Soal MC Perempuan Dilarang Tampil, Ketua DPRD: Tunggu Klarifikasi Gubernur Bali

Konten Media Partner
13 September 2021 12:36 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama - IST
zoom-in-whitePerbesar
Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama - IST
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
DENPASAR - Ketua DPRD Bali yang juga Ketua Deperda DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali, Nyoman Adi Wiryatama enggan memberikan banyak komentar terkait adanya larangan Master of Ceremony (MC) tampil di acara Gubenur Bali, Wayan Koster.
ADVERTISEMENT
Ia menegaskan untuk perlunya menunggu Gubernur Koster memberikan klarifikasi, supaya mendapat kejelasan terkait persoalan ini.
"Kita belum melihat ini secara gamblang, besok kan ada klarifikasi, nanti yang paling tepatnya beliau yang akan menjawab melalui klarifikasinya besok," ujarnya, Senin (13/09/21).
Adi Wiryatama menilai, selama ini program Gubenur untuk masyarakat khususnya perempuan sudah berjalan dengan baik.
"Secara umum saya lihat sudah berjalan dengan baik, mungkin ada satu case-case yang tidak berjalan, mungkin ya ini pas orang mau kerja terus tidak dapat job khan sah-sah saja dia komplain," ungkapnya.
Meski demikian ia mengatakan permasalahan itu, belum menyentuh ke masalah yang perlu dibahas oleh fraksi PDIP. "Belum signifikan, karena tidak masuk ke ranah partai, jadi kasus tertentu saja. Jadi ada orang yang merasa dirugikan silahkan ngomong, silahkan minta klarifikasi," tandasnya.
Screenshot instagram mc yang viral- IST
Sebelumnya, Putu Dessy Fridayanthi mencurahkan kekesalanya melalui Instagram, setelah dilarang tampil sebagai MC memandu acara yang dihadiri Gubernur Koster. Storinya menjadi viral dan banyak direspon oleh masyarakat, salah satunya Ni Luh Djelantik.
ADVERTISEMENT
"Sebelum acara datanglah protokoler Gubernur aku disembunyikan di belakang panggung, enggak boleh keluar sama sekali selama waktu berlangsung, acara off air dulu di Kuta aku boleh nge-MC setelah Pak Gubernur meninggalkan ruangan," ungkapnya.
Ia menilai, perlakuan itu merupakan bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Ia juga tidak bisa bekerja secara profesional karena bingung memandu tanpa melihat acara.
Terlebih lagi, perlakuan itu menghalang-halangi warga yang sedang mencari nafkah. Apalagi saat pandemi COVID-19 karena tidak banyak pihak swasta atau negeri mengelar acara. (Kanalbali/WIB)