Monosodium Glutamat Dapat Jadi Alternatif Sehat Pengganti Garam Dapur

Katondio Bayumitra Wedya
Moslem. Author of Arsenal: Sebuah Panggung Kehidupan
Konten dari Pengguna
30 Juli 2017 20:51 WIB
comment
22
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Katondio Bayumitra Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Monosodium Glutamat Dapat Jadi Alternatif Sehat Pengganti Garam Dapur
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Foto: Shutterstock
Di pertengahan tahun 2017 ini, isu garam langka yang kian ramai diperbincangkan di berbagai media membuat resah masyarakat. Pasalnya, kelangkaan ini membuat stok garam di beberapa daerah menjadi langka. Kalau pun stok tersedia, bisa jadi harganya meninggi. Alhasil, untuk menanggulangi hal tersebut, pemerintah menyiapkan impor 75.000 Ton garam konsumsi dari Australia. Ironi untuk sebuah negara yang mengaku negara maritim.
ADVERTISEMENT
Garam adalah salah satu bumbu esensial nan penting bagi keluarga dan pegiat industri kuliner tanah air. Garam hampir tidak dapat lepas dari berbagai menu santapan nusantara. Dari Sabang, sampai Merauke butuh garam. Saking 'vitalnya' peran garam dalam dunia perdapuran Indonesia, jangan heran banyak kawula muda yang memanfaatkan kata "garam" sebagai ajang gombal mereka, seperti:
"Menjalani hidup di dunia ini tanpamu bagaikan masak sayur tanpa garam. Hambar."
Namun, langkanya garam dapat menyebabkan masakan-masakan terancam tak sedap. Untuk sementara, mari beralih ke MSG (Monosodium Glutamat) alias vetsin alias mecin.
Loh? Loh? Kok malah disuruh pakai MSG? Gak sehat itu kan!?
Sebenarnya, jika MSG digunakan secukupnya, maka tidak akan menjadi sesuatu yang berbahaya. Bahkan, dengan beberapa trik, penggunaan MSG dapat lebih sehat dibandingkan garam. Ini berkaitan dengan efek samping terhadap kesehatan dari penggunaan keduanya, entah karena kehadiran natrium (penyebab utama hipertensi) di dalamnya atau karena hal-hal lain.
ADVERTISEMENT
Begini, WHO pada tahun 2013 merekomendasikan bahwa orang-orang dewasa sebaiknya mengonsumsi natrium kurang dari 2000 mg per hari. Ini juga dapat berlaku untuk orang Indonesia, meskipun jika merujuk Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2013 konsumsi ideal natrium harian adalah 1500 mg untuk orang dewasa.
Pertanyaannya, seberapa banyak kah kandungan natrium dalam 1 sendok teh garam meja (garam dapur)? Jika merujuk pada Pedoman Gizi Seimbang dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tahun 2014, maka jawabannya adalah 2000 mg/1 sendok teh. Keterangan ini juga tidak jauh berbeda dengan apa yang dicantumkan oleh WHO pada tahun 2012, dimana 5 gram garam dapur mengandung kurang lebih 1900 mg natrium.
Permasalahannya, natrium tidak hanya ditemukan pada garam dapur saja, melainkan juga pada makanan cepat saji, makanan beku, minuman kemasan, dan cemilan-cemilan lainnya. Bisa dibayangkan bahwa ternyata kita dapat mengonsumsi natrium lebih dari 2000 mg sehari. Kita amat dekat dengan yang dinamakan hipertensi atau mungkin kita pernah mengalaminya tapi tidak kita sadari? Bisa jadi.
ADVERTISEMENT
Hipertensi atau tekanan darah tinggi terjadi akibat menumpuknya natrium dalam tubuh, terutama pada darah. Natrium yang banyak di dalam darah ini memaksa tubuh melakukan penyeimbangan dengan cara menarik air, sehingga meningkatkan volume darah. Hal ini akan mengakibatkan jantung berdegup kencang akibat dari beratnya memompa darah, sehingga tekanan darah di arteri menjadi meningkat. Tekanan darah yang tinggi tersebut dapat meruntuhkan dinding-dinding arteri, yang dapat dimasuki oleh zat-zat gizi yang harusnya terserap tubuh. Semakin banyak zat gizi masuk, maka akan semakin menumpuk, dan akhirnya mempersempit dinding arteri. Dari situlah, ancaman gagal jantung dan stroke tercipta.
Mungkin banyak yang bertanya-tanya:
"Ah, tapi kok saya merasa sehat-sehat saja ya walau sering makan makanan olahan dan yang asin-asin?"
ADVERTISEMENT
Ya, karena suatu penyakit tidak akan disebut sebagai silent killer tanpa alasan tertentu toh? Beruntung lah jika kita masih berjalan kaki ke kantor. Beruntung lah jika masih punya waktu berolahraga. Beruntung lah jika ada yang mengingatkan kita untuk rajin minum air putih. Hal-hal tersebut mengurangi radikal bebas dan membantu pengeluaran natrium lewat keringat dan urin.
Oke, kita kembali ke MSG. Kenapa harus MSG?
Monosodium Glutamat Dapat Jadi Alternatif Sehat Pengganti Garam Dapur (1)
zoom-in-whitePerbesar
Foto: Shutterstock
Kemenkes RI menyatakan bahwa di dalam 1 sendok teh MSG (Vetsin) hanya mengandung kurang lebih 492 mg natrium. Artinya, di dalam jumlah yang sama, MSG hanya mengandung 1/3 natrium lebih sedikit dari garam dapur. Namun, makanan sudah dapat menjadi lezat karenanya. Merujuk pada European Food Information Council ketika penggunaan MSG dan garam dapur dikombinasikan, maka hal ini dapat meningkatkan rasa dan mengurangi kebutuhan akan garam, yang berpotensi mengurangi asupan natrium harian sebesar 20 sampai 40 persen. Artinya, kemungkinan seseorang mengalami hipertensi dan penyakit turunannya dapat menurun.
ADVERTISEMENT
Dan, buat kalian yang belum tahu, walaupun terlihat sama-sama berbentuk butiran kristal, tetapi sumber garam dan MSG itu berbeda. Garam yang dihasilkan dari panen garam di daerah laut/pantai/pesisir, sedangkan MSG itu diolah di pabrik dengan bahan baku rumput laut, tebu, ataupun tapioka. Itulah mengapa, kandungan natrium-nya berbeda. Namun, karena sekarang MSG banyak mereknya, ada baiknya kita rajin membaca label pangan sebelum membeli merek tertentu. Kenapa? karena melalui serangkaian proses olahan di pabrik, maka kandungan natrium tiap merek dapat berbeda-beda.
Lalu, bagaimana dengan efek samping dari MSG?
Sama hal nya seperti garam, efek samping baru akan muncul jika konsumsi MSG adalah berlebihan. Terlebih, untuk orang-orang yang sensitif dengan MSG, maka efek samping tersebut baru dapat terasa. Pernah mendengar “Chinese Restaurant Syndrome”? Ya, ini adalah gangguan kesehatan yang menyerang orang-orang yang mengonsumsi MSG secara berlebihan, ditambah lagi mereka sensitif akan hal itu. Gejalanya dapat berupa nyeri dada, mati rasa, sakit kepala, kulit kemerahan, dan keringat berlebihan.
ADVERTISEMENT
Tapi kan MSG bikin bodoh?
Ya, itu kalau terlalu berlebihan. Begini, ada dua hal yang mendasari pernyataan "MSG bikin bodoh". Pertama, merujuk dari teori Dr. Russell Blaylock, seorang ahli bedah saraf tersertifikasi, MSG memang dapat memberikan efek buruk pada manusia jika penggunaannya berlebihan karena MSG adalah "excitotoxin". Maksudnya, MSG dapat menyebabkan sel-sel tubuh (dalam hal ini otak) menjadi overexcites yang dapat menyebabkan kerusakan otak pada berbagai tingkatan tertentu. Hal ini berpotensi menyebabkan menurunnya kemampuan belajar, lebih parahnya lagi dapat mengarahkan seseorang pada penyakit Alzheimer, Parkinson, Lou Gehrig, dan lain-lain.
MSG adalah singkatan dari Monosodium Glutamat. Glutamat adalah asam amino yang digunakan tubuh untuk sebagai pemancar impuls saraf (neurotransmitter) di otak dan juga jaringan tubuh lain yang responsif terhadap glutamat. Asam amino glutamat ini yang menjadi pemicu sel-sel saraf untuk membawa pesan dari satu sel saraf ke sel saraf lain. Bagaimana cara menghentikan glutamat mengirimkan pesan? Ada yang namanya taurin dan gamma amino sebagai 'pihak' yang bertugas menghentikan pekerjaan membawa pesan tersebut.
ADVERTISEMENT
Beberapa peneliti yang meneliti beberapa pasien stroke menyatakan bahwa ada masalah overstimulasi glutamat pada pasien-pasien tersebut. Telah terjadi ketidakseimbangan karena jumlah glutamat yang terlalu banyak, sehingga overstimulasi terjadi pada otak, dan berakhir pada kerusakan sel saraf. Kalau sudah begitu, maka diperlukan obat penghambat glutamat guna mencegah kerusakan yang lebih parah.
Penelitian yang dilakukan Xiong et al. (2009) juga mengungkapkan bahwa MSG memang memiliki efek samping menengah terhadap saraf otak akibat efek toksiknya. Akan tetapi, dalam penelitian tersebut juga disebutkan bahwa kerusakan hanya mengancam sel saraf otak, bukan sel glial (sel penting otak lainnya yang bersifat non saraf). Dan, diketahui pula bahwa salah satu cara menanggulangi efek samping tersebut adalah dengan konsumsi vitamin C. Ya, mungkin dari sekarang kita dapat mengimbangi konsumsi MSG harian kita dengan memakan buah dan sayur yang cukup, terutama yang kaya vitamin C. Paprika, brokoli, kubis, jeruk, jambu, pepaya, leci, stroberi, kiwi, nanas dapat menjadi pilihan yang baik.
ADVERTISEMENT
Nah, kemungkinan kedua dari kenapa MSG dapat menyebabkan kebodohan ini adalah karena MSG dapat mempengaruhi pemilihan makanan. Kita tahu bahwa jajanan anak sekolah dan beberapa warung makan biasa menggunakan MSG agak berlebihan, sehingga rasanya menjadi gurih. Ini dapat menyebabkan anak-anak malas mengonsumsi makanan lain. Contoh lah mie instan. Sering kan kita menemui anak-anak hanya suka makan mie instan saja dan abai terhadap masakan lain yang disedikan orang tuanya? Ya, itu menyebabkan anak-anak kehilangan konsumsi zat gizi lain yang penting untuk perkembangan tubuh dan otaknya.
Akan tetapi, jangan sampai beranggapan bahwa MSG itu menyeramkan karena, sekali lagi, ditekankan bahwa MSG atau apapun akan berbahaya jika penggunaannya berlebihan. Penggunaan tidak lebih dari 1 sendok teh atau 5 gram MSG dalam masakan tidak akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan. Jangan pula beranggapan bahwa glutamat adalah ancaman karena terbukti bahwa glutamat terdapat di beberapa makanan lain, seperti halnya tomat dan keju. Bahkan, terdapat pula di dalam ASI dan baik untuk tumbuh kembang bayi.
ADVERTISEMENT
Steve Witherly, salah seorang food scientist asal Amerika Serikat menuturkan bahwa ia cukup sering mencampurkan garam dan MSG dalam makanannya. Campuran itu ia namakan "Supersalt". Makanan apapun jika dicampurkan supersalt maka rasanya menjadi lebih enak dari biasanya. Bahkan, brokoli, yang banyak orang tidak suka dapat menjadi sangat enak dengan bantuan beberapa bumbu dan supersalt tersebut. Ini malah dapat meningkatkan nafsu makan anak terhadap berbagai jenis makanan di masa pertumbuhannya.
Pada akhirnya, penggunaan MSG dapat menjadi alternatif yang sehat bagi tubuh jika digunakan secukupnya dan tidak berlebihan. Okelah sesekali kita juga gunakan garam dalam masakan dan tidak mengonsumsi MSG, atau benar-benar mencampur keduanya secara bijak. Dengan begitu, krisis pangan dan ancaman gangguan kesehatan dapat dicegah.
ADVERTISEMENT