Seorang Pria Pergi ke Kondangan Bawa Helm tapi Enggak Bawa Motor

Katondio Bayumitra Wedya
Moslem. Author of Arsenal: Sebuah Panggung Kehidupan
Konten dari Pengguna
23 Desember 2019 12:03 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Katondio Bayumitra Wedya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi olrang pakai helm tapi enggak bawa motor.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi olrang pakai helm tapi enggak bawa motor.
ADVERTISEMENT
Gua agak bingung bagaimana cara untuk memulai cerita ini. Soalnya, ini benar-benar sekonyol-konyolnya cerita. Goblok pisan.
ADVERTISEMENT
Lagi-lagi, kisah ini ada hubungannya dengan dua teman gua, Emil dan Ikhlas. Iya, mereka adalah dua dari tiga orang yang pekan lalu gua ceritakan di stori kejutan parsel buah ulang tahun.
Untuk stori kali ini, kondisinya kami sudah lulus dan sudah pada punya pekerjaan. Bahkan kejadiannya terjadi di tahun ini, tepatnya pada 16 Maret 2019, hari Sabtu.
Oke, mungkin pertama-tama gua mau minta maaf dulu ke teman gua yang namanya Gaby karena, ya, sebenarnya cerita ini mungkin enggak bakal ada kalau dia enggak menikah dan enggak mengundang kami.
Tapi, jujur. Pada waktu itu, kami bertiga agak bimbang, mau datang ke acara nikahannya si Gaby ini apa, enggak. Ya, ada rasa agak-agak mager gitu, apalagi langit hari itu agak mendung.
ADVERTISEMENT
Jadi, Gab, maafkan kami yang sempat berniat tidak datang ke acara bahagiamu. Tapi in the end kami datang, toh, hehehe... Dan minta maaf juga karena sudah membawa-bawa namamu dalam stori yang penuh kekonyolan ini...
Maafkan kami, Gaby. Foto: Reuters/Andrew Boyers
Waktu itu, situasinya begini: Kami bertiga tetap pengin ketemuan. Plan-nya: Kalau enggak ngopi di kafe, ya, pergi ke kondangan Gaby.
Namun akhirnya, kami memilih ngopi di kafe yang terletak di kawasan Pancoran Mas, Depok. Tapi untuk jaga-jaga, gua dan Ikhlas stand by pakai batik. Cuma si Emil yang kagak.
Memang pada akhirnya yang b*ngs*t ini si Emil. Sebelum kami ketemuan, dia sudah mengimbau gua dan Ikhlas begini, "Lu pada pake batik dah, kalau gua enggak malas kita ke nikahan Gaby".
ADVERTISEMENT
Ikhlas langsung jalan dari rumahnya menuju kafe tersebut. Sementara itu, gua ke kos si Emil dulu, baru lanjut boncengan sama dia ke sana.
Dari rumah menuju kos si Emil, gua diantar bokap naik motor. Habis itu, bokap gua pergi, ada urusan katanya. Akan tetapi, sebelumnya gua minta izin untuk bawa satu helmnya buat gua pakai hari itu.
Sebab, si Emil enggak punya dua helm, dan berkendara tanpa helm di jalanan Depok amat berisiko. Kalau enggak celaka, ya, ditilang.
Singkat cerita, gua dan Emil lalu berangkatlah ke kafe itu. Emil pakai helmnya sendiri, gua pakai helm bokap gua. Helm full face.
Gua lupa, sih, itu jam berapa. Kalau enggak salah, bakda salat zuhur. Kondisinya, kami sudah melaksanakan salat zuhur di rumah/kos masing-masing.
ADVERTISEMENT
Lho iya, dong, Bro. Nongkrong boleh di mana aja, tetapi salat jangan ditinggal. Setuju?
Jangan pernah tinggalkan salat 5 waktu, gan. Foto: pixabay
Maka dari itu, satu hal yang kami sayangkan dari kafe itu adalah mereka tidak memiliki musala yang cozy. Alhasil, kami tidak betah berlama-lama di sana.
Sekitar satu jam atau setengah jam usai azan asar berkumandang, kami memutuskan cabut. Menuju kosan si Emil yang ada di daerah Pondok Cina, Depok, untuk menumpang salat asar.
Sebenarnya, setelah itu, kami berencana menuju kafe lain yang musalanya lebih cozy. Habis selesai salat asar, sekitar jam 4-an, tiba-tiba, salah satu teman akrab masa kuliah kami lainnya, Icha, bilang dia mau datang ke kondangan Gaby.
Dari situ, kami merasa 'tergerak' untuk ke kondangan Gaby. Kami merasa 'enggak enakan' gitu kalau enggak datang, sedangkan Icha datang. Selain itu, kami juga care-lah sama Gaby, masa iya, sih, teman menikah tapi kami enggak datang?
ADVERTISEMENT
Lagipula, waktunya masih bisa dikejar karena acara resepsi dimulai pada pukul 19:00 WIB. Sekadar informasi, Icha ini memang juga cukup akrab dengan kami, juga dengan Gaby.
Ilustrasi Pernikahan. Foto: Shutter Stock
Oke, jadi intinya kami membulatkan tekad untuk datang ke kondangan Gaby. Namun, kami bertiga memutuskan tidak pergi berbarengan.
Strateginya begini (ceilah 'strategi'), Ikhlas pergi ke rumah Icha yang ada di kawasan Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Dari Depok ke sana enggak jauh-jauh amat.
Ikhlas berencana menaruh motornya di sana dan naik mobil bareng Icha dan, kalau enggak salah, ada kawan kami lainnya yang bernama Icus juga ikut dalam perjalanan di mobil itu menuju acara resepsi pernikahan Gaby.
Lantas, bagaimana nasib gua dan si Emil 'Begundal' itu?
ADVERTISEMENT
Kami memutuskan naik motor dari kosan ke Stasiun Pondok Cina. Lagi-lagi, gua diboncengin si Emil. Nantinya, Emil akan memarkir motornya di sana, lalu kami berdua meneruskan perjalanan ke Stasiun Cawang naik kereta.
Oh, iya. Tambahan informasi, lokasi kondangannya ada di kawasan Jalan Raya Protokol Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Stasiun terdekat adalah Stasiun Cawang.
Stasiun Cawang. Foto: Wikimedia Commons
Gua dan Emil berangkat menuju Stasiun Pondok Cina sekitar jam 5 kurang. Tentu, si Emil juga sudah sempat berganti kostum jadi batik.
Lalu, bagaimana dengan nasib helm bokap gua? Logikanya, gua bisa menitipkan helm bokap gua di kosan si Emil, lalu habis kondangan gua ambil lagi, baru setelah itu pulang.
Tapi, sialnya (sialan memang), si Emil bilang habis kondangan dia enggak balik ke kosan. Katanya, mau pergi ke tempatnya si Aji --adik tingkat kami.
ADVERTISEMENT
S*we. Jadi aing kudu bagaimana?
Gua bisa diomelin bokap kalau helm enggak dibawa pulang. Masalahnya, itu helm biasa dipakai bokap buat ngojol. Kalau hari itu, sih, dia enggak lagi narik, memang, makanya bisa gua pinjam.
Kumaha iyeu teh? Foto: Pixabay
Gua coba putar otak hingga putar ginjal. Hasilnya, oke, gua bakal pergi bareng si b*ngs*t ini naik kereta. Ya, gua naik kereta sambil menenteng helm itu. Bodo amat, deh, dikatain gila juga.
Sampai di sini, mungkin lu bakal bertanya-tanya, "Kenapa itu helm enggak lu titipin di motor si Emil yang diparkir di stasiun?"
Ya, gua agak insecure, sih. Itu helm enggak jelek-jelek amat. Takutnya ada tangan-tangan 'jahil'.
Akhirnya, ya, itu tadi. Gua tenteng selama perjalanan. Dan kurang ajarnya, dari sejak masuk peron hingga selama di dalam gerbong kereta, ini si Emil ada aja bahan ngeledekin gua.
ADVERTISEMENT
"Hati-hati, Ton. Lu bawa helm tapi enggak bawa motor bisa ditilang, lho! Jangan sampai ketahuan polisi!" bualnya.
"T*i! Mana ada peraturan kayak begitu!?" sanggah gua.
"Yah, lu mah kagak tahu, yak. Bisa jadi, Bro. 'Kan Jokowi suka bikin peraturan yang aneh-aneh," ujarnya. Kacau, nama presiden dibawa-bawa. Tangkap, Pak, tangkap!
Singkat cerita, sampailah kami di Stasiun Cawang. Dari situ, kami menuju lokasi acara. Langit sudah lumayan gelap karena itu sudah jam 6 kurang. Nyaris masuk waktu magrib. Atau malah sudah? Gua lupa, sih.
Kami menyambung perjalanan dengan menaiki taksi online. Selama menunggu driver-nya datang hingga mau masuk ke dalam mobil, si Emil masih aja meledek gua. Ampun, dah.
"Helmnya jangan dipake, Ton! Umpetin di bawah biar enggak ketahuan polisi!
ADVERTISEMENT
"Berisik!"
Pada akhirnya, pas sudah masuk mobil, gua tetap umpetin di bawah kaki juga, sih, itu helm. Bukan karena gua percaya bualan Emil, tetapi, ya, lu pikir aja, masa gua pake? Gua mau ke kondangan, oy, bukan mau balap rally.
Ndilalah, si bapak driver taksi online juga ikut-ikutan meledek gua. Enggak tahu, sih, meledek atau betulan bertanya.
"Pak, Bapak ini anggota tim penerjun, ya? Itu bawa-bawa helm. Ini rencananya mau balik markas di Halim?" kata sang driver kepada gua.
"Hahahaha... Bukan, Pak! Bukan! Kita mau kondangan iniiiiii...." sanggah gua.
"Oalah, saya kira bapak dari tim penerjun. Saya pikir bapak tadi sore turun di mana tahu, terus sekarang malam mau balik ke markas," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Ya Allah, Pak. Mana ada, sih, orang terjun dari pesawat pakai batik!? Dan... Kenapa gua dipanggil "Pak", sih? Sudah kelihatan tua apa muka gua!?
Singkat cerita, sampailah kami di lokasi. Alhamdulillah, masih sempat melaksanakan salat magrib.
Tadinya, sebelum salat, gua berencana pengin menitipkan helm itu di satpam. Akan tetapi, si satpam menolak dan bilang mau pulang. Huft. Sudah begitu, tidak ada tempat penitipan helm di sana.
Akhirnya, gua bawa dulu itu helm ke musala. Salat dulu yang penting.
Habis salat, gua menyadari satu hal. Lokasi musala itu berseberangan dengan tempat parkiran motor. Enggak ada tempat penitipan helmnya, sih. Namun, setelah gua teliti, ada spot di mana gua bisa menyembunyikan helm itu.
Now you see it.
Now you don't.
Ya, dengan begitu, gua bisa tenang selama di dalam gedung acara. Gua enggak perlu nenteng-nenteng itu helm. Ya, kali kondangan sambil bawa helm. Aneh bangetlah.
ADVERTISEMENT
Banyak teman-teman gua yang datang ke kondangan Gaby sambil gendong anak, masa iya gua malah gendong helm? Pun andai suatu saat gua nikah sama pengusaha helm, ya, anak gua enggak mungkin berwujud helm full face juga kali.
Banyak teman-teman gua yang datang sambil gandeng pasangannya masing-masing, masa iya gua malah bercumbu sama helm? Mana enak. Helm enggak enak diajak ciuman. Keras.
Jadi, begitulah ceritanya, ya, guys. Kelar acara gua ambil lagi itu helm, lalu nebeng mobil si Icha ke Stasiun Cawang untuk pulang ke Depok.
Memang, selalu ada kekonyolan setiap kali berkumpul dengan dua teman gua itu. Dan kayaknya, sih, bakal ada kisah konyol lainnya yang bakal gua ceritakan. Jangan bosan-bosan baca, ya.
ADVERTISEMENT