Pendefinitifan 10 Desa di Konawe Diduga Cacat Administrasi

Konten Media Partner
23 Agustus 2019 11:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Salah seorang Kepala Desa diperiksa oleh Tidpikor Ditreskrimsus Polda Sultra di Mapolres Konawe, Foto: Istimewa.
zoom-in-whitePerbesar
Salah seorang Kepala Desa diperiksa oleh Tidpikor Ditreskrimsus Polda Sultra di Mapolres Konawe, Foto: Istimewa.
ADVERTISEMENT
Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Projo Konawe, Sulwesi Tenggara (Sultra) menuding pendefinitifan delapan desa di Kecamatan Anggotoa, dan Kecamatan Wawotobi, Kabupaten Konawe, cacat administrasi.
ADVERTISEMENT
Kesepuluh daerah yang dimaksud masing-masing Desa Ohothay dan Desa Amasara di Kecamatan Wawotobi, dan Desa Laloato, Tonganggura, Anaosu, Wula Mokuni, Manggialo, Lawuka, Wowanario, dan Desa Wowaporesa, di Kecamatan Anggatoa.
Ketua DPC Projo Konawe, Irvan Umar mengatakan, perda nomor 79 tahun 2017 tentang pendefinifan 10 desa di Konawe itu tidak memiliki nomor registrasi.
"Kita sudah Cek, tidak ada perda itu," kata Irvan dalam jumpa persnya, Jumat (23/8). Menurutnya, kesepuluh desa ini keluar setelah adanya Perda tentang pembentukan Kecamatan Anggatoa.
"Nomor Perda dengan nomor SK itu sama-sama 79," tambah Irvan.
Kuat dugaan Irvan kalau Perda itu palsu. Dengan begitu, menurutnya, Perda nomor 1 tahun 2017 tentang pemekaran Kecamatan Anggatoa juga cacat hukum dan harus dibatalkan.
ADVERTISEMENT
Dengan bukti dan fakta yang dimiliki, DPC Projo Konawe berencana menggugat Perda nomor 79 tahun 2017 tentang pendefinitifan 10 Desa, dan Perda nomor 1 Tahun 2017 tentang pemekaran Kecamatan Anggatoa, ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN).
Kepala Bagian (Kabag) Hukum sekertariat daerah (Setda) Konawe, Badaruddin mengaku tidak mengetahui tentang perda tersebut. Ia menyebut nomor perda tentang pendefinitifan 10 desa terlalu tinggi.
"Kenapa terlalu besar itu nomor, saya tidak tau itu kenapa terlalu besar itu nomor. Masa mau ada dalam satu tahun prodak hukum yang keluar sampai 79 nomor perda. Paling tinggi itu 33 dalam satu tahun," kata Badaruddin, via selulernya.
Setau dia, dalam rentan waktu 2017 lalu, dirinya tidak pernah meregistrasi Perda nomor 79. Prodak hukum terakhir yang ia registrasi di tahun itu adalah Perda nomor 34 tahun 2017 tentang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
ADVERTISEMENT
"Kenapa sampai 34, karena sudah gabung antara Perda inisiatif dewan dan usulan eksekutif. Kalau sampai 79 saya tidak tau itu, dan saya merasa tidak pernah ada," ujarnya.