Dubes Mahendra Siregar bahas Kelapa sawit di Senat Belanda

KBRI Den Haag
Akun Resmi Kedutaan Besar Republik Indonesia di Den Haag, Belanda
Konten dari Pengguna
6 April 2019 0:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari KBRI Den Haag tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dubes Mahendra Siregar bahas Kelapa sawit di Senat Belanda
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Dubes Mahendra Siregar (Dubes RI untuk AS), dalam kapasitasnya sebagai Eksekutif Direktur Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) pada tanggal 4 April 2019 diundang berbicara di Plenary Hall Senat Belanda, bersama Unilever, WWF Belanda dan peneliti dari Wageningen University and Research, guna membahas isu kelapa sawit. Diskusi difasilitasi oleh INS (Indonesia Nederlands Society) bekerja sama dengan KBRI Den Haag, diikuti oleh sekitar 90 peserta dengan berbagai latar belakang.
ADVERTISEMENT
Diskusi dilatarbelakangi oleh meningkatnya perdebatan terkait kelapa sawit, berkaitan dengan kebijakan Uni Eropa terkait Renewable Energy Directive (RED) dan Delegated Act yang mengkategorikan kelapa sawit sebagai satu-satunya vegetable oil yang unsustainable jika digunakan sebagai biofuels. Menghadapi hal ini, diperlukan dukungan berbagai pihak, termasuk Pemerintah Belanda, untuk menolak kebijakan diskriminatif tersebut.
Kebijakan diskriminatif UE terkait kelapa sawit menghiraukan berbagai upaya multi-stakeholders dalam mendorong kelapa sawit yang berkelanjutan, termasuk kebijakan yang telah dilakukan negara-negara produsen kelapa sawit, khususnya Indonesia. Narasumber dalam program diskusi menyepakati adanya perkembangan positif terkait implementasi kebijakan Pemerintah Indonesia untuk memastikan produksi kelapa sawit yang berkelanjutan, seperti melalui kebijakan moratorium perluasan lahan kelapa sawit dan mendorong produktivitas kelapa sawit di kalangan petani kecil (smallholders).
ADVERTISEMENT
Selain itu, kebijakan diskriminatif UE terhadap kelapa sawit dengan mendasarkan pada metode Indirect Land Use Change (ILUC) yang memiliki berbagai kelemahan berdasar sudut pandang ilmiah, juga menjadi sorotan diskusi. Karena itu terdapat beberapa masukan untuk mempertimbangkan penggunaan standar yang lebih diterima secara global, melalui pendekatan platform UN Sustainable Development Goals (SDGs).
Sertifikasi, seperti melalui Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) juga menjadi isu yang disoroti. Meskipun sertifikasi kelapa sawit berkelanjutan saat ini belum sempurna, namun terdapat arah yang positif untuk terus meningkatkan standarnya. Diskusi mendorong adanya pendekatan-pendekatan ilmiah yang memanfaatkan kemajuan teknologi untuk memastikan kelapa sawit yang berkelanjutan di seluruh tahapan rantai pasok.
Di akhir diskusi ditekankan pentingnya dialog dan kerja sama yang dapat mendorong adanya level playing field bagi kelapa sawit dan vegetable oils lainnya di Eropa dan untuk terus mendorong kerja sama meningkatnya kelapa sawit yang sustainable di semua tahap rantai pasok.
ADVERTISEMENT