Dermatitis Seboroik: Gejala, Penyebab, dan Cara Mengobatinya

Konten Media Partner
13 Desember 2022 14:11 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dermatitis adalah peradangan pada kulit yang banyak ditemukan di bagian kulit kepala. Foto: Pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Dermatitis adalah peradangan pada kulit yang banyak ditemukan di bagian kulit kepala. Foto: Pexels.com
ADVERTISEMENT
Dermatitis seboroik adalah salah satu gangguan peradangan pada kulit. Gangguan ini sering mempengaruhi kulit kepala dan membuatnya tampak bersisik dan memerah.
ADVERTISEMENT
Dermatitis seboroik sering dikaitkan dengan gangguan imun atau alergi. Gangguan ini tidaklah menular serta tidak menyebabkan kerontokan rambut permanen.
Perawatan dermatitis seboroik pada umumnya tidak perlu dilakukan sebab gejalanya dapat hilang secara alami. Namun, pada beberapa orang, kondisi ini bisa bertahan seumur hidup dan gejalanya bisa timbul dan tenggelam.
Artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai penyakit dermatitis seboroik, mulai dari penyebab, gejala, hingga cara mengatasinya.

Apa Itu Dermatitis Seboroik?

Dermatitis seboroik adalah masalah kulit yang umum terjadi dan tidak menular. Jenis dermatitis ini menyebabkan munculnya bercak merah gatal dan sisik yang berminyak.
Bercak merah ini biasanya disertai dengan serpihan kulit kering atau kuning dan ketombe. Dermatitis seboroik banyak ditemukan di kulit kepala, tetapi tidak menutup kemungkinan akan menyerang bagian tubuh lainnya.
ADVERTISEMENT
Istilah seboroik pada gangguan ini diambil dari kata "sebaceous", yakni sebutan untuk salah satu kelenjar minyak. Kelenjar sebaceous sering ditemukan di daerah kepala, wajah, punggung, belakang telinga, pusar, bawah payudara, hingga selangkangan.
Pada remaja dan orang dewasa, dermatitis seboroik sering kali dikira ketombe, sedangkan pada bayi, gangguan ini sering disebut sebagai cradle crap.
Dermatitis seboroik adalah gangguan yang bisa menyerang seumur hidup. Pengobatan dapat membantu mengurangi gejalanya dan seseorang yang pernah memiliki kondisi ini tetap berpeluang untuk mengalaminya kembali.

Gejala Dermatitis Seboroik

Salah satu gejala dermatitis seboroik adalah kulit terasa gatal pada bagian yang terkena. Foto: Pexels.com
Mengutip dari jurnal Seborrheic Dermatitis oleh Dan Tucker dan Sadia Masood, dermatitis seboroik adalah gangguan peradangan yang banyak ditemukan di sekitar kelenjar sebaceous. Dermatitis ini sering ditandai dengan gejala:
ADVERTISEMENT
Tanda dan gejala dermatitis seboroik biasanya diperparah oleh stres, kelelahan, suhu udara, dan perubahan musim.

Penyebab Dermatitis Seboroik

Penyebab dermatitis seboroik sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Beberapa peneliti mengaitkan gangguan ini dengan pertumbuhan jamur Malassezia yang tidak terkontrol di permukaan kulit.
ADVERTISEMENT
Selain itu, terdapat beberapa faktor yang dianggap berperan dalam menyebabkan dermatitis seboroik, yakni:
Seseorang yang memiliki gangguan kesehatan di bawah ini mungkin lebih rentan terkena dermatitis seboroik:

Cara Mengobati Dermatitis Seboroik

Mengoleskan krim antijamur adalah salah satu cara mengobati dermatitis seboroik. Foto: Pexels.com
Dermatitis seboroik bisa ditangani dengan beberapa perawatan. Perawatan dermatitis seboroik bisa berupa perawatan medis maupun perawatan rumahan. Berikut penjelasannya.
ADVERTISEMENT

1. Perawatan Medis

Dermatitis seboroik biasanya ditangani dengan penggunaan obat dalam bentuk sampo, krim, atau losion untuk mengurangi gejalanya. Berikut beberapa jenis obat untuk mengatasi dermatitis seboroik:

2. Perawatan Rumahan

Beberapa perawatan rumahan bisa mengatasi gejala dermatitis seboroik, seperti:
ADVERTISEMENT
Itulah beberapa cara mengobati dermatitis seboroik. Penting untuk diingat bahwa dermatitis seboroik adalah gangguan yang bisa bertahan seumur hidup yang gejalanya bisa timbul dan tenggelam. Beberapa perawatan di atas dapat dilakukan untuk mengurangi gejala serta menekan frekuensi timbulnya gangguan ini.
Meskipun kondisi ini merupakan gangguan kronis, dermatitis seboroik tidak membahayakan kesehatan tubuh.
Artikel ini telah direview oleh dr. Mikhael Yosia, BMedSci, PGCert, DTM&H.
(SAI)