Pro dan Kontra Aji Mumpung Penjualan Masker di Indonesia

Konten Media Partner
14 Februari 2020 10:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi masker | Photo from Unsplash/Macau Photo Agency
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi masker | Photo from Unsplash/Macau Photo Agency
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Persebaran virus corona COVID-19 yang masif membuat umat manusia semakin waspada dan melakukan pencegahan demi pencegahan guna tidak terjangkit virus ini.
ADVERTISEMENT
Salah satunya yakni permintaan masker yang melambung tinggi, baik yang berjenis surgical mask maupun N95.
Fenomena tersebut menciptakan sebuah aktivitas baru di kalangan masyarakat umum, berdagang masker. Namun, artikel ini sedang tidak membahas mengapa harga bisa melambung tinggi, sangat tinggi.
Tidak sedikit para pengguna media sosial yang mencari hingga menjual masker dengan harga yang cukup tinggi. Berdasarkan pengamatan Karja, harga surgical mask yang ditawarkan telah mencapai harga Rp 100 ribu keatas.
Pertanyaan utamanya adalah apakah etis berdagang masker di kondisi seperti ini (penyebaran virus corona COVID-19)? Pro dan kontra pun tercipta dari aktivitas perdagangan ini.
Kontra terhadap perdagangan masker dengan harga tinggi
Ilustrasi masker | Photo from Unsplash/Ani Kolleshi
Salah satu alasan kuat para pihak yang tidak setuju terhadap penjualan masker dengan harga tinggi (pihak kontra) karena urusan kemanusiaan (humanity).
ADVERTISEMENT
Beberapa video menunjukkan sisi kemanusiaan yang membuat sebagian pihak ikut berempati dengan memutuskan untuk tidak menjual masker dengan harga yang tinggi.
Bahkan ada juga pihak-pihak yang menyumbangkan masker secara cuma-cuma guna memenuhi kebutuhan masker untuk di negara yang telah terjangkit virus ini, khususnya China.
Mulai dari masyarakat umum hingga publik figur turut menyumbangkan masker dengan motivasi yang dilihat dari sisi kemanusiaan.
Pro terhadap perdagangan masker dengan harga tinggi
Ilustrasi masker | Photo by Unsplash/Dimitri Karastelev
Ada sisi kontra biasanya juga pasti ada sisi pro-nya. Salah satu argumentasi yang bisa diangkat dari pihak pro adalah hukum permintaan dan penawaran.
ADVERTISEMENT
Ketika permintaan tinggi dan kuantitas (Q = Quantity) di pasaran rendah maka harga (P = Price) akan meningkat pula sampai titik dimana garis penawaran dan garis permintaan bertemu disitulah harga pasaran diperoleh (E = titik equilibrium).
Masalahnya, permintaan yang tinggi secara dadakan tidak dibarengi dengan kuantitas masker yang mampu memenuhi secara cepat sehingga membuat harga menanjak drastis.
Kurva permintaan dan penawaran | Photo from ruangguru.com
Pembentukan harga yang terjadi akibat kondisi saat ini (persebaran virus corona COVID-19) tersebut tidak bisa sepenuhnya disalahkan kepada si penjual karena satu penjual yang menjual harga normal pada sediakalanya (sebelum naik drastis) susah untuk mempengaruhi hukum permintaan (keadaan pasar) secara keseluruhan.
"Untuk per hari ini (13/2), saya dpt info bahwa harga 1 box masker merek Sensi seharga kurang lebih Rp 310.000 dan 1 box masker merek lainnya sekitar Rp 160.000 - 190.000", kata Tommy, salah satu penjual masker yang berhasil dihubungi oleh Karja pada Kamis (13/2).
ADVERTISEMENT
Tommy tidak menepis bahwa dirinya memang mencari penghasilan dengan menjual masker.
"Ikut membantu mencari pasokan masker, sambil tipis-tipis cari uang, dan tidak munafik juga semua orang butuh uang. Aku cari yg benar-benar layak untuk dipakai disana", tambah Tommy.
--
Pada akhirnya, semua dikembalikan kepada pribadi masing-masing. Terkadang, urusan kemanusiaan dan urusan perekonomian merupakan dua hal yang berbeda.
Yang terpenting adalah semoga virus corona COVID-19 dapat ditemukan obatnya dalam waktu dekat sehingga korban yang berjatuhan semakin berkurang dari hari ke hari.
#terusberkarya