Keindahan Pantai Tiga Warna dan Sosok Inspiratif di Baliknya

Konten Media Partner
19 Mei 2019 9:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pantai Tiga Warna | Photo by @cmctigawarna on Instagram
zoom-in-whitePerbesar
Pantai Tiga Warna | Photo by @cmctigawarna on Instagram
ADVERTISEMENT
Siapa yang sudah pernah mengunjungi Pantai Tiga Warna di Malang? Kalau belum pernah, mumpung sebentar lagi libur lebaran, bisa banget nih berkunjung ke pantai yang dijuluki “Raja Ampat-nya Jawa”.
ADVERTISEMENT
Iya, sebegitu indahnya. Pantai ini terletak dekat dengan Pantai Sendang Biru, yang berada di Malang Selatan.
Salah bukti foto kejernihan air di Pantai Tiga Warna yang dijepret oleh @happyswandika di Instagram | Photo by @cmctigawarna on Instagram
Ada banyak sekali aktivitas yang dapat dilakukan di Pantai Tiga Warna, diantaranya adalah snorkeling, diving, banana boat, kano, bahkan camping.
Tapi bagaimana pantai yang begitu terkenal bisa tetap bagus dan terjaga keindahannya, seakan belum pernah terjamah oleh peradaban?
Siapa sangka, kalau dulu Pantai Tiga Warna tidak sebagus sekarang. Hutan di sekitar pantai yang ditebang liar menimbulkan tanah longsor hingga ke pantai. Yaitu Saptoyo, yang prihatin dengan keadaan tersebut dan kemudian menanam pohon mangrove seorang diri menggunakan uang pribadinya.
Pohon mangrove ditanam agar dapat mencegah longsoran dan menghijaukan kembali area di sekitar pantai. Baru sejak itu, banyak orang perlahan-lahan mengikuti jejaknya untuk menanam mangrove.
Saptoyo bersama Lia Putrinda, putrinya | Photo by @cmctigawarna on Instagram
Memang buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Di usianya yang baru kepala dua, Lia Putrinda (anak dari Saptoyo) membangun organisasi bernama Bhakti Alam demi menggerakkan para warga yang tinggal di sekitar pantai tersebut untuk melestarikan dan mengelola lingkungan pantai.
ADVERTISEMENT
Lia ingin membangun keseimbangan antara SDA (Sumber Daya Alam) dan SDM (Sumber Daya Manusia). Ia mengungkapkan bahwa awalnya memang sulit untuk mengampanyekan kepedulian untuk melestarikan dan mengelola lingkungan pantai.
“Sedangkan, kalau bicara mengenai SDA (Sumber Daya Alam) tentu jauh sekali dari kata rakus, yaitu harus dimanfaatkan secukupnya untuk keberlanjutan” kata perempuan yang juga tengah membesarkan kedua anak putrinya itu (6/5/2019).
Hebatnya, para oknum nelayan yang dulunya menangkap ikan dengan cara yang kurang benar, kini ikut membudidayakan terumbu karang dengan penuh cinta. Sekarang sudah ada 109 orang yang terlibat dalam organisasi ini, ditambah dengan 500 petani yang tergabung dalam kelompok Tani Hutan.
Bukan itu saja, keuntungan yang diperoleh dari kegiatan Bhakti Alam diberikan 50%-50% untuk SDA (Sumber Daya Alam) dan SDM (Sumber Daya Manusia). Jadi, organisasi ini juga ikut memberdayakan perekonomian warga sekitar pantai.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa hal menarik terkait peraturan yang dibuat oleh Bhakti Alam di ekowisata CMC (Clungup Mangrove Conservation) Tiga Warna ini. Yang pertama adalah peraturan “bring back your rubbish” atau peraturan untuk membawa pulang sampah yang dihasilkan selama berkegiatan di pantai.
Petugas akan memeriksa barang-barang bawaan pengunjung saat baru tiba, dan mencatat barang yang berpotensi untuk menimbulkan sampah (rokok, air mineral, snack berkemasan plastik, tissue, bahkan barang pribadi wanita sekalipun). Saat pengunjung pulang, akan diperiksa lagi kelengkapan bawaannya.
Kalau ada sampah yang ditinggalkan di pantai, maka pengunjung harus kembali mencari sampah tersebut atau membayar denda yang sangat mahal. Selain itu, setiap sesi dibatasi hanya 200 pengunjung saja, dan kunjungan ditutup total setiap hari Kamis. Hal ini dilakukan untuk menyeimbangkan kembali ekosistem di pantai.
Akun Instagram official Pantai Tiga Warna | Photo by @cmctigawarna on Instagram
Bagaimana Sobat Enterpreneurs? Setelah mengetahui lika-liku kisah di balik Pantai Tiga Warna, jadi lebih semangat buat berkunjung kan? Tapi silakan reservasi dulu ya melalui contact person-nya, bisa dilihat di instagram @cmctigawarna.
ADVERTISEMENT
#terusberkarja
Content Writer : Vania
Reporter : Vania
Editor : Charles