Perempuan Terdampak Skizofrenia Gelar Pameran Poster di Rumah Sendiri

Konten Media Partner
11 Mei 2020 15:18 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah-satu pameran yang dilakukan di rumah - IST
zoom-in-whitePerbesar
Salah-satu pameran yang dilakukan di rumah - IST
ADVERTISEMENT
Sejumlah relawan pewarta warga dan perempuan terdampak skizofrenia menghelat pameran karya di rumah. Ini kelanjutan dari kampanye publik menyuarakan perjuangan dalam memulihkan diri dari skizofrenia, mengakses layanan psikososial, dan mendampingi keluarga.
ADVERTISEMENT
Kampanye ini bertajuk ‘Kami Bersuara Kami Mendengar’ dimulai dari Kelas Jurnalisme Warga bersama orang dengan skizofrenia (ODS) dan keluarganya di Rumah Berdaya (RB)-Kelompok Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) Bali, Denpasar. Di pertemuan ini, untuk pertama kali para penyintas ODS dan keluarganya, khusus perempuan bertemu dan saling merekam cerita perjuangan masing-masing.
Setelah itu mereka menuliskan ceritanya di sebuah buku harian, ada juga yang merekam cerita temannya, dan kemudian disalin oleh relawan pewarta warga. Di sisi lain ada anak-anak muda yang tertarik merekam lewat foto dan video pendek. Kolaborasi ini adalah cara belajar memahami persoalan gangguan kejiwaan dan skizofrenia lebih dekat dari penyintasnya.
Dokter Rai, psikiater yang merintis RB-KPSI Bali mengatakan, walau jumlah pasien laki dan perempuan sama, tapi kehadiran perempuan di layanan psikoedukasi minim dengan berbagai alasan. Misalnya, i perlu antar jemput dan harus di rumah saja.
ADVERTISEMENT
Tapi menurutnya ini bisa juga jadi bukti jika perempuan lebih cepat pulih. Perempuan sebagai pendamping keluarganya yang ODS juga sangat penting untuk pemulihan.
Sedikitnya ada 7 rumah yang memajang karya-karya ini di rumahnya. Misalnya rumah Ibu Sulandari, Ibu Sri, Made War, Wayan Sariasih, Savitri, dan Luh De. Rumah Berdaya juga ikut Pameran di Rumah ini dengan memajang foto-foto perempuan yang terlibat dan poster-poster kutipan cerita mereka. Rangkaian kegiatan ini difasilitasi Balebengong dan Citradaya Nita-PPMN. Fotografer muda yang memotret adalah Prema Ananda, Gus Agung, dan Teja Artawan.
Ibu Sri memajang poster dan foto di sejumlah tembok rumahnya. Ia memajang satu poster didampingi satu foto dengan apik usai bekerja sebagai buruh lokasi menjahit baju-baju khas Bali di Denpasar. “Kalau teman-teman saya datang biar dia bisa lihat fotonya,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Bali sendiri masih tertinggi dalam jumlah ODGJ berat menurut Riskesdas 2018. Jumlahnya sekitar 11/1000 rumah tangga, jadi ia berharap pengidap dan keluarga dengan ODGJ jangan merasa sendiri. “Cukup banyak, jumlahnya bisa sekitar 11 ribu. Kenyataan yang berobat tidak banyak,” sebut Dokter Rai. Rata-rata nasional ODGJ berat di Indonesia adalah 7/1000 rumah tangga. ( kanalbal/ RLS)