Mengintip Peluang Bisnis Hidroponik di Wilayah Ibu Kota Baru

Konten Media Partner
11 Desember 2019 6:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Banyak peluang bisnis yang muncul terkait pemindahan ibu kota Indonesia ke Kalimantan Timur, salah satunya dari sektor pertanian | Photo by Naidokdin on Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Banyak peluang bisnis yang muncul terkait pemindahan ibu kota Indonesia ke Kalimantan Timur, salah satunya dari sektor pertanian | Photo by Naidokdin on Pixabay
ADVERTISEMENT
Rencana pemindahan Ibu Kota Indonesia ke Kalimantan diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada 26 Agustus 2019 lalu, tepatnya di Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Selain dinilai strategis dan tersedianya lahan yang luas, alasan pemilihan wilayah tersebut menurut Presiden Joko Widodo adalah minimnya risiko bencana, seperti gempa bumi, tsunami, kebakaran, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Adanya pemindahan ini tentu akan mendorong pertumbuhan dan perkembangan ekonomi baru di pulau Kalimantan, serta menciptakan banyak peluang-peluang bisnis dari berbagai sektor, salah satunya pertanian.
Pemerintah pun optimis untuk mewujudkan kemandirian pangan di wilayah ibu kota baru nanti. Sejalan dengan hal tersebut, lahan pertanian di Kalimantan Timur pun dinilai sangat cocok dan ideal.
Menurut Nanda Ginanjar, seorang praktisi hidroponik sekaligus penggerak bisnis sektor pertanian di Samarinda, dengan adanya pemindahan ibu kota, prospek untuk sektor pertanian akan memberikan banyak peluang dikarenakan adanya konsumsi yang pasti akan lebih meningkat. “Sementara ini untuk menopang kebutuhan sayur atau pangan kita sendiri mungkin bisa, tapi dengan adanya pendatang nanti, kira-kira dengan pertanian yang sekarang mencukupi nggak? Pasti butuh penambahan,” ungkap Nanda saat ditemui Karja pada Kamis (05/12) di green house hidroponik Pondok Pesantren KH Harun Nafsi. Bahkan, untuk kebutuhan cabai pun masih didatangkan dari Sulawesi karena adanya kekurangan di Samarinda.
“Pertanian itu nggak mungkin ditinggalin. Kalau nggak ada petani, mau makan apa?” pungkas Nanda | Photo by Karja/Nadya
Namun, seiring dengan munculnya peluang tersebut, ada salah satu permasalahan yang cukup pelik. Permasalahan tersebut datang dari sumber daya manusia. Terjadi fenomena di mana bahwa lulusan pertanian yang memang dirancang untuk terjun ke sektor tersebut, tak jarang malah bekerja di luar bidang yang sudah dipelajari.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, sulit untuk melakukan regenerasi petani. Padahal, didukung dengan kecanggihan teknologi saat ini dan pemikiran-pemikiran yang visioner dari generasi muda, bukan tak mungkin sektor pertanian di Indonesia bisa menjadi lebih maju.
Adanya mindset bahwa hidup menjadi petani itu susah disinyalir menjadi salah satu faktor kurangnya minat generasi muda berkecimpung di sektor tersebut. Diakui Nanda memang apabila pertanian tidak dikemas dan di-branding secara benar dan menarik, profit yang didapat tipis.
“Tugas kita juga, gimana caranya petani bisa hidup enak. Tidak hanya sosialisasi untuk meningkatkan minat, tapi memang butuh sosok inspiratif yang membuktikan kalau dengan adanya petani yang sukses dan keren, pasti banyak yang termotivasi juga untuk menjadi petani,” ucapnya.
Salah satu bentuk kontribusi yang diberikan Nanda di bidang pertanian adalah dengan terus memberikan edukasi, pelatihan, serta pembinaan bagi masyarakat. Ia menerima dengan tangan terbuka untuk siapa saja yang mau belajar hidroponik dengannya. Bagi yang tertarik, bisa langsung datang ke Pondok Pesantren KH Harun Nafsi ataupun berkomunikasi via Whatsapp.
ADVERTISEMENT
Nanda juga menyalurkan ilmu yang ia miliki dengan mengadakan kelas online untuk belajar teknik hidroponik. “Saya mikir, gimana nih caranya supaya anak-anak muda minat belajar hidroponik, akhirnya saya ngadain kelas online via Whatsapp. Belajar sama saya jaminannya bisa panen.”
Green house hidroponik di Pondok Pesantren KH Narun Nafsi Samarinda binaan Nanda melalui program Bank Indonesia perwakilan Kalimantan Timur | Photo by Karja/Nadya
Berisikan 20 orang dalam satu grup, pada awal kelas akan diberikan materi dasar mengenai hidroponik. Setelah itu, setiap peserta akan diberi tugas untuk mempraktekkan teknik hidroponik yang telah diajarkan. “Setiap hari teman-teman itu harus kirim foto perkembangan hidroponiknya gimana, saya mentor terus. Misalnya ada masalah di mana, kurang air atau kurang cahaya matahari. Jadi kalau memang mengikuti tugasnya dengan baik, pasti bisa panen,” imbuhnya.
Diakui Nanda, dengan mengadakan kelas online ternyata jauh lebih efektif dibandingkan pelatihan satu hari karena bisa mengontrol dan memberikan panduan setiap harinya, terutama pada saat pagi dan sore. “Saya udah beberapa kali ngasih pembinaan, ngajar. Misalnya kita bikin pelatihan satu hari, terus mereka dilepas, dari 30 peserta mungkin hanya satu-dua orang saja yang panen,” paparnya.
ADVERTISEMENT
Terkadang, tak sedikit yang mundur apabila sudah berhasil panen. “Biasanya itu karena ada kesibukan lain atau nggak telaten. Tapi kalau emang passion dia, pasti akan bisa berkembang.”
Buat kamu yang tertarik untuk mencoba teknik hidroponik, berikut beberapa tips penting dari Nanda yang wajib diketahui.
Hasil panen dari green house Ponpes KH Narun Nafsi berupa sawi sendok yang siap dikemas dan dijual | Photo by Karja/Nadya
Pertama yang harus diperhatikan adalah cahaya matahari. Selama ini, banyak yang masih salah persepsi mengenai hidroponik. “Mentang-mentang hidroponik menggunakan air, wah nggak perlu matahari. Itu salah, hidroponik tetap membutuhkan cahaya matahari,” kata Nanda.
Apabila tidak mendapatkan cahaya matahari yang cukup, maka besar kemungkinan tumbuhan tersebut akan terkena gejala etiolasi, yakni kondisi tanaman dengan batang kurus dan tidak kokoh serta daunnya yang kecil karena kekurangan cahaya matahari. “Permasalahan umum yang sering terjadi biasanya teman-teman senang ketika tanaman mereka cepat tinggi, dikira bakalan panen. Padahal itu kekurangan cahaya matahari,” papar Nanda.
ADVERTISEMENT
Selain itu, salah satu kunci penting dalam budidaya hidroponik ialah harus telaten. “Jadi kita harus cek minimal sekali atau dua kali dalam sehari, yaitu pagi dan sore. Kalau misalnya untuk pegawai kantoran, sebelum pergi kerja dicek dulu air dan PPM sama PH-nya. Dua hal itu poin penting, harus dijaga angkanya.”
Tidak jarang, ada peserta yang bertanya apakah bisa mengganti cahaya matahari dengan menggunakan lampu ketika menerapkan teknik hidroponik seperti halnya di luar negeri yang terlihat canggih dan keren. “Setiap ditanya begitu saya selalu bilang, ‘negara kita ini berlimpah akan cahaya matahari, ngapain cari yang bayar kalau ada yang gratis?’ Penggunaan lampu di luar negeri itu menjadi solusi karena negara mereka tidak mendapatkan cahaya matahari secara penuh, sedangkan kita kan bisa memanfaatkan cahaya matahari di sini,” bebernya.
“Saya ingin Kalimantan Timur ini tidak hanya dikenal pertambangannya saja, tapi pertaniannya juga,” ungkap Nanda | Photo by Karja/Nadya
Last but not least, pesan dari Nanda untuk anak-anak muda di luar sana ialah jangan takut untuk menjadi petani, dan hilangkan mindset bahwa pertanian itu sulit. “Kita bisa coba dengan salah satu teknik pertanian yang paling mudah, yaitu hidroponik. Saya yakin setiap anak muda yang udah coba hidroponik, pasti bisa berhasil, yang penting dicoba aja dulu,” sarannya.
ADVERTISEMENT
Dibutuhkan pengetahuan untuk menanam serta cara menjual yang baik dan benar. “Kebanyakan selama ini yang sudah belajar teknik hidroponik dan bertanam di depan rumah, pasti ada aja tuh yang nanya. Misal pedagang sayur nanya, terus beli, itu kan bentuk nyata udah menghasilkan uang. Kalau dibilang pertanian itu tidak bisa menghasilkan uang, saya rasa itu mindset yang salah,” tutupnya.
#terusberkarya