'Gorana Oputa', Tradisi Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Buton

Konten Media Partner
10 November 2019 15:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah satu perangkat mesjid Agung Keraton membakar dupa sebagai pertanda dimulainya ritual Gorana Oputa. Foto: Rusman/kendarinesia.
zoom-in-whitePerbesar
Salah satu perangkat mesjid Agung Keraton membakar dupa sebagai pertanda dimulainya ritual Gorana Oputa. Foto: Rusman/kendarinesia.
ADVERTISEMENT
Maulid Nabi merupakan peristiwa penting yang selalu diperingati oleh setiap umat muslim di dunia untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Tahun ini, 12 Rabiul Awal Hijriah jatuh pada tanggal 9 November 2019.
ADVERTISEMENT
Di Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, kedatangan bulan Rabiul Awal disambut dengan tradisi ritual budaya religi yang disebut dengan 'Haroana Maludu' atau Syukuran Maulid. Tradisi tersebut sudah dilaksanakan oleh masyarakat Buton secara turun-temurun sejak di zaman kesultanan.
Haroana Maludhu sudah mulai dilaksanakan sejak tahun 1538 M di masa pemerintahan Sultan Murhum. Saat itu, tradisi tersebut diadakan secara sederhana, dan kemudian di masa pemerintahan Sultan Dayanu Ikhsanuddin sebagai Sultan ke-4 pada tahun 1629 M kemudian ditetapkanlah peringatan awal maulid yang dilaksanakan setiap tanggal 12 Rabiul Awal.
Di masa kesultanan, kesempatan pertama pelaksanaan maulid diawali oleh Sultan Buton bersama para perangkat Masjid Agung Keraton yang disebut Gorana Oputa (Munajadnya Sultan) yang diadakan pada waktu tengah malam.
ADVERTISEMENT
Tradisi tersebut sebagai bentuk permohonan keluarga Sultan untuk para penduduk negeri, sebagai wujud tanggung jawab seorang pimpinan untuk keselamatan negeri dan rakyatnya.
"Gorana Oputa (munajadnya sultan) ini awal dari peringatan Maulid Nabi Muhammad S.A.W yang dilaksanakan oleh sultan pada awal tanggal 12 Rabiul awal pukul 00.00 (tengah malam). Oputa yang dimaksud itu adalah Sultan," ucap Imam Masjid Agung Keraton, La Ode Zulkifli saat ditemui kendarinesia di rumah jabatan Wali Kota Baubau usai pelaksanaan ritual, Sabtu (9/11).
Imam Mesjid Agung Keraton La Ode Zulkifli, membacakan Barsanji yang berisikan riwayat tentang kehidupan Muhammad S.A.W. Foto: Rusman/kendarinesia.
Tradisi tersebut dilaksanakan guna memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Dengan tujuan untuk menghidupkan syiar agama dan menanamkan kecintaan umat kepada Rasulullah.
"Tujuannya itu pertama untuk memperingati Maulid Nabi, kemudian menghidupkan syiar agama, dan juga menanamkan kecintaan kepada Rasulullah," sambugnya
ADVERTISEMENT
Hingga kini, tradisi perayaan maulid ini masih terus di pertahankan, baik dari masyarakat maupun pemerintah setempat. Sebab, walaupun saat ini pemerintahan kesultanan Buton sudah tidak ada lagi, tetapi pemerintah kota Baubau terus melestarikannya.
"Peringatan ini merupakan salah satu bukti kecintaan kita kepada Nabi Muhammad SAW karena dengan peringatan ini kita akan selalu bersalawat kepadanya yang merupakan tanda hubungan kita dengannya," tuturnya.
Tak berhenti di tradisi Gorana Oputa saat 12 Rabiul Awal saja, perayaan tradisi maulid di Buton dilaksanakan keesokan harinya yang dimulai pukul 06.00 WITA. Kali ini, seluruh masyarakat akan menggelar maulid di rumah masing-masing secara bergiliran selama 18 hari secara berturut-turut yang dinamakan dengan Maludhuna Mia Bari.
Pada hari terakhir atau di hari ke-18, tradisi maulid di Buton akan ditutup oleh perangkat Masjid atau disebut dengan 'Maludhuna Hukumu' yang dilaksanakan secara khusus oleh perangkat mesjid Agung keraton Galampa Lakina Agama (Rumah Imam).
ADVERTISEMENT