Slave Of Object, Pameran Mural Sentil Eksploitasi Bali

Konten Media Partner
21 Maret 2020 15:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah-satu karya dalam pameran Slave of Object - KR14
zoom-in-whitePerbesar
Salah-satu karya dalam pameran Slave of Object - KR14
ADVERTISEMENT
Seorang penari tenun, tampak lemah tak berdaya. Ia dipaksa menerima zat-zat asing dari suntikan bermerek produk fashion ternama. Paras cantik wanita Bali itu terlihat tanpa ekpresi, hanya diam menerima kenyataan.
ADVERTISEMENT
Tergambar pula tas belanja yang memilik i wajah, dengan mimik wajah cemas, ia ketakutan jika harus mengangkut barang belanjaan. Atau seorang yang tergeletak lunglai mabuk setelah menghisap barcode produk.
Setidaknya, rasa muak akan kultur konsumerisme begitu terasa pada pameran tunggal mural karya muralis asal Nusa Penida, Wild Drawing (WD) yang dipamerkan di Rumah Sanur, sedari 18 hingga 26 Maret.
Terdapat empat mural yang dilukis dengan dengan cat akrilik di atas media kardus bekas. "Saya menghabiskan seminggu untuk menyelesaikan keempat karya ini,"ujar sang perupa.
Mulai dari menempel kardus ke panel kayu, merancang desain hingga proses finishing ia lakukan di tempat itu. "Setiap mural saya ambil dua harian, semua proses saya lakukan disini,"jelasnya.
ADVERTISEMENT
Pameran bertajuk 'Slave Of Object' kata WD berangkat dari ide tentang perubahan pola pikir masyarakat mengenai fungsi suatu barang. "Barang tidak lagi dilihat dari fungsinya tetapi prestise,"ungkapnya.
Kini, orang memiliki barang sebagai peningkatan sosial. Dengan merek-merek terkenal, para kapitalis berhasil menggiring pola pikir masyarakat dalam melihat suatu barang. Belanja, kini bukan lagi menjadi momen pemenuhan kebutuhan dasar manusia, tetapi juga menjadi saat untuk memenuhi hasrat akan eksistensi sosial yang tak berkesudahan. Belanja adalah candu.
Nyatanya, WD berhasil menyentil perilaku itu dengan menyajikan kreasi nan eksentrik pada pameran tunggalnya. "Saya melihat penari tenun tradisional, awalnya mereka memang membuat kain untuk menutupi badan, namun seiring berjalannya waktu pakaian tidak lagi menjadi penutup badan, tapi strata sosial,"jelasnya.
ADVERTISEMENT
Agaknya, kenyataan pelik itu menjadi gagasan awal WD dalam berkarya. Budaya hedonisme ataupun konsumerisme memang tak akan lekang oleh zaman. Rata-rata, keempat mural itu berukuran 2,5 x 3 meter."Konsumerisme itu seperti candu, manusia menghisap barcode yang biasanya ada di barang, seperti menghisap cocain,"pungkas WD. ( KR14)