Sederhana Tapi Bisa Picu Stunting: Malas Sarapan hingga Jarang Makan Daging

Katondio Bayumitra Wedya
Moslem. Author of Arsenal: Sebuah Panggung Kehidupan
Konten dari Pengguna
27 Desember 2023 13:10 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Katondio Bayumitra Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
com-Ilustrasi anak malas sarapan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
com-Ilustrasi anak malas sarapan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Stunting bagaikan imbas dari sebuah efek domino. Beberapa penyebabnya hanya kebiasaan sederhana yang dianggap remeh, tetapi dampaknya bisa menjadi darurat nasional.
ADVERTISEMENT
Menurut Kemenkes RI, stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.
Jangan dianggap bahwa stunting hanya ada di daerah terpencil di luar Pulau Jawa. Tak sampai 150 km dari Jakarta, misalnya di Lebak, Banten, angka stunting juga gawat.
Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, angka stunting di Provinsi Banten masih mencapai 24,5% dan Kabupaten Lebak termasuk dalam zona kuning dengan angka stunting sebesar 26,2%. Apa yang menyebabkan ini terjadi?
Ilustrasi siswa SMA Indonesia. Foto: Unspalsh
Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), yang diwakili oleh Diah M. Utari beserta rekan-rekannya seperti Asih Setiarini, Trini Sudiarti, Wahyu Kurnia, dan Latifah serta beberapa mahasiswa melakukan penelitian di SMPN 3 Kalanganyar, Kabupaten Lebak.
ADVERTISEMENT
Berlangsung pada 27 November 2023, niat mereka adalah mengembangkan booklet edukasi dan memberikan edukasi terkait anemia dan stunting langsung ke remaja putri. Mereka membuat materi pertumbuhan remaja, kebutuhan gizi remaja, gejala, dampak dan pencegahan anemia dan kurang energi kronis (KEK) bagi remaja serta dampak anemia dan KEK pada ibu hamil dan bayinya.
Hal pertama yang dilakukan adalah meminta para siswi mengisi kuesioner tentang kebiasaan makan. Dari situ, ketahuan bahwa mereka ada yang tidak terbiasa sarapan hingga jarang makan daging.
Jadi, hanya sepertiga siswa yang rutin sarapan sebelum berangkat sekolah dengan alasan tidak sempat, malas, dan tidak biasa. Selain itu , asupan pangan hewani tidak dikonsumsi setiap kali makan.
Hal lain yang juga krusial untuk mencegah stunting adalah konsumsi tablet tambah darah (TTD) seminggu sekali. Namun, tidak semua siswi mau mengonsumsi TTD yang diberikan sekolah dengan alasan rasa dan bau TTD yang tidak enak, tidak merasa perlu dan efek samping yang timbul seperti tinja berwana hitam dan konstipasi.
Ilustrasi gizi seimbang. Foto: Shutter Stock
Oleh karena itu, Diah dan kolega kian semangat melakukan edukasi gizi di sana. Mereka menjelaskan bahwa efek minum TTD tidak berbahaya dan TTD wajib diminum karena mempunyai efek jangka panjang yang sangat baik. Para siswi pun diminta untuk memperhatikan asupannya karena saat ini mereka masih berada pada masa pertumbuhan cepat.
ADVERTISEMENT
Konsumsi yang seimbang dan beragam akan mencegah mereka dari anemia dan KEK, sehingga jika suatu saat menikah dan hamil, status gizi dan kesehatan mereka pada kondisi yang optimal dan dapat melahirkan bayi yang sehat serta tumbuh menjadi anak yang cerdas.
Kegiatan edukasi dinilai berhasil karena terdapat kenaikan skor nilai pengetahuan gizi sebesar 52% berdasarkan hasil post test. Edukasi ini pertama kali dilakukan di SMPN 3 Kalanganyar, sehingga antusiasme siswi sangat tinggi saat kegiatan berlangsung. Namun, penerapan dari edukasinya jelas tetap harus dimonitor.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan penurunan angka stunting sebagai salah satu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 menunjukkan tren penurunan angka stunting menjadi 21,6% dari yang sebelumnya di angka 24,4 di 2021.
ADVERTISEMENT
Namun, angka ini masih jauh dari target pemerintah sebesar 14% di 2024. Stunting jika tidak ditangani sejak dini, akan berdampak lintas generasi, sehingga dikhawatirkan generasi emas di tahun 2045 tidak dapat tercapai.