Menilai Kelayakan Balapan MotoGP di Sirkuit Perkotaan

Katondio Bayumitra Wedya
Moslem. Author of Arsenal: Sebuah Panggung Kehidupan
Konten dari Pengguna
21 Januari 2018 0:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Katondio Bayumitra Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Alex Rins Navarro (Foto: MotoGP)
Carmelo Ezpeleta selaku CEO dari Dorna Sports memberi pernyataan bahwa ada kemungkinan Kejuaraan Dunia MotoGP akan menggelar balapan di sirkuit dalam kota. Ada sebuah kota yang telah mengajukan proposal di atas meja kepada pihak Dorna untuk penyelenggaraan balapan motor paling bergengsi sejagad. Nama kota itu belum dipublikasikan dan sedang dalam tahap penilaian kelayakan.
ADVERTISEMENT
"Mungkin saja ada sirkuit urban di MotoGP," kata Ezpeleta sebagaimana dikutip dari Autosport pada 19 Januari 2018. "Ada proyek padat di kota yang hangat."
Kalaupun nantinya 'sirkuit misterius' itu lolos verifikasi, tetapi Ezpeleta belum menyebutkan sekiranya kapan penyelenggaraan balapan di sirkuit tersebut terlaksana. Ini berkaitan dengan jumlah balapan di ajang MotoGP. Untuk tahun 2018 ini saja MotoGP sudah akan menyelenggarakan 19 seri balapan. Tahun depan Finlandia juga akan ikut mengisi, sehingga total seri balapan menjadi 20. Kita juga jadi bertanya-tanya tentang kans penyelenggaraan balapan MotoGP Indonesia.
"Saat ini terdaftar sekitar delapan negara yang akan dipilih untuk menyelenggarakan kejuaraan (dunia MotoGP), tetapi kita tidak bisa melakukan 26 (seri) balapan," kata Ezpeleta.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, Dorna Sports selaku perusahaan penyelenggara kejuaraan dunia MotoGP pastinya akan benar-benar menilai keseriusan persiapan dan kelayakan sirkuit dari negara yang mengajukan proposal. Jika bicara soal kelayakan, maka yang menjadi pertanyaan adalah apakah menggelar balapan MotoGP di sirkuit dalam kota dapat dikatakan layak? Apakah ide ini benar-benar realistis untuk direalisasikan? Maksudnya, apakah aman menggelar balap motor berkecepatan (sangat) tinggi di sirkuit perkotaan? Mari kita bahas dari berbagai aspek teknis balapan.
Pengaman Sirkuit
Pernah menyaksikan start balapan kelas Moto3 atau 125 cc? Kalau belum, saya maklum karena memang tidak disiarkan TV lokal, tetapi rekan-rekan pembaca dapat melihatnya di Youtube. Kalau para pembaca sekalian melihat bahwa potensi kecelakaan bahkan sudah dapat terjadi di tikungan pertama. Wajar, karena dibanding dua kelas pada Kejuaraan Dunia MotoGP lainnya, peserta balap kelas Moto3 (atau yang dulu adalah kelas 125 cc) adalah yang paling membludak.
ADVERTISEMENT
Ketika mereka mengalami crash tersebut, hal yang terjadi selanjutnya adalah beberapa pebalap akan terpental/terdorong ke arah run-off area. Di area tersebut biasanya terisi oleh gravel, yang merupakan salah satu pengaman bagi pebalap di sirkuit ketika mereka terpental keluar lintasan. Kecepatan pebalap yang jatuh tergelincir/meluncur keluar lintasan dapat diperlambat dengan adanya gravel di sisi-sisi lintasan, sehingga menimalisir resiko tubuh mereka langsung terkena dinding dan pembatas sirkuit (yang tentunya jika itu terjadi dapat berpotensi cedera serius).
Sepintas, gravel ini terlihat seperti pasir tapi ketahuilah itu bukan pasir. Gravel adalah partikel batu-batuan yang punya ukuran sedikit lebih besar dari partikel pasir. Berdasarkan situs resmi Formula 1, menyatakan bahwa perangkap gravel pada run-off area biasanya harus terisi gravel sedalam 25 cm dan batu kerikil bulat yang berdiameter antara 5 dan 16 mm. Balap mobil tentu beda dengan balap motor, tetapi sebagaimana yang kita tahu bahwa ada beberapa sirkuit yang menyelenggarakan F1 dan MotoGP sekaligus dari tahun ke tahun. Jadi, standar perangkap gravel juga tidak jauh berbeda.
ADVERTISEMENT
Cal Crutchlow jatuh di atas gravel (foto: MotoGP)
Akan tetapi, perbedaan yang jelas tak dapat disamakan adalah mobil itu beroda empat dan motor itu beroda dua. Artinya apa? Kita lihat F1 atau ajang balap mobil lainnya, pebalap jelas berada di dalam mobilnya, yang mana jika terjadi kecelakaan maka yang hancur duluan pasti mobilnya (dalam keadaan lebih parah, pebalapnya juga dapat cedera). Akan tetapi, pada ajang balap motor, resiko cedera pebalap jelas lebih rentan.
Ditambah lagi, mari kita melihat sirkuit Baku (Azerbaijan), Monte Carlo (Monaco), dan Marina Bay (Singapura). Itu adalah beberapa sirkuit resmi F1 yang bertipe sirkuit perkotaan. Jarak antar sirkuit dengan dinding dan pembatas lebih dekat dibandingkan sirkuit lain pada umumnya. Ditambah lagi, tidak ada gravel. Bayangkan, pebalap kecelakaan di tikungan dan langsung terpental ke dinding dan/atau pembatas, pasti resiko cedera lebih besar. Mereka yang tubuhnya berada di dalam mobil saja bisa cedera parah, apalagi yang balapan motor.
ADVERTISEMENT
Dani Pedrosa 'mencium' air fence (Foto: Diario AS)
Solusi lain adalah pemasangan air fence pada pinggir sirkuit yang menjadi pengaman pebalap dari resiko langsung terbentur dinding keras ketika mengalami kecelakaan. Sifat air fence ini kurang lebih sama dengan air bag pada mobil. Ini tentu dapat mengurangi resiko cedera yang berujung fatal. Namun sekali lagi, pada sirkuit perkotaan yang umumnya lebih sempit itu, penempatan air fence tentunya harus benar-benar disesuaikan.
Insiden Kecelakaan
Kenyataannya memang sudah ada beberapa ajang balap motor yang menjadikan sirkuit perkotaan sebagai sirkuit resmi balapan. Kita ambil satu contoh ajang balapan di Asia, Macau Motorcycle Grand Prix. Ini adalah ajang balapan tahunan yang sudah berlangsung sejak 1954 di Sirkuit Guia, yang notabene merupakan sirkuit perkotaan, dan tahun lalu ajang ini diselenggarakan pada bulan November. Tahun 2017 menjadi salah satu tahun berisi duka pada ajang tersebut karena seorang pebalap asal Inggris, Daniel Hegarty harus meregang nyawa di sirkuit sepanjang kurang lebih 6,2 km tersebut.
ADVERTISEMENT
Juara Isle of Man TT Privateer 2016 tersebut meninggal usai ia dan motornya menabrak pembatas pada sisi luar sirkuit. Beberapa saksi mata melihat bahwa tabrakan itu sampai mengakibatkan helmnya terlepas. Dikutip dari The Sun, Hegarty adalah pebalap ke-16 yang tewas akibat balapan di sirkuit tersebut sejak pertama kali dilombakan. Sirkuit Guia berada di Macau yang terletak di Asia Timur dan tentunya memiliki iklim tropis yang cukup hangat. Apakah ini kota yang dimaksud oleh Carmelo Ezpeleta? Jika iya, maka fakta di atas akan menjadi pro dan kontra tersendiri dikalangan para pebalap dan pabrikan.
Sirkuit Guia (Foto: Snaplap)
Selain Macau, Irlandia Utara juga memiliki sirkuit perkotaan yang banyak memakan korban jiwa dari para pebalap yang berlaga. Namun, kalau yang satu ini agak bersifat adventure, yaitu ajang balap lokal bernama North West 200. Ini adalah ajang balap motor melintasi sirkuit sepanjang 14,436 km yang rutenya adalah antar kota Portstewart, Coleraine, dan Portrush dalam distrik Causeway Coast and Glens. Sejak tahun 1939 hingga 2016, setidaknya tercatat ada 19 pebalap yang tewas saat mengikuti ajang balap North West 200.
ADVERTISEMENT
Salah satu alasan kenapa Kejuaraan Dunia MotoGP menghapus Isle of Man TT sebagai seri balapan resmi setelah tahun 1976 adalah karena adanya protes dari beberapa pebalap, diantaranya datang dari Giacomo Agostini, seorang juara, legenda, sekaligus yang paling berpengaruh kala itu. Setelah tahun 1972, Agostini menyatakan enggan untuk balapan di Isle of Man TT dengan alasan terlalu berbahaya. Snaefell Mountain Course yang menjadi sirkuit Isle of Man TT memang berbentuk rangkaian mulai dari kota, pegunungan, hingga pedesaan. Ini adalah trek yang sudah terkenal banyak memakan 'tumbal' dan tak jarang pula kecelakaan terjadi pada bagian lintasan perkotaan.
Kecepatan Motor
Sampai tahun 2017 kemarin saja, rata-rata kecepatan motor pebalap-pebalap yang berlaga di kelas utama MotoGP dapat mencapai 340-350 km/jam. Bahkan, diprediksikan pada tahun 2020 mendatang, Peter McLaren dari CRASH.net memprediksikan kecepatan motor MotoGP dapat mencapai 360 km/jam. Sebuah prediksi yang masuk diakal untuk motor yang bertenaga 1000 cc. Dengan kecepatan seperti itu, maka kelayakan balapan di sirkuit perkotaan kembali dipertanyakan.
ADVERTISEMENT
Semakin cepat motor, maka resiko akan semakin besar. Mengurangi kecepatan motor jelas mustahil karena akan menghilangkan esensi balapan itu sendiri. MotoGP bisa kehilangan penggemar dan sponsor. Namanya juga balapan, daya tariknya jelas adu cepat sekencang-kencangnya.
Faktanya, kecepatan motor Isle of Man TT hanya berkisar 200 km/jam, dimana Micheel Dunlop menjadi pemegang rekor lap pada tahun 2016 dengan kecepatan 215,591 km/jam. Balapan pada ajang North West 200 rata-rata kecepatan motor juga hanya berkisar antara 190-200 km/jam, bahkan terkadang mencapai 200 km/jam pun tidak. Sementara itu, MotoGP, kondisi terkininya adalah kecepatan motor MotoGP berkisar 350 km/jam, yang artinya akan banyak sekali hal atau inovasi yang perlu disiapkan agar resiko kecelakaan fatal dapat diminimalisir jika benar-benar balapan sirkuit perkotaan akan menjadi seri balapan utama MotoGP di masa mendatang.
ADVERTISEMENT
Pertimbangan Kondisi Pebalap
Perlu dicatat bahwa Isle of Man TT dan North West 200 ini adalah ajang balap yang sifatnya jarak jauh, sehingga dibutuhkan konsentrasi penuh dan kondisi fisik yang prima ketika membalap di sana. Di sisi lain, Dorna Sports pastinya tidak mungkin menjadikan sirkuit seperti itu untuk masuk dalam kalender balap MotoGP. Desain sirkuit perkotaan ala Macau dan Singapura mungkin yang paling realistis. Namun, melakukan balapan selama kurang lebih 20 putaran pada sirkuit perkotaan, maupun melakukan balapan panjang di sirkuit bertipe adventure tentu tetap sama-sama menuntut kondisi pebalap yang prima. Pebalap yang prima pun tak menutup kemungkinan mengalami musibah, apalagi yang tidak.
Jadi, mari kita nantikan saja kebenaran akan balapan di sirkuit perkotaan untuk Kejuaraan Dunia MotoGP, beserta inovasi-inovasi di dalamnya.
ADVERTISEMENT