news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Kisah Budi, Balita Penderita Gizi Buruk di Kota Kendari

Konten Media Partner
21 Maret 2019 15:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Budi, balita berusia 2,9 tahun yang terindikasi gizi buruk, sedang dipangkuan ibundanya, Kamis (21/03). Foto: Wiwid Abid Abadi/kendarinesiaid
zoom-in-whitePerbesar
Budi, balita berusia 2,9 tahun yang terindikasi gizi buruk, sedang dipangkuan ibundanya, Kamis (21/03). Foto: Wiwid Abid Abadi/kendarinesiaid
ADVERTISEMENT
Tatapan mata bocah berusia 2,9 tahun itu tampak kosong. Tubuhnya lemas, jangankan untuk berdiri, duduk pun kadang harus ditopang. Dari balik bajunya yang transparan, tampak tonjolan tulang, mulai dari kening hingga ke mata kaki.
ADVERTISEMENT
Namanya Budi, anak kedua dari pasangan suami istri bernama Talib dan Masria, warga Kelurahan Tondonggeu, Kecamatan Abeli, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Saat dikunjungi kendarinesia, Kamis (21/3), Budi sedang bersama ibu dan kakaknya di rumah panggung milik mereka. Rumah itu beratapkan seng berdinding anyaman bambu. Sang ayah, Talib, sedang melaut.
Wa Ode Azizah, tetangga Masria, mengatakan hampir setiap hari ia mendengar Budi menangis tak kenal waktu, baik siang atau malam.
Kondisi itu membuat Azizah curiga dengan kondisi anak Masria yang tak biasa. Kemudian, beberapa waktu lalu, Azizah memberanikan diri menanyakan ke Masria tentang kondisi Budi.
"Saya curiga anaknya sakit. Tapi waktu saya tanya kenapa anaknya, ibunya bilang tidak tahu," kata Azizah, Kamis (21/3).
ADVERTISEMENT
Mendengar jawaban itu, ia lalu meminta izin agar membawa Budi ke Posyandu terdekat, pada Rabu 6 Maret 2019.
Benar saja, usai ditimbang dan diperiksa pihak Posyandu, berat badan Budi hanya 7,7 kilogram, berat badan yang tak normal untuk anak seusianya. Selain itu, Budi juga divonis menderita gizi buruk.
Budi bersama ibunya saat disambangi tim kendarinesiaid, Kamis (21/03). Foto: Wiwid Abid Abadi/kendarinesiaid
Ibunda Budi, Masria, mengaku tak tahu dengan kondisi anaknya yang menderita gizi buruk. Yang ia tahu, dari lahir hingga sekarang Budi selalu menangis dan susah makan.
Kondisi ekonomi yang sulit mengurungkan niat Masria membawa anak lelakinya itu ke rumah sakit untuk diperiksa. Ketidakcakapan berkomunikasi juga membuat Masria malu bertanya kepada tetangganya.
"Saya baru tahu, anak saya gizi buruk waktu dibawa ke Posyandu," kata Masria dengan terbata-bata.
ADVERTISEMENT
Meskipun ia telah mengetahui anaknya menderita busung lapar, Talib dan Masria mengaku tak bisa berbuat banyak. Lagi-lagi, kondisi ekonomi menjadi penghalangnya. Penghasilannya suaminya yang seorang nelayan juga tak bisa menjadi tumpuan.
Kendala lain yang dihadapi keluarga Talib dan Masria adalah belum mempunyai Kartu Tanda Penduduk maupun kartu keluarga.
Ia hanya berharap kepada pemerintah mau berbaik hati, atau ada seorang dermawan yang berkenan membantu pengobatan anaknya. "Jujur saja, Pak, untuk kebutuhan sehari-hari saja susah," katanya.
Kepala Puskesmas Nambo, Delisan SKM, saat ditemui mengatakan baru mengetahui ada anak bernama Budi mengalami gizi buruk di wilayahnya. Padahal, kata dia, Puskesmas sudah mengimbau kepada relawan Posyandu untuk melaporkan secepatnya agar segera ditangani.
"Itulah, Pak, susahnya, ada beberapa warga di sini yang tidak menetap. Jadi, agak susah kita pantau, apalagi kalau jarang ke Posyandu. Padahal kita harapkan semua balita bisa ditimbang agar bisa diidentifikasi apakah ada ciri-ciri gizi buruk, gizi kurang, atau gizi baik," katanya.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, pihak Puskesmas tetap mengupayakan pengobatan kepada Budi agar kondisinya membaik.
"Targetnya tiga bulan harus stabil. Karena memang, kami ada bantuan itu selama tiga bulan," katanya.
---