Prostitusi Haruskah Dikriminalisasi?

Eunike Putri
Berkuliah di UPNVJ jurusab hukum, semester 1
Konten dari Pengguna
1 Januari 2021 16:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Eunike Putri tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kasus prostitusi di Indonesia kini semakin banyak, baik secara terang terangan maupun sembunyi sembunyi. Prostitusi di Indonesia di anggap sebagai masalah sosial yang berkonsentrasi pada permasalahan moral. Namun, bagi penyedia dan penjasa prostitusi, prostitusi merupakan pekerjaan tempat mereka untuk mencari nafkah demi sesuap nasi.
ADVERTISEMENT
Prostitusi di Indonesia menjadi simpang siyur, ditengah minimnya lapangan pekerjaan di Indonesia, para penjasa prostitusi harus tetap berjuang hidup, yang akhhirnya mengorbankan diri untuk masuk kedalam dunia prostitusi. Haruskah prostitusi dibenarkan dan diwajarkan demi keberlangsungan hidup para penyedia dan penjasa ? Namun apabila dibiarkan, bagaimana nasib moral bangsa ?
Di Indonesia sendiri, para pelaku, penyedia, dan penjasa bisa terkena sanksi pidana. Seperti yang tertulis dalam KUHP pasal 55 dan 56, dan dalam UU no 21 tahun 2007 yang menuliskan dimana prostitusi dapat dinilai sebagai perdagangan manusia, KUHP pasal 296, KUHP pasal 289, KUHP pasal 506
Pasal 55 (turut melakukan) dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) (membantu melakukan):
ADVERTISEMENT
Pasal 55 KUHP:
(1)Dihukum sebagai orang yang melakukan peristiwa pidana:
1e. Orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, atau turut melakukan perbuatan itu;
2e. Orang yang dengan pemberian, perjanjian, salah memakai kekuasaan atau pengaruh, kekerasan, ancaman atau tipu daya atau dengan memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan, sengaja membujuk untuk melakukan sesuatu perbuatan.
(2)Tentang orang-orang yang tersebut dalam sub 2e itu yang boleh dipertanggungjawabkan kepadanya hanyalah perbuatan yang dengan sengaja dibujuk oleh mereka itu, serta dengan akibatnya.
Pasal 56 KUHP:
Dihukum sebagai orang yang membantu melakukan kejahatan:
1. Barangsiapa dengan sengaja membantu melakukan kejahatan itu;
2. Barangsiapa dengan sengaja memberikan kesempatan, daya upaya, atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu.
Berdasarkan UU Nomorv 21 Tahun 2007 :
ADVERTISEMENT
Pasal 1 ayat (1) :
Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, ataupenerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Pasal 1 ayat (7) :
Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan seseorang oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan baik materiil maupun immateriil.
ADVERTISEMENT
Pasal 1 ayat (8) :
Eksploitasi Seksual adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan percabulan.
Pasal 1 ayat (9) :
Perekrutan adalah tindakan yang meliputi mengajak, mengumpulkan, membawa, atau memisahkan seseorang dari keluarga atau komunitasnya.
Pasal 1 ayat (10) :
Pengiriman adalah tindakan memberangkatkan atau melabuhkan seseorang dari satu tempat ke tempat lain
Berdasarkan pasal 1 UU Nomor 21 Tahun 2007 , muncikari tersebut memenuhi unsur-unsur sebagai pelaku perdagangan manusia. Dimana muncikari tersebut melakukan perekrutan terhadap wanita baik dewasa dan atau anak dibawah umur, dengan mengeksploitasi nya sebagai PSK baik secara terpaksa dan atau dengan tidak terpaksa dengan melakukan pengiriman dan atau memberangkat PSK kepada pelanggan PSK tersebut. Muncikari dapat dijerat dengan berdasarkan pasal 2 UU Nomor 21 Tahun 2007, yaitu dapat dikenakan pidana penjara 3 tahun dan paling lama 5 tahun dengan denda paling sedikit 120 juta dan paling banyak sebesar 600juta.
ADVERTISEMENT
KUHP Pasal 296 :
Barang siapa yang mata pencahariannya atau kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah.
KUHP Pasal 289 :
Yaitu segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, seperti cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada, dan sebagainya. Persetubuhan termasuk pula dalam pengertian perbuatan cabul.
KUHP Pasal 506:
Barang siapa sebagai muncikari (souteneur) mengambil keuntungan dari pelacuran perempuan, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun.
Dengan berbagai sanksi dan peraturan yang ada di Indonesia, secara tidak langsung kasus prostitusi sudah dikategorikan kasus kriminal, karena secara jelas disebutkan dalam KUHP pasal 55 dan 56, dan dalam UU no 21 tahun 2007 , KUHP pasal 296, KUHP pasal 289, KUHP pasal 506, bahwa kasus prostitusi dapat dikenakan sanksi pidana. Bahkan disetiap daerah memiliki peraturan dan sanksi masing masing untuk para penyedia, pengguna, serta penjasa prostitusi seperti Perda DKI Jakarta Pasal 42 ayat (2).
ADVERTISEMENT
Namun, dalam praktiknya di Indonesia tindak pidana tersebut akan berlaku apabila melanggar ketentuan seperti terjadinya pemaksaan, kekerasan, dan mempekerjakan anak dibawah umur, mengganggu ketertiban, dilakukan secara terang terangan dimuka umum.