Transmigran Sulawesi Tenggara Asal Bali Mengadu ke Pastika

Konten Media Partner
11 Juli 2018 20:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
DENPASAR, kanalbali.com - Gubernur Bali Made Mangku Pastika menerima audensi dari Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Sulawesi Tenggara, Rabu, 11 Juli 2018.
ADVERTISEMENT
Pengurus PHDI yang merupakan transmigran asal Bali menyampaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi para warga transmigran di Provinsi tersebut khususnya warga Desa Amahola I Maramo, Konawe Selatan, Sulteng.
Seperti disampaikan Anggota PHDI Sulteng Wayan Darmada, warga bertransmigran sekitar 10 tahun mulai bulan Desember 2008 .Namun saat ini di Sulteng tepatnya Desa Amahola I Maramo, Konawe Selatan, ada masalah sertifikat lahan.
Darmada menceritakan permasalahan timbul setelah ada perusahaan perkebunan yang masuk ke wilayah mereka. Patok batas lahan perusahaan sudah mengambil lahan yang menjadi hak para transmigran seluas 90 Hektar.
Disatu sisi, lahan garapan yang ditempati para transmigran belum memiliki sertifikat. Saat ini, dari 600 pengajuan sertifikat seluruh warga, yang baru terbit hanya 108 sertifikat.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, total jumlah warga transmigran yang berjumlah sekitar 200 KK yang diantaranya berasal dari Bali sebanyak 50 KK, Jawa 50 KK, dan warga setempat sekitar 100 KK tersebut juga mengalami kendala infrastuktur jalan, penerangan dan air bersih,
“Saat ini warga kami terisolir, walaupun ini bukan wewenang dan tugas Gubernur Bali atau Pemprov Bali, tapi kami mohon bisa difasilitasi dengan Pemprov Sulteng agar permasalahan ini bisa selesai,” ujar Darmada.
Mendengar hal tersebut, Gubernur Pastika yang juga pernah mengecap pengalaman sebagai seorang transmigran mengaku pernah merasakan hal yang serupa.
Untuk itu, Gubernur Pastika berjanji akan segera menindaklanjuti sesuai kedinasan dengan mengirim surat resmi ke pihak Pemprov Sulteng.
ADVERTISEMENT
“Ini bukan hanya menyangkut warga Bali yang transmigrasi kesana, ini bukan masalah suku atau agama, ini masalah nasional karena disana juga ada warga Jawa,” ujarnya. (Kanalbali/RLS)