3 Hakim dan 1 Panitera di PN Kendari Dilaporkan ke MA dan KY

Konten Media Partner
5 Februari 2020 15:34 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengadilan Negeri Kendari. Foto: Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Pengadilan Negeri Kendari. Foto: Istimewa
ADVERTISEMENT
Tiga hakim di Pengadilan Negeri Kelas II Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra), berinisial S, KT, AW dan 1 panitera pengganti berinisial ADZ dilaporkan ke Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudiasial (KY), atas dugaan pelanggaran kode etik dan prilaku hakim saat memutuskan perkara perdata.
ADVERTISEMENT
Ke tiga hakim dan 1 penitera itu dilaporkan ke MA dan KY oleh seorang perempuan bernama Rinrin Merinova yang diwakilkan kepada kuasa hukumnya, Helmax Alex Sebastian Tampubolon.
Berdasarkan surat tanda terima pelaporan yang didapat kendarinesia/kumparan, laporan itu diterima MA dan KY pada 21 Januari 2020 lalu.
"Benar, kami sudah masukan laporannya ke MA dan KY," jelas Ketua Tim Kuasa Hukum Rinrin Merinova, Helmax Alex Sebastian Tampubolon, Rabu (5/2).
Helmax menjelaskan, kliennya melaporkan ke 3 hakim dan 1 panitera di PN Kendari atas dugaan telah melakukan penyimpangan dan melanggar kode etik dan perilaku hakim ketika memutus perkara perdata yang melibatkan Rinrin sebagai tergugat.
Ketua Tim Kuasa Hukum Rinrin Merinova, Helmax Alex Sebastian Tampubolon (kanan). Foto: Istimewa
Kata Helmax, ada beberapa poin putusan tiga Hakim Pengadilan Kendari yang memutus Perkara Perdata No:13/Pdt.G/2019/PN.Kdi di Pengadilan Negeri Kendari itu yang diduga terdapat pelanggaran kode etik maupun prilaku hakim.
ADVERTISEMENT
Pertama, kata Helmax, Rinrin sebagai pihak tergugat berdomisili di Jakarta Selatan. Kemudian, perusahaan yang sahamnya dibeli Rinrin berada di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Sedangkan penggugat berdomisili di Jakarta Utara.
Seharusnya, lanjut Helmax, gugatan a quo itu di daftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sesuai dengan domisili  Rinrin sebagai tergugat.
"Jadi, sangat keliru dan melanggar kompetensi relatif jika gugatan itu  di daftarkan ke Pengadilan Negeri Kendari. Sehingga, seharusnya gugatan terhadap Rinrin itu dinyatakan tidak dapat diterima atau N.O oleh judex factie, karena terkandung fakta adanya kompetensi relatif," terang Helmax.
Kemudian kedua, kata Helmax, penggugat hanya memohonkan tiga hal ke PN Kendari. Tapi, oleh hakim yang menangani perkara itu malah memutuskan empat hal.
ADVERTISEMENT
"Bagaimana mungkin para hakim itu menambahkan putusan empat hal, sedangkan penggugat sendiri hanya memohonkan tiga hal," katanya.
Dia menjelaskan, poin putusan yang ditambahkan oleh ke tiga Hakim PN Kendari itu ada pada poin ketiga dalam putusannya, yaitu menghukum tergugat Rinrin untuk melakukan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) kembali dengan dihadiri oleh Thomas, Citra Hartanto, PT Petro Indah Indonesia atau kuasanya. "Poin putusan yang ditambahkan ini jelas - jelas menyalahi," ujarnya.
Tanda terima/penyerahan laporan ke Komisi Yudisial. Foto: Istimewa
Kemudian ketiga, masih kata Helmax, dalam acara perdata, dikenal adanya asas ultra petita. Artinya, hakim dalam menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau dimohonkan, atau meluluskan lebih daripada yang diminta.
"Nah, disini, ke empat hakim di PN Kendari itu justru menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak di tuntut," katanya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Helmax yang mewakili Rinrin menemukan adanya kejanggalan terkait jadwal persidangan. Kejanggalan itu terkait pelaksanaan sidang permusyawaratan hakim terkait perkara tersebut.
Dimana, kata Helmax, pada 6 November 2019 para hakim itu sudah melakukan sidang permusyawaratan hakim. Padahal, masih ada agenda sidang perkara tersebut pada  28 November 2019 dan  9 Desember 2019.
"Apakah itu tidak janggal ? Hakim sudah melakukan sidang permusyawaratan, sementara masih ada agenda sidangnya,"   tanya Helmax.
Menurut Helmax, seharusnya para hakim itu menyeleseikan seluruh agenda persidangan perkara tersebut, baru melakukan musyawarah. Sebab, menurut dia, para hakim harus mempertimbangkan segala bukti dan informasi secara utuh dari awal sampai akhir persidangan.
Helmax berharap, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial segera memeriksa ke tiga hakim dan seorang pabitera yang dilaporkan itu.
ADVERTISEMENT
"Kami berharap ke tiga hakim dan 1 panitera di PN Kendari itu diberi sanksi yang punya efek jera," katanya.
Selain itu, Rinrin sebagai pelapor yang diwakilkan ke kuasa hukumnya berharap agar Mahkamah Agung dan KY memberikan informasi tertulis kepada pihaknya terkait perkembangan atau hasil pemeriksaan terhadap para terlapor.
Tanda bukti terima/penyerahan laporan ke Mahkamah Agung. Foto: Istimewa
"Kami menunggu perkembangan dari laporan yang sudah kami masukan ke MA dan KY. Bukti - bukti juga sudah kami masukan. Harapan laporan segera di proses, dan empat hakim itu segera di periksa dan diberi sanksi tegas," pungkasnya.
Sementara itu, Humas PN Kendari, Kelik Trimargo, saat dikonfirmasi mengatakan bahwa pihaknya mempersilahkan pihak Rinrin Merinova melalui kuasa hukumnya melaporkan hal tersebut ke MA dan KY.
ADVERTISEMENT
Pihak hakim dan panitera yang dilaporkan, lanjut Kelik, pada prinsipnya siap jika ada tim dari MA dan KY yang datang untuk memeriksa.
Kelik bilang, pada intinya, hakim yang menangani perkara tersebut sudah menjalankan tugasnya sesuai prosedur yang diatur.
"Pada intinya itu kami sudah melaksanakan sidang sesuai dengan mekanisme yang ada. Jadi silahkan saja kalau misalnya dilaporkan. Prinsipnya kami siap dan menyerahkan sepenuhnya laporan itu jika diproses oleh MA dan KY," pungkasnya.