Aktivis Organisasi Digerus Teknologi: Anak Organisasi atau Aktivis Organisasi?

Konten Media Partner
10 Juli 2020 18:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi teknologi | Foto: Pexels/Kaboompics .com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi teknologi | Foto: Pexels/Kaboompics .com
ADVERTISEMENT
[Opini oleh Armin Beni Pasapan - Mahasiswa Pascasarjana Administrasi Publik Universitas Mulawarman, Samarinda]
ADVERTISEMENT
Kemajuan teknologi dalam Revolusi 4.0 ternyata bukan hanya menjadi angin segar bagi pengembangan di berbagai sektor yang ada di Indonesia. Tetapi lompatan-lompatan hebat dari tawaran teknologi justru banyak disalahgunakan oleh masyarakat Indonesia, terlebih bagi generasi muda yang diharapkan menjadi bibit-bibit unggul di masa sekarang dan masa mendatang.
Dengan begitu cepat dan mudahnya, akses-akses manusia ke manusia lain dan alat ke alat lain, tentu akan ada efektifitas dan efisiensi baik dari segi biaya materil maupun waktu. Itulah realitas kemajuan teknologi yang sedang berlangsung. Revolusi 4.0 tidak serta merta dapat menghapus peran manusia dalam berbagai jenis aktivitas. Maka dari itu, yang justru harus beradaptasi baik dengan kemajuan teknologi informasi itu adalah manusia itu sendiri, terlebih sekali lagi untuk generasi muda.
ADVERTISEMENT
Narasi ini tentu mewakili berbagai temuan-temuan di lapangan yang sedang krisis pembangunan sumber daya manusianya. Banyak ragam cara membangun sumber daya manusia terlebih di generasi muda saat ini, salah satunya dengan ikut terlibat dalam organisasi maupun komunitas berdasarkan hobi, minat dan lainnya.
Terlibat dalam organisasi maupun komunitas adalah keharusan setiap orang, karena setiap urusan kehidupan kita berada dalam pusaran pengaturan-pengaturan termasuk menyoal spiritualitas sekalipun. Kehadiran setiap individu dalam organisasi maupun komunitas tentu harus memberi sumbangsih terbaiknya. Hal itu penting karena dasarnya berorganisasi adalah memajukan pola pikir diri sendiri, kelompok, lingkungan sekitar bahkan target organisasi itu sendiri.
Di Indonesia, generasi muda mulai dari pelajar, mahasiswa hingga pemuda adalah generasi yang paling mendapatkan posisi dan perhatian yang lebih. Pernyataan ini tentu tidak serta merta asumsi semata, terbukti mulai dari sejarah bangsa dapat merdeka sampai saat ini yang diperbincangkan adalah generasi muda. Taruk-taruk harapan bangsa, begitulah penulis memandang.
ADVERTISEMENT
Kini generasi muda yang disebut-sebut sebagai taruk-taruk bangsa Indonesia ini dalam kegamangan menyikapi kemajuan teknologi informasi. Banyak yang membelok di persimpangan jalan, serasa tidak ingin mempersiapkan diri untuk menantang kemajuan itu.
Hal ini diperparah dengan fakta-fakta di lapangan banyak generasi yang terlibat dalam organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan justru berselingkuh dengan beberapa kegiatan yang jauh dari substansi keorganisasiannya. Padahal, terlibat dalam organisasi itu tidak mudah. Apalagi jika menyandang gelar aktivis. Ada juga yang berhasil dengan kemajuan teknologi tersebut karena berhasil menyesuaikan diri. Menciptakan bentuk karya melalui teknologi berupa bisnis, pelatihan-pelatihan, diskusi-diskusi, dan lain-lain.
Terlalu banyak euforia dengan kebesaran organisasi mereka tapi tidak seiring dengan adaptasi diri dalam selimut kebesaran organisasi. Faktanya banyak temuan generasi muda yang berselingkuh dengan zona nyaman mereka bersama: game, menyebarkan hoaks, sering begadang yang tidak produktif dan masih banyak lagi.
ADVERTISEMENT
Ternyata banyak dari kita, aktivis organisasi, yang kurang siap menghadapi kemajuan teknologi. Padahal jika merujuk pada arti dari penyandang gelar aktivis adalah bagi mereka yang aktif secara akademis dan organisasi, serta orientasinya untuk berkolaborasi kepada kalangan mana saja demi sebuah cita-cita perubahan bersama. Tujuan utamanya adalah kematangan diri masing-masing untuk mempersiapkan taruk-taruk itu menjadi bangunan kokoh yang mampu beradaptasi baik dengan kemajuan teknologi.
Namun masih banyak yang miss understanding terhadap hal tersebut. Pengertian sebaliknya bagi anak organisasi adalah mereka yang masuk dalam organisasi tapi tidak mampu beradaptasi di dalamnya, sehingga cenderung hanya mencari hal-hal yang menyenangkan bagi mereka saja. Tentu ini menjadi pekerjaan rumah bagi setiap generasi muda yang terlibat dalam organisasi untuk berbenah, berkolaborasi, saling mengingatkan, saling berbagi kebaikan bukan justru menjadi sumber-sumber masalah baru agar pendahulu tidak sia-sia berjuang.
ADVERTISEMENT
Maka, anak organisasi atau aktivis organisasi? Masing-masing refleksilah sebelum semakin terlambat.