Ernst Degner: Pebalap Asal Jerman Timur yang Membelot ke Jerman Barat

Katondio Bayumitra Wedya
Moslem. Author of Arsenal: Sebuah Panggung Kehidupan
Konten dari Pengguna
14 Juli 2018 23:55 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Katondio Bayumitra Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustari Bendera Jerman Foto: REUTERS/Hannibal Hanschke
zoom-in-whitePerbesar
Ilustari Bendera Jerman Foto: REUTERS/Hannibal Hanschke
ADVERTISEMENT
Jerman menyerah, pasukannya sudah kalah. Negara yang tadinya satu kesatuan terbelah menjadi dua. Timur dan Barat. Ini adalah konsekuensi sebagai pecundang perang.
ADVERTISEMENT
Negara-negara pemenang perang yang tadinya bersatu padu menggalang kekuatan, lalu berpisah. Blok Barat dan Blok Timur, sejarah menyebutnya. Ada juga sekumpulan negara lain yang menolak keberpihakan.
Blok Barat, yang dikendalikan oleh Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis, bergabung pada 23 Mei 1949 untuk membentuk Republik Federal Jerman (Bundesrepublik Deutschland) atau yang akrab disebut sebagai Jerman Barat. Kemudian, Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet membentuk Republik Demokratik Jerman (Deutsche Demokratische Republik) alias Jerman Timur pada 7 Oktober 1949.
Mereka yang tadinya satu darah dipisahkan oleh sebuah tembok besar. Dua sisi tembok tidak menatap 'warna' yang sama. Dalam bisu, mereka menyaksikan apa yang terjadi. Tentang tangis-tawa, derita-bahagia, kesedihan-kegembiraan-kemarahan.
***
Ernst Dagner (Foto: Wikimedia Commons)
Salah satu yang menjadi ciri khas yang paling menggambarkan perbedaan antara Jerman Barat dan Jerman Timur adalah kondisi perekonomian di masing-masing wilayah. Jerman Barat terlihat lebih makmur dari Jerman Timur. Wirtschaftswunder (Keajaiban Ekonomi) yang terjadi pada tahun 1955 semakin memperlihatkan ketimpangan itu. Jerman Barat bersalin rupa menjadi negara dengan ekonomi paling makmur di Eropa.
ADVERTISEMENT
Negara yang kala itu dipimpin oleh Kanselir Konrad Adenauer membangun kekuatan, serta menjalin hubungan baik dengan negara-negara besar dari Blok Barat, seperti Prancis dan Amerika Serikat. Jerman Barat juga eksis di beberapa organisasi internasional, sebut saja Pakta Pertahanan Atlantik Utara dan Masyarakat Ekonomi Eropa (yang kemudian menjadi Uni Eropa).
Lalu, bagaimana dengan Jerman Timur? Perekonomian di Jerman Timur mengalami stagnasi karena sebagian besar urusan dan keuntungan ekonomi adalah untuk memenuhi dan membiayai kebutuhan Uni Soviet. Kehidupan sosial mereka juga terusik dengan adanya kontrol ketat harian dari polisi rahasia (Stasi).
Pada akhirnya, tidak sedikit penduduk Jerman Timur yang diam-diam kabur, mengungsi ke Jerman Barat. Ini adalah salah satu penyebab ketegangan besar terhadap hubungan antara Jerman Timur-Jerman Barat. Jerman Timur sudah berupaya menutup perbatasan ke Jerman Barat pada tahun 1952, tetapi itu tidak menghentikan langkah banyak orang untuk lari dari Jerman Timur.
Pos pemeriksaan antara Jerman Barat dan Timur pada Juni 1968. Foto: AFP
Pada 13 Agustus 1961, Jerman Timur membangun tembok di Berlin, yang salah satu tujuannya adalah untuk menutup akses aliran pengungsi dari Timur ke Barat. Tembok yang panjang membentang ini hampir membuat warga Jerman Timur yang ingin kabur mati akal. Secara tidak langsung, tembok ini juga menjadi simbol Perang Dingin dan pembagian Eropa.
ADVERTISEMENT
Namun, seperti kata pepatah bahwa banyak jalan menuju Roma, maka selalu ada cara dan kesempatan lain untuk menuju Jerman Barat. Salah satunya adalah yang dilakukan oleh pebalap MotoGP yang eksis di tahun 50-an dan 60-an, Ernst Degner.
***
Usai Perang Dunia II, sang ayah meninggal dunia. Kemudian, Degner bersama dengan ibu dan kakak perempuannya meninggalkan kampung halaman mereka, sekaligus kota kelahirannya di Gleiwitz (sekarang Gliwice), Polandia guna menghindari invasi dari tentara Rusia (Uni Soviet). Saat ia lahir pada 22 September 1931, Gleiwitz masih merupakan wilayah kekuasaan Jerman. Perjalanan mereka kemudian terhenti di Luckau, Jerman Timur pada akhir perang.
Ia menjadi akrab dengan dunia otomotif kala menempuh pendidikan di Potsdam Technical High School, di mana ia meraih gelar Diploma dalam Pengembangan Mesin pada tahun 1950. Selanjutnya, Degner menjadi seorang mekanik sepeda motor di Potsdam. Profesinya ini membuat pergaulannya semakin luas, terutama untuk urusan sepeda motor. Pada tahun yang sama, ia bertemu Daniel Zimmermann, orang yang membuat motor dengan kecepatan luar biasa untuk ukuran 125 cc.
ADVERTISEMENT
Sepeda motor itu dikenal dengan nama ZPH, yang merupakan singkatan dari (Daniel) Zimmermann, (Bernhard) Petruschke, dan (Diethart) Henkel. Petruschke dan Henkel adalah dua pebalap yang menunggangi ZPH kala itu. Degner kemudian juga berkesempatan melakukan balapan dengan motor ZPH tersebut dan sukses menjadi runner up kejuaraan balap motor 125 cc di Jerman Barat pada tahun 1955.
Bakat balapannya disadari oleh seorang bernama Walter Kaaden. Ia adalah manajer tim balap MZ, yang kemudian merekrut Degner sebagai pebalap merangkap mekanik. Debutnya berlaga di Kejuaraan Dunia MotoGP adalah pada tahun 1956 di Sirkuit Solitude, Jerman Barat. Degner dan motor MZ-nya sukses finis di urutan ke-10 kelas 125 cc pada balapan yang berlangsung selama 9 putaran. Sejak saat itu, ia balapan mewakili Jerman Timur.
ADVERTISEMENT
Ernst Degner mulai membalap di dua kelas sekaligus, 125 cc dan 250 cc sejak tahun 1958. Ia merasakan podium pertama sepanjang karirnya di Kejuaraan Dunia MotoGP, bukan di Jerman Barat, juga bukan di Jerman Timur, melainkan di Monza, Italia untuk kelas 125 cc tahun 1959. Masih dengan motor MZ-nya, ia mengungguli pebalap legendaris Italia, Carlo Ubbiali di posisi kedua. Setahun kemudian, ia kembali merasakan podium pertama di Sirkuit Spa-Francorchamps, Belgia kelas 125 cc.
Tahun 1961 menjadi tahun yang paling membekas sepanjang karirnya dan paling bergejolak seumur hidupnya. Ia memenangi MotoGP Jerman Barat pertamanya, sekaligus menjadi pemenang perdana untuk kelas 125 cc di MotoGP Jerman Timur. Jerman miliknya, begitu juga Italia di mana ia merengkuh podium pertamanya untuk kali kedua di sana. Degner menjadi runner up klasemen akhir musim kelas 125 cc Kejuaraan Dunia MotoGP pada tahun tersebut.
ADVERTISEMENT
Namun, bukan hanya itu saja 'sensasi' yang dilakukan oleh Degner. Di tahun yang sama, ia membelot ke Jerman Barat. Ada beberapa alasan yang menyebabkan Degner ingin membelot ke Jerman Barat tapi yang paling jelas adalah masalah kesejahteraan. Degner benar-benar melihat ketimpangan antara Timur dan Barat.
Ernst Degner merasa iri dengan rival-rivalnya, para pebalap Jerman Barat, yang dapat tampil dengan leluasa dan penuh gaya mengenakan pakaian-pakaian bagus dan mahal. Dalam beberapa kesempatan, para pebalap Jerman Barat juga terlihat mengendarai mobil Jaguar dan Porsche seri terbaru, pada masanya, yang akhirnya menyilaukan matanya. Degner tahu bahwa ia tidak mungkin mendapatkan semua itu jika masih menjadi bagian dari Jerman Timur, yang menganut paham komunis, di mana bayarannya tidak lebih dari pekerja di lantai pabrik MZ.
ADVERTISEMENT
Itulah sebabnya, sebagus apa pun prestasinya, Degner tetap tidak dapat menyaingi kekayaan para pebalap Jerman Barat. Ia juga merasakan ketidaknyamanan tinggal di bawah pengawasan polisi rahasia Stasi. Orang-orang Stasi tak segan-segan berlaku kejam, bahkan membunuh dengan mengklaim bahwa mereka hanya mencoba untuk menyelamatkan orang-orang Jerman Timur dari kejahatan imperialisme barat.
Sisi Jerman Timur di Tembok Berlin pada Juni 1968. Foto: AFP
Pakaian keren, mobil mengkilap, rumah yang bagus, serta menghabiskan waktu semalaman di klub Jazz sambil berdansa di bawah alunan musik telah menjadi impiannya. Demi segala kemewahan dan hidup yang lepas dari kekangan, ia rela bertaruh nyawa.
Begini, Degner dan pebalap Jerman Timur lainnya yang bertanding di ajang internasional, semuanya berada di bawah pengawasan Stasi. Tahun 1961, ia berhasil menyelinap pergi untuk mengadakan pertemuan dengan tim balap Suzuki. Jelas, tanpa sepengetahuan Walter Kaaden dan MZ. Saat itu, Suzuki adalah pendatang baru di Kejuaraan Dunia MotoGP dan prestasinya tak cukup baik.
ADVERTISEMENT
Degner mungkin tahu bahwa langkah awal yang dilakukan guna memuluskan pembelotannya adalah memutus hubungan dengan MZ yang berasal dari Jerman Timur. Ia melirik Suzuki yang memang kala itu sedang mencari pebalap berbakat. Ada semacam simbiosis mutualisme antar keduanya.
Singkat cerita, tercapai lah kesepakatan antara Degner dan Suzuki. Degner juga membawa beberapa teknologi keluar dari MZ, untuk kemudian diterapkan di Suzuki. Memang, itu adalah hal yang sulit tapi lebih sulit lagi untuk membawa keluar keluarganya dari Jerman Timur.
Stasi, selain mengawasi Degner, juga selalu mengawasi keluarganya kala ia berlomba ke luar negeri. Stasi memastikan keluarganya tidak ke mana-mana, menetap di Jerman Timur. Ini untuk memastikan Degner akan selalu pulang ke rumahnya. Namun, tekad Degner sudah bulat dan siap melakukan segala cara.
ADVERTISEMENT
Kemudian, disusun rencana pelarian tersebut. Pertama, ia memikirkan keluarganya terlebih dahulu. Jadi, istrinya, Gerda beserta dua anaknya disuruh melakukan perjalanan dari Berlin Timur ke Berlin Barat dengan memanfaatkan satu-satunya celah terbesar, yaitu jalur kereta sibuk yang menghubungkan Soviet dan Inggris. Ini adalah rencana pelarian yang telah dirancang sejak 13 Agustus 1961, sehari setelah Degner berlaga di MotoGP Ulster di Sirkuit Dundrod, Irlandia Utara.
Namun, kenapa Degner dan keluarga batal kabur di momen itu? Karena Perang Dingin sedang panas-panasnya pada tahun 1961. Pasukan Amerika Serikat dan Uni Soviet berkumpul di perbatasan. Sementara itu, Presiden Nikolai Khrushchev mengancam John F Kennedy dengan penghancuran oleh selusin bom hidrogen. Ditambah lagi, sebagaimana yang tadi diceritakan bahwa tepat tanggal 13 Agustus, konstruksi tembok Berlin dimulai.
Tembok Berlin mulai dibangun oleh pemerintah Jerman Timur pada 1961. Foto: AFP
Rencana B. Degner melakukan kontak dengan rekannya yang bernama Paul Petry, orang Jerman Barat. Ia memiliki Lincoln Mercury, mobil Amerika Serikat, yang sering ia gunakan untuk perjalanan melintasi Jerman Barat dan Jerman Timur. Petry mengendarai mobil itu, menyamar menjadi pengusaha yang tertarik pada produk Komunis. Selanjutnya, Petry membangun kompartemen rahasia di dalam bagasi mobil Lincoln tersebut.
ADVERTISEMENT
Ini adalah rencana yang dijalankan selama pekan balapan MotoGP Swedia 1961. Petry membius anak-anak Degner, juga istrinya, lalu menempatkan mereka dalam bagasi mobil. Kemudian, dengan penuh rasa was-was, ia melewati perbatasan. Untungnya, mereka berhasil lewat dengan selamat.
Sementara itu, di Kristianstad, tempat MotoGP Swedia dilangsungkan, Degner berharap-harap cemas rencananya dapat berjalan mulus. Sebenarnya, rencana awalnya adalah memenangi MotoGP Swedia dan keluar sebagai juara dunia. Lalu, di perjalanan pulang, ia akan menyelinap kabur dari tim MZ.
Sial, ia gagal merengkuh juara karena mesin motor MZ dua taknya itu meledak. Alhasil, muram menyelimuti tim Jerman Timur. Namun, ia tetap pada rencananya melarikan diri ke Barat. Dengan memanfaatkan suasana tim yang tengah larut dalam kesedihan, Degner dibantu seorang staf Suzuki melarikan diri beserta koper yang penuh dengan bagian-bagian vital dari mesin MZ menuju Denmark.
ADVERTISEMENT
Dari Denmark, ia berlayar menaiki kapal feri menuju Holstein-Grossenbrode, Jerman Barat. Dari sana, ia menuju Dillingen di perbatasan Jerman-Prancis dan bertemu dengan istri serta anak-anaknya. Dengan selamat, mereka berhasil meninggalkan Jerman timur.
Pembelotan itu ketahuan. Tim MZ dan Jerman Timur lalu menuduh Degner dengan sengaja menghancurkan mesinnya dalam balapan Swedia dan mengajukan keluhan kepada FIM. Atas tuduhan tersebut, lisensi balap Jerman Timur Degner dicabut. Namun, Degner memperoleh lisensi balap Jerman Barat. Untuk tahun-tahun selanjutnya, ia membalap untuk Jerman Barat, dan semenjak itu Degner tidak pernah lagi balapan di seri Jerman Timur.
Kemudian, bagaimana kelanjutan dari tuduhan kesengajaan merusak mesin tersebut? Di sebuah pengadilan FIM di Jenewa, Swiss, pada 25 dan 26 November 1961, pengadilan menepis pengaduan oleh MZ bahwa Degner telah sengaja merusak mesin MZ-nya. Ya, dan untuk tahun-tahun berikutnya, ia membalap bersama Suzuki. Ernst Degner sukses menjadi juara dunia kelas 50 cc pada Kejuaraan Dunia MotoGP tahun 1962.
Ernst Degner bersama Suzuki (Foto: Pirelli)
Sepintas, nampaknya hidup Degner akan berlangsung lebih bahagia dari sebelumnya pasca pembelotan tersebut. Akan tetapi, setelah menjadi juara dunia, banyak ketidakberuntungan dialaminya. Ia mengalami kecelakaan hebat pada MotoGP Jepang tahun 1963. Kecelakaan tersebut memberinya luka bakar pada wajah, hingga dibutuhkan lebih dari 50 cangkok kulit untuk penyembuhannya.
ADVERTISEMENT
Dua tahun berselang, ia mengalami cedera kaki para saat menjalani balapan MotoGP di Italia. Tahun 1966, lagi-lagi di Suzuka, Jepang, ia mengalami cedera kepala serius pada saat sesi latihan. Kini, di Sirkuit Suzuka ada sebuah tikungan yang diberi nama "Tikungan Degner" sebagai bentuk penghormatan terhadap dirinya, terutama perihal insiden yang menimpanya tahun 1963.
Tikungan Degner di Sirkuit Suzuka (Foto: Pirelli)
Setelah berjuang untuk lari dari Timur ke Barat, Degner lalu harus berjuang 'lari' dari rasa sakitnya. Kemudian, seorang dokter memberinya obat penghilang rasa sakit yang sangat efektif dan sangat adiktif, apalagi kalau bukan morfin.
Tahun 1966 adalah terakhir kalinya ia berlaga di Kejuaraan Dunia MotoGP, dan ia mengakhirinya bersama Suzuki. Balapan terakhirnya adalah di seri balap Isle of Man TT di mana ia menduduki posisi ke-4. Sebelumnya, pada tahun 1965 ia sempat merengkuh podium pertamanya yang terakhir kala balapan di Sirkuit Dundrod, Ulster, Irlandia Utara.
ADVERTISEMENT
Ia menghabiskan sisa hidupnya di Tenerife, Spanyol di mana ia menjalankan bisnis sewa mobil, dan meninggal di sana tahun 1983 (ada juga yang mengatakan ia meninggal tahun 1981). Ada desas-desus yang mengiri kematiannya bahwa Stasi akhirnya berhasil menyusulnya, membunuhnya, dan membuatnya terlihat seperti bunuh diri. Faktanya, Degner meninggal karena serangan jantung. Ada juga yang berpendapat bahwa morfin menjadi salah satu penyebab kematiannya.
Begitu lah sekiranya kisah dari Ernst Degner ini. Bagaimana pun pandangan orang terhadap karir dan kisah hidupnya (juga matinya), Degner telah tercatat sebagai pebalap yang hebat pada zamannya. Tidak hanya di dalam lintasan tapi juga di luar. Khusus untuk keberaniannya membelot, berarti ia telah mengamalkan pelajaran yang ia dapatkan dari dalam lintasan ke luar lintasan: berani bertaruh nyawa.
ADVERTISEMENT