Menolak Menghidupakan Kembali GBHN

Konten dari Pengguna
28 Maret 2018 19:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kawan Nazar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
ARGUMENTASI yang sering dikemukakan tentang perlunya menghidupkan kembali Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) adalah sekarang ini kita tidak mempunyai haluan pembangunan negara. 
ADVERTISEMENT
Tanpa haluan, tidak ada konsistensi dan kesinambungan pembangunan. Ganti presiden ganti kebijakan. Akibat itu, seperti yang dikatakan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri, maju mundur seperti tarian poco-poco. 
Pertanyaannya, benarkah sekarang ini kita tidak memiliki haluan pembangunan negara? Sekarang ini kita memiliki Undang-Undang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU Nomor 25/2004) yang mengatur tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang, Rencana Pembangunan Jangka Menengah, dan Rencana Tahunan. 
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional tidak hanya untuk penyelenggaraan pemerintahan di tingkat nasional, tapi juga untuk penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Jadi, juga mengatur kesinambungan perencanaan pembangunan di pusat dan daerah. Dengan fakta ini jelas bahwa sesungguh nya kita punya haluan negara pembangunan yang sistematis. 
ADVERTISEMENT
Perlunya dihidupkan kembali GBHN sering juga dikaitkan dengan problem-problem yang kita hadapi sekarang ini mulai dari yang bersifat ideologis sampai yang bersifat teknis seperti demokrasi yang terlalu liberal, renggangnya kerukunan dan persatuan masyarakat, pendidikan, lapangan kerja, kesehatan, dan lain-lain. 
Seolah-olah dengan menghidupkan kembali GBHN, seluruh problem bangsa itu segera bisa diselesaikan. Tidak ada jaminan atau pre diksi yang bisa memastikan bahwa dengan menghidupkan kembali GBHN, persoalan-persoalan bangsa akan bisa terselesaikan dengan baik. 
Dalam menghadapi problem-problem masa kini, kita cenderung untuk lari ke masa lalu dengan mengusung romantisme, halusinasi, bahkan manipulasi seolah-olah masa lalu itu lebih baik. Seolah-olah GBHN itu dahulu berhasil menjadi haluan pembangunan yang berhasil memajukan bangsa. 
ADVERTISEMENT
Problem kita sebenarnya bukan pada tidak ada GBHN sebagai haluan pembangunan negara karena kita sudah punya Pancasila sebagai ideologi negara, UUD 1945, dan sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang sistematis dan terintegrasi antara level nasional dan daerah. Problem kita adalah konsistensi untuk melaksanakan semua haluan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menghidupkan kembali GBHN tanpa diikuti dengan perubahan kedudukan, kewenangan, peran, dan fungsi Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sulit dibayangkan. 
Dahulu MPR mempunyai kewenangan merumuskan GBHN karena kedudukannya sebagai lembaga tertinggi negara yang mempunyai kewenangan mengangkat dan meminta pertanggung jawaban presiden. Dengan kedudukan MPR bukan lagi sebagai lembaga tertinggi negara, GBHN tidak akan efektif. 
MPR kini tidak akan bisa meminta pertanggung jawaban pelaksanaan GBHN kepada presiden. Menghidupkan kembali GBHN dalam sistem presidensial di mana presiden dipilih langsung rakyat akan mengacaukan sistem presidensial itu sendiri. 
ADVERTISEMENT
Kalau mengacu pada mekanisme yang ada di zaman Orde Baru, MPR menyusun GBHN dan presiden yang dipilih oleh MPR melaksanakan GBHN dan mempertanggung - jawabkannya kepada MPR. 
Di dalam sistem presiden yang dipilih langsung oleh rakyat, apakah presiden harus melaksanakan dan mempertanggungjawabkan GBHN yang disusun oleh MPR (DPR bersama Dewan Perwakilan Daerah atau DPD) yang presiden tidak ikut menyusunnya? Berbeda dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah yang disusun presiden bersama DPR. Untuk menghidupkan kembali GBHN, mekanisme nya adalah melalui amendemen UUD. 
Wacana amendemen UUD sendiri saat ini disuarakan sejumlah partai politik di parlemen, meski untuk bisa merealisasikannya tahun ini atau tahun depan yang merupakan tahun politik masih banyak yang meragukannya. 
ADVERTISEMENT
Masalahnya, tidak ada yang bisa menggaransi amendemen akan dilakukan hanya terbatas pada menghidupkan kembali GBHN karena menghidupkan GBHN itu otomatis akan mengubah sistem pemerintahan, hubungan antar lemba ga negara, tugas dan fungsi lembaga negara. 
Menghidupkan kembali GBHN tidak akan mungkin tanpa diikuti dengan perubahan kewenangan, bahkan kedudukan MPR. Dalam dinamika dan konfigurasi politik saat ini ide menghidupkan kembali GBHN adalah kunci untuk membuka kotak pandora yang arah dan tujuannya sangat kuat, yaitu menggugat kembali hasil-hasil amendemen UUD 1945 dan ujung-ujungnya kembali kepada UUD 1945 “asli”. Menghidupkan kembali GBHN bisa mengubah kedaulatan yang ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD menjadi kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. 
ADVERTISEMENT