Ciptakan Pupuk dari Sampah, Karya Petani Ini Tak Dilirik Pemda Konsel

Konten Media Partner
21 Maret 2019 15:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sugiyono (42 tahun), petani asal Konawe Selatan yang ciptakan pupuk organik, Kamis (21/03). Foto: Dok. Sugiyono
zoom-in-whitePerbesar
Sugiyono (42 tahun), petani asal Konawe Selatan yang ciptakan pupuk organik, Kamis (21/03). Foto: Dok. Sugiyono
ADVERTISEMENT
Sugiyono (42), petani asal Kelurahan Lambandia, Kecamatan Lalembu, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), berhasil membuat pupuk organik yang terbuat dari akar tumbuh-tumbuhan dan sampah organik. Namun sayangnya, produk ciptaannya sama sekali tak dilirik oleh pemerintah daerah (pemda) setempat.
ADVERTISEMENT
Pupuk organik bernama B-Tani itu terbuat dari akar-akar pohon tertentu, yaitu air kelapa atau tuak manis sebagai media fermentasi, bebatuan lokal mineral mikro, tulang hewan, limbah ikan, sampah organik, dedaunan, zat klorofil, dan unsur kandungan lainnya.
"B-Tani sendiri singkatan dari Bengkel Tani, Sultra. Intinya pupuk ini bersumber dari tiga bahan, yakni bakteri alam, nutrisi untuk bakteri, dan screening untuk memfilter patogen," kata Sugiyono saat ditemui kendarinesia, Kamis (21/3).
Produk b-tani milik Sugiyono, Foto: Dok. Sugiyono
Lalu bahan-bahan yang telah Sugiyono kumpulkan dicacah dan disimpan di bak, kemudian difermentasi. "Waktu fermentasi itu sekitar satu minggu," ujarnya.
Setelah itu, hasil fermentasi disimpan di kemasan dan dia pasarkan sendiri. Menurut Sugiyono, pupuk organik ini sangat bermanfaat bagi petani, terutama jika mencampurkannya dengan pupuk kimia.
ADVERTISEMENT
Dia mengataka sebagian besar lahan pertanian di Sultra sudah terpapar pupuk kimia. Jika petani juga langsung menggunakan pupuk organik, maka bisa mempengaruhi hasil tani.
"Petani kan harapannya hanya dari hasil pertanian. Maka saya menyarankan agar menggunakan keduanya untuk kualitas yang baik dan hasil yang maksimal," kata Sugiyono.
"Ya sebenarnya tinggal pilihan petani saja mas. Mau yang organik bisa, yang kimia juga. Kalau mau hasil lebih baik, dua-duanya juga bisa digunakan," sambungnya.
Sugiyono saat mempraktekkan jenis pupuk yang ia ciptakan, Foto: Dok. Sugiyono
Sugiyono mengatakan Bengkel Tani menyediakan dua alternatif, baik organik maupun kimia. "Petani boleh berorganik jika yang dikejar adalah kualitas hasil pertanian. Tapi kalau petani mengejar hasil, keduanya bisa dipakai. Karena jika kami pakai dari kimia saja akan merusak tanah, sedangkan organik tidak. Jadi dua-duanya lebih baik kalau digunakan," katanya.
ADVERTISEMENT
Meski terbilang sukses, Sugiyono mengatakan produknya itu sama sekali tak diminati pemda setempat. Padahal, kata dia, karyanya sering dipamerkan ke tingkat nasional sebagai karya lokal petani Konawe Selatan (Konsel).
"Saya pernah mewakili Konsel untuk pameran teknologi tepat guna di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan itu Bapak Bupati Konsel sendiri yang bawa. Pernah juga di Aceh, kemudian pameran-pameran di Departemen Pertanian juga sering presentasi, tapi ujung-ujungnya juga tidak diperhatikan," katanya.
Dia juga mengaku pernah menawarkan ke beberapa dinas untuk diproduksi secara massal. Namun tak pernah mendapat respons.
"Saya pernah tawarkan di berbagai dinas, tapi tidak ada yang berminat. Padahal di NTB, Bupati Konsel memegang produk saya, lho. Dan memamerkan bahwa itu produk lokal Konsel, tapi saya minta beli tong untuk fermentasi tidak dikasih," keluh Sugiyono.
ADVERTISEMENT
Dia berharap pemerintah memberi perhatian agar ia bisa mengembangkan hasil karyanya.
"Jujur saja, memang belum ada perhatian pemerintah. Saya hanya berharap ini produksi lokal sendiri, harusnya dimanfaatkan oleh pemda. Sekarang saya jalan sendiri, dengan kemampuan saya sendiri, saya ingin 1 desa ada satu petani kader saya yang paham konsep pertanian sehat. Mengenai biaya, saya punya Allah yang Maha Kuasa," tutup Sugiyono.
---