Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Leverkusen si Pencuri Hati, Xabi Alonso sang Pewujud Mimpi
20 Maret 2024 14:36 WIB
·
waktu baca 7 menitADVERTISEMENT
Jika ada satu klub sepak bola selain Arsenal yang berhasil mencuri hati saya, mereka adalah Bayer Leverkusen. Selalu ada porsi kecil di dalam hati saya untuk klub asal North Rhine-Westphalia, Jerman, tersebut.
ADVERTISEMENT
Flashback ke sekitar 10 tahun lalu, ketika saya bermain gim Football Manager (FM) 2014. Bagi pencinta sepak bola, FM adalah sarana ngebangun dunia khayal sendiri, di mana kita bisa menjadi manajer sepak bola tersukses sepanjang sejarah. Pokoknya, Jose Mourinho dan Pep Guardiola enggak mustahil dilangkahi jumlah trofinya.
Tapi kadang, beberapa gamer enggak langsung milih tim favoritnya di dunia nyata saat awal permainan. Biar greget, biar ada tantangannya. Saya ingat, awalnya saya melatih tim Liga Irlandia, Shamrock Rovers; lalu pindah ke klub Rumania, CFR Cluj Napoca; kemudian membawa tim Liga Ukraina, Shakhtar Donetsk, juara Liga Champions.
Habis itu, ceritanya saya ingin pindah ke liga yang lebih top. Waktu itu, saya berada di persimpangan antara harus memilih hijrah ke Schalke 04 atau Bayer 04 Leverkusen. Secara keuangan dan kualitas akademinya, kedua tim itu sama bagusnya di FM14.
ADVERTISEMENT
Namun, karena saya pikir Schalke 04 sudah cukup mainstream di kalangan pemain FM, saya pilih Leverkusen saja. Deal! Saya selaku pelatih dengan DNA juara Liga Champions resmi menukangi tim berjuluk Die Werkself tersebut.
Kemudian, saya riset tentang Leverkusen. Trofi apa yang belum pernah mereka juarai, kapan terakhir kali juara, dan sebagainya. Dan betapa kagetnya saya, saat tahu ternyata Leverkusen adalah klub yang sangat kering gelar. Buset, ternyata ada yang lebih parah dari Tottenham Hotspur untuk urusan trofi juara.
Leverkusen dari musim ke musim bukanlah tim yang akrab dengan papan bawah. Mereka biasa finis di 4 besar atau 6 besar Bundesliga Jerman, atau kalau lagi apes yang pernahlah finis ke-7 atau 9. Yang pasti gini, selama 20 musim terakhir, Leverkusen cuma pernah sekali kepeleset finis di luar 10 besar, yakni finis ke-12 di musim 2016/17.
ADVERTISEMENT
Jadi boleh dibilang, Leverkusen adalah tim papan atas atau at least menengah ke atas. Namun faktanya, mereka belum pernah sama sekali juara Bundesliga. Nol besar.
Mereka cuma pernah masing-masing sekali juara Bundesliga 2 North (1978/79)--kompetisi divisi bawah, DFB Pokal (1992/93), dan Piala UEFA (1987/88)--sekarang Liga Europa. Sekering itu lemari trofinya.
Urusan jadi runner up mereka 'jagonya'. Di database FM 14, Bayer Leverkusen tercatat menjadi runner up Bundesliga 5 kali (1996/97, 1998/99, 1999/2000, 2001/02, 2010/11), runner up DFB Pokal 2 kali (2001/02, 2008/09), dan runner up Liga Champions sekali (2001/02).
Fakta di atas selaras dengan kondisi di dunia nyata. Teranyar, mereka mencapai final DFB Pokal 2019/20, tapi kalah 2-4 dari Bayern Muenchen.
ADVERTISEMENT
Jika dicermati, itu musim 2001/02 mereka meraih treble runner up. Makanya, waktu musim itu Leverkusen diledek 'Neverkusen', namanya diplesetin karena enggak pernah berhasil juara. Tim menyedihkan macam apa sih ini?
Makanya, pas main, saya bertekad membawa Bayer Leverkusen berjaya. Hasilnya, 6 trofi Bundesliga dan 1 trofi Liga Champions di FM14 saya persembahkan untuk klub yang sejarah awalnya didirikan pada tahun 1904 oleh karyawan sebuah perusahaan farmasi itu.
Ini gilanya main FM. Oleh karena skenario dan dunia khayal yang kita ciptakan sendiri di otak, kita bisa bikin baper ke tim yang pernah kita tangani, dalam kasus saya ini adalah Bayer Leverkusen, yang masih terus saya nantikan bisa mengangkat trofi bergengsi lagi di dunia nyata.
Mari sekarang bicara soal Bayer Leverkusen di dunia nyata, fokus di musim ini. Sampai pekan ke-26 Bundesliga Jerman 2023/24, tim besutan Xabi Alonso memuncaki klasemen dengan raihan 70 poin dan berselisih 10 poin dengan Bayern Muenchen di urutan kedua.
ADVERTISEMENT
Siapa yang sangka? Orang mungkin ngira musim ini Bayern Muenchen bakal mendominasi Bundesliga lagi, apalagi mereka sudah punya Harry Kane, bomber tajam yang diimpor dari Inggris.
Atau kalaupun ada persaingan, palingan Borussia Dortmund atau RB Leipzig yang akan kembali membuat 'gertak sambel' seperti musim-musim sebelumnya. Yang ujung-ujungnya Bayern Muenchen lagi juaranya.
Tapi ternyata, Leverkusen yang musim lalu finis keenam 'ujug-ujug' jadi pemuncak klasemen. Mereka bahkan tidak terkalahkan dalam 38 laga beruntun di lintas ajang musim ini.
Sebenarnya, enggak sopan kalau bilang pencapaian Bayer Leverkusen sejauh ini cuma 'ujug-ujug'. Sebab, tim ini faktanya memiliki materi pemain dan taktik yang matang.
Angkat topi setinggi-tingginya kepada Xabi Alonso karena akhirnya ada pelatih yang bisa membawa Leverkusen terbang sejauh ini. Pria Spanyol itu dulunya adalah gelandang cerdas yang pernah dilatih oleh pelatih-pelatih top dunia. Makanya, ada yang bilang bahwa filosofinya adalah gabungan dari para maestro.
ADVERTISEMENT
Alonso main pakai formasi dasar 3-4-3. Bayer Leverkusen memasang 3 bek tengah, 2 gelandang tengah yang bisa bergantian maju-mundur untuk mengisi ruang kosong, 2 wingback yang suportif dalam menyerang, dan 2 winger bersama satu striker yang sangat mobile.
Secara filosofi, Alonso menerapkan gegenpressing khas Jerman sebagaimana yang diterapkan Juergen Klopp atau Roger Schmidt. Makanya, lawan bisa kesulitan mengembangkan permainan atau mencari celah mencetak gol karena besarnya tekanan yang diberikan Leverkusen sejak sepertiga akhir.
Di sisi lain, Alonso juga menerapkan positional play khas Pep Guardiola karena Bayer Leverkusen kerap mendominasi penguasaan bola. Menurut data WhoScored, Leverkusen sejauh ini jadi tim yang rata-rata mendominasi 63,1 persen penguasaan bola dalam pertandingan Bundesliga, paling tinggi di antara tim lain.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, Alonso enggak seketat itu mengatur pergerakan pemain di lapangan. Bentuk formasi 3-4-3 bisa berubah menjadi 4-2-4, dengan satu wingback mereka maju. Beberapa pemain juga diizinkan bertukar posisi. Semua ini tergantung situasi, misalkan saat mereka hendak pressing atau melakukan serangan, atau juga karakteristik lawan. Yes, ini mirip Carlo Ancelotti.
Hasilnya kelihatan, kok. Pada Bundesliga 2022/23, Leverkusen kebobolan 49 kali dan mencetak 57 gol dari 34 kali main. Sementara di musim ini, sampai pekan ke-26, mereka baru kejebolan 18 kali dan sudah membukukan 66 gol dengan catatan xG (expected goals) terbanyak kedua, yakni 55,27.
Pertahanan ini yang krusial banget. Mereka kini adalah tim paling sedikit kebobolan di Bundesliga musim ini. Sebab, Bayern Muenchen saja sekarang sudah 31 kali kebobolan atau yang tersedikit kedua sejauh ini.
ADVERTISEMENT
Selain itu, yang menarik adalah Leverkusen enggak benar-benar bergantung pada satu pemain. Enggak ada istilah semacam “Alexis FC” atau “Aubameyang FC” seperti di Arsenal dulu. Jika satu pemain itu berhasil ‘dimatikan’, runyam sudah.
Nah, walau musim ini sudah cetak banyak gol, Leverkusen hanya punya satu pemain yang bisa mencetak gol sampai dua digit di Bundesliga, yakni Victor Boniface sebanyak 10 gol. Lucunya, top skor kedua mereka di Bundesliga sejauh ini adalah Alex Grimaldo yang seorang wingback dengan 9 gol.
Lalu, setidaknya ada 5 pemain yang sudah mencetak lebih dari 5 assist di Bundesliga musim ini. Meraka adalah Grimaldo (11), Florian Wirtz (10), Jeremie Frimpong (7), Boniface (7), dan Jonas Hofmann (6).
Kemudian, Bayer Leverkusen juga efektif memanfaatkan situasi bola mati. Terbukti, mereka sudah mencetak 12 gol dari set piece di Bundesliga. Namun di sisi lain, mereka juga sudah 8 kali kebobolan dari set piece.
ADVERTISEMENT
Kalau bicara kekurangan secara keseluruhan, mungkin akhir-akhir ini mereka cukup banyak kebobolan. Dari 5 laga terakhir di lintas ajang, mereka sudah kebobolan 6 kali. Ini harus menjadi alarm peringatan bagi Xabi Alonso untuk lebih menjaga kekompakan lini belakang.
Selain itu, yang harus dibenahi adalah kemampuan duel udara. Ini yang Leverkusen sering kewalahan.
Namun, faktor krusial lain yang membuat Leverkusen tetap bertahan di puncak sejauh ini menurut saya adalah mental. Dari sekian banyak laga yang sudah dimainkan Leverkusen di lintas ajang, ada 7 laga mereka mencetak gol di menit 90-an untuk menentukan hasil laga, entah itu memastikan kemenangan atau menghindarkan dari kekalahan.
Boleh jadi ini pentingnya memiliki pelatih yang juga bekas serial winner ketika masih menjadi pemain. Maksud saya, Alonso pernah juara Liga Champions bareng Liverpool dan Real Madrid.
ADVERTISEMENT
Bersama Madrid dan Bayern Muenchen dulu juga dia pernah mencicipi gelar liga domestik. Dan ingat, Alonso juga ada dalam skuad Timnas Spanyol yang juara Piala Dunia 2010 dan Piala Eropa 2008 serta 2012.
Musim ini belum berakhir. Leverkusen bisa saja meraih treble karena masih ada kans menjuarai Bundesliga, DFB Pokal, atau Liga Europa. Namun, bisa saja akhirnya cuma mendapat dua trofi, atau malah satu trofi, atau malah sejarah Neverkusen terulang.
Yah, gimana pun nasib Bayer Leverkusen akhirnya nanti, saya rasa pencapaian atau gebrakan para pemain dan pelatih layak diapresiasi. Kalau saya pribadi berharapnya beneran juara, ya, tetapi kalau konsistensi tiba-tiba luntur, ya, berarti kagak mujur. Apalagi kalau mendadak badai cedera, bisa-bisa merana.
ADVERTISEMENT
Jika benar ada trofi juara yang berhasil diraih Leverkusen, saya mungkin enggak layak merayakannya secara berlebihan karena selama ini hanya menyimpan kagum dalam hati, enggak pernah terang-terangan mengakui. Biarlah kebahagiaan saya hanya bersemi dalam sanubari.