Soal Presiden 3 Periode, Mantan Hakim MK Sebut Sangat Sulit Ubah UUD

Konten Media Partner
15 Maret 2021 12:38 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Hakim Mahkamah Konstitusi, I Dewa Gede Palguna saat sidang Perselisihan Hasil Pemilu Umum 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat(21/8) Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Hakim Mahkamah Konstitusi, I Dewa Gede Palguna saat sidang Perselisihan Hasil Pemilu Umum 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat(21/8) Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
DENPASAR - Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) I Dewa Gede Palguna menyatakan, perubahan masa jabatan presiden menjadi 3 periode bukanlah hal yang mudah. .
ADVERTISEMENT
"Tidak mudah bukan hanya dalam pengertian syaratnya sebagaimana diatur dalam Pasal 37 UUD 1945, tetapi juga secara politik. Mengubah UUD itu tidak sama dengan mengubah UU biasa. Ia membutuhkan momentum yg tepat," kata Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana (Unud) Denpasar ini, Senin (15/3/2021).
Adapun Pasal 37 UUD 1945 menentukan,usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. Kemudian, setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar diajukan secara tertulis dan ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya.
Ketiga, untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat. Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya lima puluh persen ditambah satu anggota dari seluruh anggota Majelis Permu-syawaratan Rakyat.
ADVERTISEMENT
Seandainya, perubahan UUD 1945 itu berhasil dilakukan dan presiden dimungkinkan dipilih lebih dari dua kali, Palguna berharap agar Presiden Joko Widodo tak mau maju untuk periode ketiganya.
"Saya hanya bisa mengatakan bahwa dua periode itu sudah cukup bagi setiap pemimpin yang berprestasi dan jika hendak dikenang dengan nama harum. Saya berharap Presiden Jokowi akan menjawab dengan tegas, 'Tidak. Jangan jadikan saya lebih besar dari Indonesia, seperti jawaban George Washington saat hendak dijadikan Presiden buat kali ketiga," tuturnya.
Sementara itu pakar Hukum Tata Negara Universitas Udayana (Unud), Dr Jimmy Usfunan menyebut, wacana tiga periode masa jabatan presiden Joko Widodo akan merusak tatanan demokrasi Indonesia yang selama ini sudah berjalan dengan baik.
ADVERTISEMENT
"Saya tetap setuju dengan kondisi yang ada saat ini, dengan membatasi masa jabatan dua kali periode. Jangan lagi ada wacana membuka tiga periode karena itu mencederai prinsip demokrasi yang telah dibangun selama ini," katanya.
Menurut Jimmy, pihak-pihak yang memunculkan wacana tiga periode masa jabatan presiden itu harusnya bisa melihat sisi historis sidang MPR tahun 98 yang mengeluarkan TAP MPR No. 13 tahun 98. Semangat dari keluarnya TAP MPR itu, lanjut Jimmy, adalah rusaknya demokrasi jika masa jabatan presiden tak dibatasi.
Hukum Tata Negara Universitas Udayana (Unud), Dr Jimmy Usfunan - IST
"Cara berfikir MPR kala itu kan jika tidak dibatasi masa jabatan presiden, maka ini akan menjadi persoalan yang buruk dalam demokrasi. Dan itu logika sejarahnya. Makanya kemudian dari TAP MPR No. 13 itu kemudian dimasukkan dalam pasal 7 UUD dengan membatasi dua masa jabatan Presiden. Jadi aturan itu memang untuk menghindari buruknya demokrasi," kata dia.
ADVERTISEMENT
Alasan lainnya, lanjut Jimmy, adalah sistem Presidensial yang di sejumlah negara besar seperti Amerika membatasi masa jabatan presiden hanya dua periode. Oleh sebab itu, ia tetap mendorong agar masa jabatan presiden tetap dua periode.
"Toh juga di sejumlah negara lain yang menganut sistem Presidensial itu juga membatasi dua kali masa jabatan seperti di Amerika itu dua periode masa jabatan. Karena selama ini, sistem Presidensial itu hampir semua membatasi untuk dua kali masa jabatan, jika ingin memperjuangkan sistem Presidensial itu ya mau tidak mau dua periode," jelasnya.
Jimmy juga tak mau berspekulasi perihal dugaan adanya agenda terselubung dibalik wacana masa jabatan presiden tiga periode itu dimunculkan. Menurut dia, jika alasannya hanya untuk memberikan kesempatan kepada Presiden Joko Widodo karena selama periode kedua ini sibuk mengatasi pandemi COVID-19, langkah itu pun tak tepat.
ADVERTISEMENT
"Apapun masalah dalam penyelenggaraan pemerintahan itu tetap kemudian kita harus bersumber kepada UUD, apalagi masa jabatan 2 periode presiden itu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan besar saat reformasi. Terus sekarang dengan alasan satu dan lain hal ingin merubah pondasi kenegaraan kita? Kan tidak pas, tetap saja harus menyesuaikan dg UUD itu," terangnya. (kanalbali/ACH)