuah tungku yang terbuat dari batu bata berukuran sekitar 1x2 meter.
Sedangkan Haris, mengangkut karung besar yang berisi garam kasar, lalu meletakan di sebuah kotak kayu tempat melarutkan garam yang berukuran 1x 2 meter. 
Adapun pemilik tempat itu adalah Komaruddin. "Saya punya empat karyawan tapi , yang dua masih pulang ke kampungnya di Jawa," ucap Bapak Komaruddin, juragan rumah produksi garam tradisional saat ditemui, Rabu (17/10) sore.
Juragan Komaruddin, menceritakan awal membuka usaha rumah garam sejak tahun 2000. Rumah produksi garam tersebut, berada di Jalan By Pass Ngurah Rai, Gang Ulam Segara, Suwung, Denpasar Selatan.
ADVERTISEMENT
Nasib Pembuat Garam di Denpasar, Bertahan dalam Keterbatasan (1)
zoom-in-whitePerbesar
Untuk garam yang diproduksi adalah garam halus yang tidak mengandung yodium. Komaruddin menjelaskan, untuk garam halusnya, adalah hasil dari olahan garam kasar, yang ia pesan dari Madura Sampang, Jawa Timur. "Garam kasarnya dari Madura, kemudian diolah kembali disini," imbuh pria asal Lombok Timur NTB ini.
Untuk penjualan garam halusnya, Komaruddin sudah mempunyai langganan tetap dan dijual di daerah Bali dalam perhari penjualannya bisa mencapai ratusan kilo garam"Kalau pemesanan garam lancar, kadang dari Gianyar dan daerah lainnya. Kita tidak keliling kadang orangnya (Pelanggan) datang sendiri, dan dijual ke warung-warung dan pasar," jelasnya.
Dalam sebulan, Komaruddin bisa memesan garam kasar sebanyak 10 samprAi 15 ton dari Madura. Kemudian, dioalah kembali hingga menjadi garam halus, dan dalam sehari produksi garam halusnya bisa mencapai 10 karung atau sekitar 1 ton.
ADVERTISEMENT
BAca juga : Bursa Inovasi Desa di Badung Jadi Perhatian Internasional
Sementara untuk proses garam halusnya, dimulai dari melarutkan garam kasar ke air. Setelah larut kemudian air garam tersebut diambil dan direbus selama 3 jam. Setelah dianggap cukup, garam yang sudah mengkristal tersebut kemudian diletakan di sebuah keranjang bambu dan dijemur hingga menjadi keras dan warnanya berubah menjadi putih.
"Disini kita jual garam kasar dan garam halus. Tapi yang banyak laku adalah garam halus. Dalam sehari kita bisa melakukan tiga kali pemasakan," ungkapnya.Untuk garam halusnya, Komaruddin menjual perkeranjang atau sekitar 3 kg seharga Rp 20 ribu. Sementara untuk garam kasar ia jual 1 kg seharga Rp 4 ribu.
"Kalau omzet saya tidak perna hitung, yang penting cukup bayar pekerja, biyaya anak sekolah, dan bayar rumah kontrakan itu saja," tutupnya sambil mematikan rokok merk Gudang Garamnya ke asbak di dekatnya.(kanalbali/KAF)
ADVERTISEMENT