Dari Lionel Messi, Kita Belajar Arti Perpisahan yang Hakiki

Katondio Bayumitra Wedya
Moslem. Author of Arsenal: Sebuah Panggung Kehidupan
Konten dari Pengguna
27 September 2020 5:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Katondio Bayumitra Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Leo Messi memeluk Luis Suarez setelah membobol gawang Borussia Dortmund. Foto: Reuters/Albert Gea
zoom-in-whitePerbesar
Leo Messi memeluk Luis Suarez setelah membobol gawang Borussia Dortmund. Foto: Reuters/Albert Gea
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hidup Lionel Messi di Barcelona akan sama lagi. Di balik gemerlap-gemintang karier dan prestasi, tak ada cerita manis yang abadi.
ADVERTISEMENT
''Sangat sulit untuk menjalani hari-hari tanpamu, baik itu di dalam maupun di luar lapangan. Kami akan sangat merindukanmu. Banyak hal yang tidak akan mungkin terlupakan begitu saja."
''Akan aneh melihatmu mengenakan jersi klub lain. Kamu layak mendapatkan kado perpisahan yang indah sebagai salah satu pemain tersukses di sini.''
Begitulah cara Messi menyusun narasi perpisahan darinya untuk Luis Suarez di Instagram. Sudah tak ada lagi nama si striker Uruguay dalam daftar skuat Blaugrana per musim 2020/21.
Sebelum Suarez, Neymar sudah duluan cabut dari Camp Nou. Pada 2017, si pemain ajaib asal Brasil meninggalkan Barcelona menuju Paris Saint-Germain.
Neymar merayakan kemenangan Barcelona atas Real Madrid pada 2013. Foto: AFP/Lluis Gene
Padahal, beh, kombinasi Messi-Suarez-Neymar (MSN) pernah menjadi salah satu trio terbaik di Eropa... Bahkan dunia! MSN adalah alasan kuat Barcelona bisa merengkuh treble kedua sepanjang sejarah klub, tepatnya pada musim 2014/15.
ADVERTISEMENT
Namun, apa boleh bikin? 'Hantu' bernama perpisahan membikin Messi kini tinggal 'seorang diri'.
Barcelona saat menjadi juara Liga Champions 2014/15. Foto: AFP/Olivier Morin
Trivia: Di kubu seberang, Karim Benzema juga bernasib serupa. Pernah menjahit kejayaan bareng Cristiano Ronaldo dan Gareth Bale di Real Madrid, striker Prancis itu kini 'ditinggal sendiri' juga.

Meninggalkan Asgard

Sore itu, 26 September 2020. Seusai menghadiri acara pernikahan kawan gua, Ikhlas, gua berkunjung ke kosan kawan se-circle gua lainnya, Emil.
"Lu ambil alat [bikin rekaman] podcast, ya, di kosan gua," katanya.
Sekadar informasi; sebelum pandemi corona, gua bersama Ikhlas dan Emil cukup rajin (malas-malas dikit, sih) membuat rekaman podcast dan mengunggahnya ke Spotify. Yah, buat media mengeluarkan unek-unek, ide, dan sekalian mencoba pansos.
Kalau lagi bikin podcast, ya, gini.
Akan tetapi, huft..., pandemi gila ini merusak segala rencana. Yang di saat normal saja suka sulit cari waktu bikin rekaman podcast, pandemi corona membikinnya semakin sulit, bahkan mustahil.
ADVERTISEMENT
Jadi, alasan Emil meminta gua mengambil alat itu adalah karena dia mau meninggalkan kosan yang sudah ia tempati sejak 2011--tahun pertama kuliah di FKM UI--tersebut.
Alat itu selama ini ada di kosannya, sehingga alat itu perlu 'rumah baru' ketika dia sudah tak lagi di kosan bernama Wisma Asgard itu.
Emil sudah tak punya alasan tinggal di sana untuk sekarang ini. Yah, pandemi corona membuatnya kini merasa lebih baik mengungsi ke Serang.

Kenangan di Asgard

Tampak kamar pertama Emil di Asgard. Lalu, dia pindah ke kamar lain.
Gua enggak pernah menginap semalaman di Asgard, tetapi pernah beberapa kali main ke sana. Jadi, gua juga punya kenangan di kosan yang terletak di Kecamatan Beji, Depok, tersebut.
Ini adalah kosan teman kuliah pertama yang gua sambangi. Ingat banget, tuh, tahun 2011 pas zaman maba (mahasiswa baru) pernah main ke sana. Kurang jelas momennya apa, tetapi kayaknya ada hubungannya sama tugas ospek, haha...
ADVERTISEMENT
Selama masa kuliah, kosan itu jadi salah satu 'tempat transit' menunggu waktu kuliah oleh gua, Emil, Ikhlas, dan Yoel (ini juga teman se-circle, kosannya hanya beda 1 gang dengan Asgard).
Kuliah pagi jam 8-10, lalu mulai lagi jam 1 siang-3 sore, misalnya. Nah, selama jeda antarwaktu itu, kita 'transit' di sana. Makan, ngerjain tugas, ngobrol ngalor-ngidul, ngomongin orang, salat, hingga main PES/FIFA.
Pernah, saking magernya kalau sudah di sana, Emil dan Ikhlas jadi bolos kuliah (jarang, sih). Yang paling konyol, mereka pernah cabut kuliah gara-gara keasyikan nonton live streaming pernikahan Vino G. Bastian dan Marsha Timothy. Geblek.
Asgard bukan kosan 'elite', sebenarnya. Kosan sederhana saja, tetapi Emil betah betul tinggal di sana, bahkan teman-temannya yang sesama orang Banten banyak yang ia giring ke sana.
ADVERTISEMENT
Emil sudah kayak 'pawangnya' Asgard-lah. Teman-teman FKM UI yang seangkatan non-orang Banten pun dulu ada yang tinggal di sana.
Hubungan Emil dengan pemilik kos juga akrab. Pernah suatu waktu, dia membantu anak pemilik kos mengerjakan tugas sekolah atau mengantarnya jajan.
Sampai sudah lulus pun Emil masih tinggal di Asgard. Bahkan, saat dulu masih banyak duit, dia pun tetap setia tinggal di sana. Padahal sebetulnya, dia mampu untuk menyewa kosan yang lebih mantul.
Alhasil, usai lulus pada 2015 pun, kami masih suka nongkrong di Asgard. Bicara soal podcast yang digarap sejak awal 2020, kami juga beberapa kali take di kamar kosannya. Jika tak ada pandemi, kami mungkin bisa bikin episode lebih banyak lagi.
Suasana kalau lagi bikin podcast di kamar Emil (kamar yang kedua). Dulu, zaman kuliah, main PES/FIFA juga di sini.
Spot main PS. Sebelum kami lulus pada 2015, mainnya di kamar Emil.
Spot melihat senja di Asgard.
Tangga yang agak curam di Asgard, suka takut jatuh.
Kamar Emil di Asgard, 26 September 2020.
Ini tugas ospek, berisi 100 mimpi. Salah satu benda terakhir yang tersisa di kamar kos Emil. Tulisannya sudah samar-samar, tetapi saya masih bisa beberapa tulisan di antaranya. Salah satunya, impian Emil menjadi "Tahfidz Quran".
Kamar Emil di Asgard, 26 September 2020. Sebagian sudah dicat putih. Rebranding.

Dia yang pindah, gua yang mellow

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Jujur, gua sedih melihat Emil harus meninggalkan kosan yang penuh kenangan itu. Masalahnya, dia harus pergi dari sana dengan 'terpaksa', bukan atas kesadaran bebasnya sendiri. Tidak happy ending.
Terpaksa karena apa? Pandemi corona. Sialan.
Jadi, kami tak bisa lagi memproduksi kenangan di sana. Emil harus mengucapkan selamat tinggal pada ibu kosnya, bapak kosnya, tetangga-tetangga, tukang warung, petugas Posyandu, hingga dinding-dinding kusam Asgard.
Namun, hah... Sudahlah.

Belajar dari Lionel Messi

Selebrasi Suarez bersama Messi. Foto: REUTERS/Albert Gea
Suarez juga pergi dari Barcelona dengan cara yang tidak elok. Situasi internal klub memaksanya untuk angkat kaki. Legenda yang diusir dari klub yang telah ia beri banyak trofi.
Siapa yang mengusir? Cuma Messi yang ngerti. Eh, Ronald Koeman dan Josep Maria Bartomeu kayaknya juga tahu, sih.
ADVERTISEMENT
Walau begitu, coba perhatikan. Messi menulis, "Saya bisa menerima segala situasi yang terjadi".
Ekspresi pemain Barcelona, Lionel Messi saat pertandingan melawan Bayern Muenchen. Foto: Rafael Marchante/Reuters
Ya, Messi mau menerima itu semua. Tampaknya, gua kudu belajar dari putra kelahiran Rosario tersebut tentang arti menerima perpisahan (yang terpaksa) dan belajar move on.
Barcelona tak akan bubar hanya karena Suarez pergi dan Neymar tak kembali. Dunia tak akan kiamat cuma karena gua, Emil, dan teman-teman yang lain tak lagi 'nongkrong' di Asgard karena terusir.
Siapa yang mengusir? Pandemi corona.
Akan tetapi, kalau mau realistis, di dunia ini memang tak ada yang abadi. Suatu saat, pada akhirnya, Emil atau siapa pun yang ngekos di sana akan pergi juga. Keniscayaan yang pasti terjadi Hanya, gua mungkin lebih suka akhir yang bahagia.
ADVERTISEMENT
Trivia: Usai pandemi atau jika nasib baik segera menghampiri, Emil mungkin akan kembali ke Asgard. Laiknya Paul Pogba yang sempat meninggalkan Manchester United pada 2012, lalu kembali ke Old Trafford pada 2016; dengan wujud yang lebih hebat dan sebagai pemain termahal dunia.