Proses Pemilihan Ketua KONI Sultra Dinilai Diskriminatif

Konten Media Partner
23 September 2019 18:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Achmad Wahab calon ketua Koni Sultra, Foto: Lukman Budianto/kendarinesia.
zoom-in-whitePerbesar
Achmad Wahab calon ketua Koni Sultra, Foto: Lukman Budianto/kendarinesia.
ADVERTISEMENT
Rapat Anggota Tahunan (RAT) Komite Olahraga Nasional Indonesia pada 31 Agustus lalu, menjadi awal bekerjanya tim tujuh penyaringan dan penjaringan bakal calon ketua KONI Sulawesi Tenggara (Sultra).
ADVERTISEMENT
Semua syarat serta mekanisme pencalonan dibahas dalam RAT tersebut. Namun dalam perjalanan, proses penyeleksian menuai protes dari salah satu calon, Achmad Wahab.
Ketua Cabang Olahraga (Cabor), Wushu itu menuding TPP diskriminatif dan tebang pilih dalam menjalankan tugasnya. Pernyataannya itu iya tegaskan dengan menyertakan dokumen persyaratan bakal calon ketua KONI.
Menurut Wahab, ada beberapa persyaratan yang sengaja dihilangkan untuk menguntungkan salah satu calon. Calon yang dimaksud diuntungkan itu adalah Agista Ali Mazi.
Beberapa draft acuan hasil RAT KONI Pusat yang menurut Achmad dihilangkan oleh Tim TPP antara lain : Sebagai calon Ketua KONI harus berwarga negara Indonesia, dan berdomisili di Sultra, dibuktikan dengan KTP dan KK.
Kedua, calon Ketua KONI harus pernah menjabat sebagai Ketum KONI Kabupaten/kota atau Ketum Pengprov Cabor, atau pernah menjabat unsur pimpinan KONI provinsi minimal 1 periode kepengurusan dan dibuktikan dengan surat keputusan yang ditanda tangani oleh ketua umum organisasi 1 tingkat diatasnya.
ADVERTISEMENT
"Jadi acuan itu dihilangkan, atau tidak disetujui dalam RAT. Padahal dua poin tersebut sangat penting. Sebab bagaimana bisa pengelolaan KONI Sultra berjalan efektif jika Ketua terpilih nanti tidak berdomisili di Sultra. Apalagi kalau tidak punya pengalaman khusus dibidang olah raga," kata Achmad.
Achmad menyebut Agista tidak berdomisili di Sultra sesuai KTP. Selain itu, menurut Achmad Agista juga tidak pernah menjabat sebagai ketua khusus pada bidang olah raga. "Tapi karena poin syarat dihilangkan, dia (Agista) dengan mudah bisa diloloskan," tambahnya
Ahmad melanjutkan, calon ketua KONI, Agista sebagai istri dari Gubernur Sultra, ketua TP - PKK, dan juga ketua Deskranasda bertentangan dengan klausul 'mandiri' sesuai sesuai yang diamanatkan undang - undang nomor 03 tahun 2005, pasal 40.
ADVERTISEMENT
Poin pasal itu menjelaskan bahwa pengurus KONI Pusat dan KONI Provinsi, atau KONI kabupaten/kota bersifat mandiri, tidak terikat dengan kegiatan jabatan struktural dan jabatan publik.
"Yang dimaksut 'mandiri' dalan pasal 40 itu adalah agar KONI bebas dari pengaruh dan intervensi dari pihak manapun untuk menjaga netralitas dan menjamin keprofesionalan pengelolaan olah raga. Kita lihat, ada salah satu calon memiliki keterkaitan dengan jabatan publik atau jabatan struktural. Tentu, hal itu sudah tidak sesuai amanah undang - undang tentang KONI," pungkasnya.
Sekretaris TPP Calon Ketua KONI Sultra, Zuumi Kudus, saat dikonfirmasi wartawan mengatakan belum bisa menjawab keberatan yang dilayangkan Ahmad Wahab. Kata dia, ada beberapa alasan TPP belum mau menanggapi beberapa tudingan itu.
ADVERTISEMENT
"Surat (Keberatan Ahmad Wahab) tidak ditujukan kepada Tim TPP. Kedua, Tim TPP belum selesai memfalidasi dan memferifikasi surat dukungan dan belum menetapkan secara resmi calon Ketua Umum KONI. Dan ketiga, surat tidak ditandatangani oleh yang keberatan," jelas Zuumi saat dikonfirmasi melalui Whatsaap Senin (23/9).
Zuumi mengatakan, keberatan Ahmad Wahab adalah hak pribadinya. Tapi, kata dia, tidak ada subtansi nota keberataan karena seluruh syarat dan persyaratan sudah dibahas melalui RAT.