Terapkan Fair Trade, Eksport Tuna Dapat Bonus Premium

Konten Media Partner
24 Maret 2019 6:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustasi : Nelayan dai Ikan Tuna (dok.kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustasi : Nelayan dai Ikan Tuna (dok.kumparan)
ADVERTISEMENT
DENPASAR, kanalbali.com - Sertifikat MSC Eco-Label yang diperoleh melalui skema Fair Trade difasilitasi Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) untuk eksport tuna nelayan Indonesia. Melalui langkah ini, penjualan ikan tuna mendapatkan bonus premium sebesar 0,3 Dolar untuk setiap kilogramnya.
ADVERTISEMENT
"Bonus premium adalah hasil yang diperoleh dari penjualan ikan tuna khusus ekspor luar negeri," kata Wildan, anggota tim The Fisheries improvement MDIP, Sabtu (23/3) saat Journalist Workshop, di Sudamala Suites and Villas Sanur.
MDPI sudah berdiri sejak Juli 2013 dan telah memiliki legalisasi dari Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Skema tersebut diterapkan mulai dari nelayan, supplier (pemasok), pengolahan, penyimpanan, hingga pada buyer atau pembeli.
Ide sertifikasi berawal dari keinginan untuk mengekspor ikan tuna secara berkelanjutan, dengan kualitas yang terjamin. Ini sesuai degan slogan 'Happy People, Many Fish'. "Jadi orangnya dulu yang harus bahagia baru bisa melakukan pengelolaan ikannya dengan baik", tandasnya.
MDPI memiliki 3 skema menejemen, yakni The Fisheries improvement untuk menjadikan perikanan Indonesia yang berkelanjutan. Kemudian, supply chain atau rantai pasokan yang bertugas mengatur pasokan ikan dari nelayan hingga sampai pada buyer dan Fair trade atau perdagangan yang adil.
Suasana Workshop Jurnalis yang dilakukan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI), Sabtu (23/3)- IST
Saat ini, MDPI sudah ada di 15 lokasi di Indonesia, seperti Lombok, Kupang, Sulawesi, Manado, Hulu Utara, Serang Utara, Ternate, Sangana, Tidore, Boru Utara.
ADVERTISEMENT
Setiap 6 tahun sertifikasi akan dievaluasi dan dilakukan perbaikan-perbaikan yang diangggap perlu. Adapun tahapan pertama yang harus dilakukan, yakni pembentukan kelompok nelayan. Dengan memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan sebelumnya, kemudian dilihat bagaimana pembentukan kelompok nelayan tersebut. "Tidak boleh ada diskriminasi dan harus demokratis", tandasnya.
Dana premium yang terakumulasi selama 3 tahun terakhir sudah sebesar Rp 3,1 Miliar. "Dana ini dikelola oleh nelayan, tidak untuk individu. 70% untuk pembangunan intern nya, 30% untuk lingkungan", tutur Wildan. Dana premium merupakan dana milik nelayan yang diperoleh dari bonus premium sebelumnya.
Penggunaan dana, dikembalikan lagi pada kesepakatan nelayan. "Ada yang membeli pelambung, bahkan ada untuk membeli pakian dan membuat tabungan sekolah anak-anaknya", tambahnya.
Setelah dana ini diperoleh, akan ada pembuatan laporan terkait dengan penggunaan dana tersebut, layaknya Laporan Pertanggungjawaban (LPJ).
ADVERTISEMENT
Kelompok Nelayan yang terakhir mendapatkan bonus premium paling banyak yakni di Boru Utara, sedangkan bonus premium sendiri akan keluar setiap pengiriman ikan ke Kargo.
Yang terpenting, dari semua proses ini adalah nelayan mengikuti prosedur yang ada, dengan ikut pada alur yang sudah ditetapkan. "Mulai dari pemilihan assesor dan buyer yang bekerjasama dengan kami", tutupnya. (kanalbali/LSU)