Pandemi Belum Berlalu, Begini Keluh Penjual Souvenir dan Pemijat di Pantai Kuta
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Seperti di Pasar Seni Kuta yang merupakan pusat oleh-oleh khas Bali, akhir pekan ini. Mulai ada kios yang buka, tapi sebagian besar masih menutup rapat dagangannya.
"Saya berapa kali buka tidak ada tamu, sepi sekali. Wisatawan lokal paling ada satu dua yang belanja. Tapi jarang sekali, dan mereka hanya jalan-jalan," kata Wayan Suri (62), Jumat (15/10/2021).
Perempuan asal Kuta, Bali ini, telah berjualan pakian dan sovenir di Pasar Seni sejak tahun 1980. Ia mengaku, untuk kondisi saat ini paling sulit karena imbas Pandemi Covid-19. "Terpaksa pinjam uang ke Bank untuk membayar sewa kios Rp 15 juta," jelasnya.
Sebelum Pandemi, penjualan pakaian dan souvenir di kioasnya per hari bisa mencapai Rp 500 ribu . Namun, semenjak Pandemi Covid-19 dirinya jarang sekali mendapat uang dari hasil penjualan di kiosnya.
ADVERTISEMENT
Sementara, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ia hanya mengandalkan hasil penjualan canang yang dibuatnya dan juga dibantu oleh keluarganya.
Ia juga berharap, dibukanya penerbangan internasional ada wisatawan mancanegara atau wisman yang datang ke Bali. Ia juga rindu bicara sama para turis karena selama corona jarang bule yang mampir ke kios-nya. "Iya sudah lama tidak ngomong sama turis," ujar Wayan Suri.
Sementara, nasib yang sama juga dirasakan oleh seorang nenek bernama Nyoman (70) yang sudah puluhan tahun berprofesi sebagai tukang pijat di Pantai Kuta, Bali.
Ia menceritakan, bahwa untuk saat ini di Pantai Kuta Bali sepi wisatawan asing dan hanya beberapa wisatawan lokal. Nenek Nyoman mengaku sebelum Pandemi Covid-19, dirinya bisa memijat wisatawan asing dan tamu lokal dua atau tiga orang per hari. "Sekarang, lebih banyak tukang pijatnya (daripada tamunya)," katanya. (kanalbali/KAD)
ADVERTISEMENT