Alasan Film G30S/PKI Perlu Diputar Lagi

15 September 2017 12:00 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Partai Komunis Indonesia (PKI) (Foto: Wikipedia)
zoom-in-whitePerbesar
Partai Komunis Indonesia (PKI) (Foto: Wikipedia)
ADVERTISEMENT
Gerakan 30 September atau disingkat G30S/PKI adalah peristiwa kelam bangsa Indonesia saat 7 orang jenderal militer dibunuh dalam satu usaha kudeta oleh PKI, selewat malam tanggal 30 September awal 1 Oktober 1965.
ADVERTISEMENT
Peristiwa itu lalu direkonstruksi oleh Orde Baru pada tahun 1984 dalam film dokudrama propaganda berjudul 'Pengkhianatan G30S/PKI'. Film itu diputar di layar kaca Indonesia dan disaksikan luas saban bulan Agustus bersamaan dengan HUT RI.
Setelah masuk era reformasi, film itu tak pernah lagi muncul di layar kaca. PKI adalah momok bagi bangsa Indonesia. Sekali saja memakai atribut PKI, siapa saja bisa diciduk polisi atau TNI seperti beberapa kali terjadi belakangan.
Nah, entah bagaimana di media sosial, sedang ramai agar film saat PKI menumpas 7 perwira militer itu diputar lagi di televisi, sebagaimana pernah diputar sejak sekitar tahun 1980-an. Salah satu yang menyuarakan adalah netizen Mustofa Nahra Wardaya dengan akun Twitter @NetizenTofa.
ADVERTISEMENT
"Saya sudah ngadain mini survei. Baik melalui online maupun melalui konvensional untuk anak-anak kelahiran 80 ke sini, pada enggak paham sejarah komunisme di Indonesia. Baik buruk sejarah, termasuk komunisme di Indonesia, ternyata tidak diketahui publik era milenial ini. Padahal itu sejarah kelam Indonesia," kata Mustofa kepada kumparan (kumparan.com), Jumat (15/9).
Mustofa menjelaskan, soal versi film atau perbedaan pandangan asli/palsu, rekayasa/original, itu soal lain. Tapi yang menyedihkan adalah anak-anak muda pada tidak paham apa itu PKI dan apa saja tindakan kejahatannya di Tanah Air sehingga di tahun 1965 ditumpas.
"Salah satu cara mengetahui sejarah komunisme --di sini terlanjur dikenal sebagai PKI-- di Indonesia, adalah dengan mengetahui sejarahnya. Karena sekarang zaman digital modern, ya tentu tidak lagi ada ketergantungan ke buku sejarah," paparnya.
ADVERTISEMENT
Apalagi lanjut Mustofa, sejarah PKI di buku, jelas sudah jarang kalau tak mau disebut tidak ada tertulis di dalamnya. Salah satu pintu sejarah adalah menggunakan elektronik. Dulu, selama Orba, Pak Harto mewajibkan penayangan Film G-30-S/PKI. Tapi tiba-tiba hilang begitu saja dari peredaran. Padahal itu penting untuk mengetahui sisi hitam sejarah kita.
Mustofa Nahra. (Foto: Twitter/ @netizentofa)
zoom-in-whitePerbesar
Mustofa Nahra. (Foto: Twitter/ @netizentofa)
"Munculnya berbagai gugatan kelompok tertentu terhadap Pemerintah minta maaf pada PKI, beberapa tahun silam, menimbulkan tandatanya besar. Jangan-jangan, berhentinya film G-30-S/PKI di televisi adalah dalam rangka upaya kelompok tertentu, untuk menghentikan 'transfer knowledge' komunisme kepada generasi muda kita. Sejarah besar PKI seharusnya tetap dijaga sebagai khazanah pengetahuan, kenapa dihentikan," beber aktivis Muhammadiyah itu.
Bagi Mustofa, putusnya transfer knowledge soal PKI ini fatal akibatnya. Banyak agenda-agenda kiri berbau kiri, mulai muncul liar sekali. Banyak muncul sosok-sosok dan speaker-speaker yang mulai mengaburkan sejarah komunisme. "Jangan-jangan ini ada kaitannya. Antara mandegnya penayangan film, dengan banyaknya agenda-agenda kiri di berbagai kota. Mulai banyak tokoh nasional, aktifis, mahasiswa," ujarnya.
ADVERTISEMENT
"Tidak perlu dihentikan film tersebut, karena pada waktu yang akan datang, akan bisa menjadi kajian penting, bagi anak-anak kita. Kenapa penting, karena dari film itu, kita bisa ketahui sisi mana benar dan salahnya. Lalu bisa dibikin film baru, tanpa menghapus film lamanya agar suatu saat kita tahu perbedaannya. Untuk mengetahui kebenaran, diperlukan sisi salahnya sebagai pembanding," paparnya.
"Maka saya menyebarkan informasi melalui media sosial, mengajak, dan mendesak agar film itu ditayangkan kembali. Tidak perlu takut melihat sejarah. Catatan sejarah tidak perlu dihapus. Tetapi bisa ditambahi catatan baru di masa yang akan datang," tutup Mustofa yang kini dalam misi Lawatan Keliling Dunia melawan Wabah Islamophobia.
Mustofa Nahra Wardaya (Foto: Dok. Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Mustofa Nahra Wardaya (Foto: Dok. Pribadi)
ADVERTISEMENT